Jumat, 10 Februari 2017

Pemanfaatan Limbah Tulang Ayam dan Transesterifikasi

PEMANFAATAN LIMBAH TULANG AYAM SEBAGAI KATALIS HETEROGEN DAN APLIKASINYA DALAM TRANSESTERIFIKASI MINYAK JELANTAH

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ......................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................
DAFTAR ISI ......................................................................................................................
RINGKASAN ...................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................
1.1 Pendahuluan ......................................................................................................
1.2 Perumusan Masalah ...........................................................................................
1.3 Tujuan ................................................................................................................
1.4 Luaran yang Diharapkan .....................................................................................
1.5 Manfaat Program ................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................
BAB III METODE PENELITIAN .....................................................................................
BAB IV ANGGARAN BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN .......................................
4.1 Anggaran Biaya ................................................................................................... 
4.2 Jadwal Kegiatan ..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................................. 
Lampiran 1. Biodata .............................................................................................................
i.Biodata Ketua dan Anggota ...................................................................................
ii.Biodata Dosen Pendamping ...................................................................................
Lampiran 2 Justifikasi Anggaran Kegiatan ........................................................................
Lampiran 3 Susunan Organisasi Tim Kegiatan dan Pembagian Tugas ................................
Lampiran 4 Surat Pernyataan Ketua Kegiatan ..................................................................

RINGKASAN
Biodiesel merupakan sumber energy alternatif yang menjadi perhatian peneliti di seluruh dunia. Biodiesel diharapkan dapat mengganti keberadaan petroleum diesel karena biodegradable dan ramah lingkungan, menghasilkan emisi SOx yang rendah serta senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar (Masato et al, 2008). Salah satu sumber bahan baku biodiesel yang prospektif adalah minyak goreng bekas.

Limbah tulang ayam di Indonesia sangat melimpah karena ayam merupakan salah satu menu makanan favorit masyarakat Indonesia. Kebanyakan sisa tulang ayam digunakan sebagai pakan hewan peliharaan, namun dalam kasus lain tulang ayam hanya dibiarkan saja tanpa diolah lebih lanjut yang akan menyebabkan bau tak sedap dan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, perlu dicari solusi bagaimana cara memanfaatkan tulang ayam yang belum dimanfaatkan secara efektif menjadi berdaya guna dan bernilai ekonomis. 

Tulang ayam dapat menjadi sumber alternatif katalis heterogen CaO karena mengandung senyawa kalsium. Katalis tersebut kemudian akan diaplikasikan dalam transesterifikasi biodiesel dari minyak jelantah.

Tahapan awal dari penelitian ini adalah membuat katalis CaO dari tulang ayam dengan proses kalsinasi pada suhu 11000C. Kemudian praperlakuan minyak jelantah untuk mengurangi kandungan asam lemak bebas atau pengotor lainnya. Pengurangan kadar asam lemak bebas dilakukan agar konversi biodiesel yang dihasilkan tinggi. Proses yang digunakan adalah de-gumming minyak dipanaskan pada suhu 60o C, kemudian tambahkan asam pospat (H3PO4) sebanyak 0,5% dari berat minyak sambil terus diaduk dengan magnetic stirrer selama 30 menit. Diamkan minyak di dalam corong pemisah selama 24 jam. Proses selanjutnya adalah esterifikasi yang dilakukan pada suhu 700C dilakukan dengan cara menambahkan asam sulfat (H2SO4) dengan kadar 98% seberat 0,5% dari berat minyak jelantah dan methanol 99% sebanyak 10% atau 95ml dari volume minyak jelantah sebanyak 950ml. Pengadukan menggunakan Magnetic Stirrer dilakukan selama 20-30 menit. Setelah pemisahan, lapisan atas (campuran minyak+alkil ester) di transesterifikasi. Sebanyak 125 mL minyak dicampur dengan methanol dan katalis CaO dimasukkan ke dalam labu leher tiga, reaksi dijalankan pada suhu 60 C dalam waktu 5 jam dengan kecepatan pengadukan 700 rpm. 

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hasil perhitungan waktu penghabisan cadangan bahan bakar fosil untuk minyak sekitar 35 tahun, batubara 107 tahun dan gas 37 tahun. Cadangan batubara tersedia sampai sekitar tahun 2112, dan akan menjadi satu-satunya bahan bakar fosil setelah tahun 2042. Hal ini membuktikan minyak akan segera habis daripada jenis bahan bakar fosil lainnya. Semakin menipisnya cadangan minyak bumi, maka semakin banyak penelitian yang mengembangkan atau mencari sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui (renewable energy) (Shafiee dkk, 2009). 

Sumber energi alternatif, seperti hidrogen dan biodiesel telah menjadi perhatian peneliti di seluruh dunia. Biodiesel diharapkan dapat mengganti keberadaan petroleum diesel karena biodegradable dan ramah lingkungan, menghasilkan emisi SOx yang rendah serta senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar (Masato et al, 2008). Salah satu sumber bahan baku biodiesel yang prospektif adalah minyak goreng bekas.

Konsumsi minyak goreng di Indonesia tahun 2008 sekitar 5 juta kL per tahun, sehingga apabila penggunaan minyak goreng mencapai 80%, maka terdapat potensi minyak jelantah yang mencapai 1 juta kL. Sampai saat ini, minyak jelantah belum dimanfaatkan dengan baik dan hanya dibuang sebagai limbah rumah tangga ataupun industri. Meningkatnya produksi dan konsumsi nasional minyak goreng, akan berkorelasi dengan ketersediaan minyak jelantah yang semakin meningkat pula. Oleh karena itu, pemanfaatan minyak goreng bekas sebagai bahan baku biodiesel akan memberikan nilai tambah bagi minyak jelantah (Hambali, 2007). Biodiesel dari substrat minyak jelantah merupakan alternatif bahan bakar yang ramah lingkungan sebagaimana biodiesel dari minyak nabati lainnya. Hasil uji gas buang menunjukkan keunggulan FAME dibanding solar, terutama penurunan partikulat/debu sebanyak 65%. Biodiesel dari minyak jelantah ini juga memenuhi persyaratan SNI untuk Biodiesel (Endans, 2005).

Pada umumnya preparasi biodiesel dilakukan melalui reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa cair (NaOH dan KOH) dan enzim (lipase), dan melalui proses esterifikasi dengan menggunakan katalis asam cair (H2SO4 dan H3PO4) (Fanny dkk, 2012). Penggunaan katalis cair memiliki kekurangan yaitu akan terlarut sempurna dalam gliserol dan terlarut sebagian dalam biodiesel, sehingga memerlukan proses tambahan untuk memisahkan campuran tersebut. Hal ini dinilai kurang efisien dalam suatu proses. Oleh sebab itu, perlu dikembangkan katalis padat (heterogen) yang dapat membantu dalam reaksi transesterifikasi yang lebih ramah lingkungan, pemisahannya lebih mudah, dan dapat digunakan kembali. Katalis padat yang dapat digunakan untuk biodiesel salah satunya ialah dari campuran senyawa kalsium (CaO, Ca(OH)2, CaCO3). Menurut penelitian, CaO merupakan katalis yang paling aktif dibandingkan Ca(OH)2 dan CaCO3 (Arzamedi et al, 2008). Katalis CaO dapat disintesis dari limbah cangkang moluska atau tulang yang mengandung sunyawa Ca yang cukup tinggi. Salah satu bahan alam yang berasal dari limbah yang ketersediaannya melimpah di alam adalah tulang ayam.

Limbah tulang ayam di Indonesia sangat melimpah karena ayam merupakan salah satu menu makanan favorit masyarakat Indonesia karena selain lezat daging ayam juga mengandung gizi yang tinggi. Sisa limbah tulang ayam tersebut jika tidak diberikan kepada hewan piaraan, tulang tersebut hanya menjadi sampah yang butuh penanganan khusus karena aromanya akan mengundang lalat maupun hewan sejenisnya sehingga mengganggu estetika dan kebersihan lingkungan jika dibuang secara sembarangan. Oleh karena itu, perlu dicari solusi bagaimana cara memanfaatkan tulang ayam yang belum dimanfaatkan secara efektif menjadi berdaya guna dan bernilai ekonomis.

Tulang ayam dapat menjadi sumber alternatif katalis heterogen CaO karena mengandung senyawa kalsium. Tetapi aplikasi katalis dari limbah tulang ayam belum pernah dilakukan pada pembuatan biodiesel. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengaplikasikan katalis heterogen berbahan limbah tulang ayam sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan sekaligus mengurangi jumlah limbah di alam serta mengatasi krisis energi dengan memberikan alternatif bahan bakar berupa biodiesel yang lebih ramah lingkungan.

1.2 Perumusan Masalah
  • Bagaimana cara mengolah tulang ayam menjadi katalis heterogen CaO?
  • Bagaimana pengaruh konsentrasi katalis heterogen tulang ayam terhadap yield biodiesel yang dihasilkan?
  • Bagaimana pengaruh pengaruh waktu dan rasio molar minyak dan methanol terhadap yield biodiesel yang dihasilkan?
1.3 Tujuan
  • Meningkatkan nilai tambah limbah tulang ayam dengan cara mengolahnya menjadi katalis heterogen
  • Mengetahui pengaruh konsentrasi katalis heterogen dari limbah tulang ayam pada pembuatan biodiesel minyak jelantah sehingga mengetahui karakteristik biodiesel yang dihasilkan. 
  • Mengetahui pengaruh waktu, konsentrasi katalis dan rasio molar minyak dan methanol terhadap yield biodiesel yang dihasilkan. 
1.4 Luaran yang diharapkan
Luaran yang diharapkan dari penelitian ini meliputi produk biodiesel, teknologi pembuatan biodiesel berbahan baku limbah minyak jelantah dengan katalis heterogen CaO dari tulang ayam, dan artikel dalam jurnal bahan alam terbarukan yang dapat bermafaat bagi para pembaca. 

1.5 Manfaat Program
Penelitian yang dilakukan berguna untuk mengurangi volume limbah tulang dan limbah minyak jelantah yang lama didegradasi oleh tanah. Memanfaatkan limbah tulang ayam yang ketersediaannya melimpah di alam dengan mengolahnya menjadi katalis heterogen pada pembuatan biodiesel. Membuat katalis heterogen yang ramah lingkungan serta mengatasi krisis energi yang disebabkan ketersediaan bahan baku minyak bumi yang semakin menipis dengan memanfaatkan bahan alam terbarukan seperti biodiesel sebagai sumber energi alternatif.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan yang dapat diperoleh dari minyak tumbuhan, lemak binatang atau minyak bekas melalui esterifikasi dengan alkohol (Özgul dan Türkay 1993; Pamuji, dkk. 2004; Gerpen 2004). Bila dibandingkan dengan bahan bakar diesel/solar, biodiesel bersifat lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai (biodegradable), memiliki sifat pelumasan terhadap mesin piston karena termasuk kelompok minyak tidak mongering (non-drying oil), mampu mengeliminasi efek rumah kaca, dan kontinuitas ketersediaan bahan baku terjamin. Biodisel bersifat ramah lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik dibandingkan diesel/solar, yaitu bebas sulfur, bilangan asap (smoke number) rendah, dan angka setana (cetane number) bekisar antara 57-62 sehingga efisiensi pembakaran lebih baik, terbakar sempurna (clean burning) ,dan tidak menghasil- kan racun (nontoxic) (Hambali, 2006). Biodiesel memiliki tingkat polusi yang lebih rendah dari pada solar dan dapat digunakan pada motor diesel tanpa modifikasi sedikitpun (Briggs, 2004). Karena keunggulannya inilah biodiesel sangat potensial menggantikan bahan bakar solar. 

Biodiesel dengan rumus kimia Fatty Acid Methyl Ester (FAME) yang diproduksi melalui reaksi transesterifikasi antara trigliserida dengan metanol dan bantuan katalis. Saat ini, produksi biodiesel biasanya menggunakan katalis homogen. Dengan menggunakan katalis homogen baik asam atau basa, reaksi pembentukan biodiesel akan berjalan cepat dan konversi reaksi juga tinggi. Tetapi kelemahan dari proses ini adalah katalis yang digunakan tidak dapat di recycle dan akan terbuang sebagai limbah (Marchetti, J.M. dkk, 2008). Untuk mengatasi kelemahan dari katalis homogen tersebut penelitian untuk mengembangkan katalis alternatif telah banyak dilakukan dan fokusnya adalah pengembangan katalis heterogen.

2.2 Reaksi Transesterifikasi
Transesterifikasi atau alkoholisis adalah reaksi pertukaran gugus alkohol dari suatu ester dengan ester lain. Reaksi transesterifikasi mengubah trigliserida (96-98 %minyak) dan alkohol menjadi ester, dengan sisa gliserin sebagai produk sampingnya. Hasilnya molekul-molekul trigliserida yang panjang dan bercabang diubah menjadi esterester yang lebih kecil yang memiliki ukuran dan sifat yang serupa dengan minyak solar.

Alkohol yang digunakan adalah alkohol dengan rantai pendek, seperti metanol, etanol dan butanol. Metanol dan etanol dapat dengan mudah dihasilkan dari bahan nabati. Etanol menghasilkan etil ester yang lebih sedikit dan meninggalkan sisa karbon yang banyak. Metanol selain harganya yang lebih murah, juga adalah jenis alkohol yang paling umum digunakan. Katalis digunakan untuk mempercepat jalannya reaksi (Encinar, 1999). Kehadiran katalis (asam, basa, biokatalis, dan katalis heterogen) akan mempercepat pembentukan ester. Transesterifikasi dapat dikatalisis oleh asam - asam Brönsted, lebih sering digunakan sulfonat dan asam sulfat (Viriya empikul et al, 2010)

Transesterifikasi adalah tahap konversi dari trigliserida menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester disajikan pada gambar berikut.

Reaksi transesterifikasi juga menggunakan katalis. Tanpa adanya katalis, konversi yang dihasilkan bisa mencapai maksimum, namun reaksi berjalan dengan lambat (Claudia dkk, 2004). Pada pemanasan konvensional untuk proses transesterifikasi (proses batch, kontinyu, dan supercritical methanol), energi panas ditransfer secara konveksi, konduksi, dan radiasi dari permukaan ke bahan baku. Dengan demikian, pemanasan konvensional mengkonsumsi energi lebih banyak dan membutuhkan waktu lama untuk preheating dan reaksi, optimalnya 1 jam untuk menghasilkan yield biodiesel 95 %. 

Karena lamanya waktu reaksi yang terjadi digunakanlah katalis homogen berupa alkohol. Tetapi ternyata katalis homogen mempunyai beberapa kelemahan diantaranya memerlukan proses pemurnian lebih lanjut. Proses tersebut tentunya membutuhkan biaya tambahan yang tidak sedikit.alasan inilah yang menyebabkan mulai diliriknya katalis heterogen.

2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi
Tahapan reaksi transesterifikasi pada pembuatan biodiesel selalu diinginkan agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh air dan asam lemak bebas 
Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang lebih kecil daripada 2%. Selain itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air karena dapat bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.

2. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan minyak
Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan pada reaksi stoikiometri adalah 3 mol metanol untuk setiap 1 mol trigliserida agar diperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol.

3. Pengaruh jenis alkohol
Jenis alkohol yang selalu dipakai pada proses transesterifikasi adalah metanol dan etanol. Metanol merupakan jenis alkohol yang paling disukai dalam pembuatan biodiesel karena metanol (CH3OH) mempunyai keuntungan lebih mudah bereaksi atau lebih stabil dibandingkan dengan etanol (C2H5OH) karena metanol memiliki satu ikatan carbon sedangkan etanol memiliki dua ikatan carbon, sehingga lebih mudah memperoleh pemisahan gliserol dibanding dengan etanol. 

Kerugian dari metanol adalah metanol merupakan zat beracun dan berbahaya bagi kulit, mata, paru-paru dan pencernaan dan dapat merusak plastik dan karet terbuat dari batu bara metanol berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air. Etanol lebih aman, tidak beracun dan terbuat dari hasil pertanian, etanol memiliki sifat yang sama dengan metanol yaitu berwarna bening seperti air, mudah menguap, mudah terbakar dan mudah bercampur dengan air. Metanol dan etanol yang dapat digunakan hanya yang murni 99%. Metanol memiliki massa jenis 0,7915 g/m3, sedangkan etanol memiliki massa jenis 0,79

4. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati
Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan getahnya dan disaring.

5. Pengaruh suhu
Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada suhu 30 – 65ºC (titik didih methanol sekitar 65ºC). Semakin tinggi suhu, konversi biodiesel yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu reaksi yang lebih singkat.

6. Pengaruh jenis katalis
Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang sering digunakan untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3). Penggunaan katalis akan lebih baik jika jumlahnya dibatasi sebab jika jumlah katalis yang ditambahkan terlalu banyak maka proses akan kurang efektif karena banyak katalis yang akan terbuang.

2.3 Katalis Heterogen
Katalis heterogen merupakan katalis yang mempunyai fasa yang tidak sama dengan reaktan dan produksi. Katalis heterogen dalam proses produksi biodiesel merujuk pada katalis berwujud padat. Penggunaan katalis heterogen didasarkan adanya kelemahan katalis homogeny yang memerlukan proses pemurnian lebih lanjut. Terlebih sifatnya yang tidak ramah lingkungan. Dengan menggunakan katalis heterogen diharapkan diperoleh produk biodiesel murni. Keunggulan katalis heterogen dibandingkasn katalis homogeny diantaranya:
  • Tidak sensitive terhadap adanya FFA (asam lemak bebas).
  • Reaksi esterifikasi dan transesterifikasi dimungkinkan terjadi secara bersamaan.
  • Tidak memerlukan tahap pencucian katalis.
  • Katalis mudah dipisahkan dari produk utama maupun produk samping sehingga kontaminasi katalis terhadap produk rendah.
  • Katalis dapat di-recycle.
  • fMengurangi adanya masalah korosi (Budiman, A., dkk, 2014). 
Katalis heterogen dibagi menjadi 2 tipe yaitu asam dan basa. Asam berarti katalis yang digunakan berupa padatan yang bersifat asam. Katalis basa yang dapat digunakan untuk biodiesel salah satunya ialah dari campuran senyawa kalsium (CaO, Ca(OH)2, CaCO3) yang tersedia dengan melimpah di alam karenanya katalis ini sangat diminati untuk digunakan dalam industri biodiesel. Katalis kalsium ini berfungsi sebagai katalis basa dalam reaksi transesterifikasi biodiesel. Menurut penelitian, CaO merupakan katalis yang paling aktif dibandingkan Ca(OH)2 dan CaCO3 (Arzamedi et al, 2008) CaO memiliki tingkat alkalinitas yang tinggi, kelarutan yang rendah, harga yang relatif lebih murah dibandingkan KOH ataupun NaOH, serta mudah proses pemisahannya dari produk (Reddy et al, 2006). Beberapa material alam yang dianggap sebagai limbah ternyata mengandung unsur Ca yang cukup tinggi sebagai contohnya cangkang moluska dan tulang. Limbah inilah yang kemudian dimanfaatkan menjadi katalis untuk meningkatkan nilai kemanfaatannya dan untuk mengurangi jumlah limbah di alam (Budiman, A., dkk, 2014). 

2.4 Tulang Ayam Sebagai Katalis Heterogen
Tulang ayam merupakan salah satu sumber alam terbarukan yang ketersediaannya melimpah di Indonesia dikarenakan ayam merupakan lauk favorit masyarakat Indonesia. Tulang ayam memiliki kandungan anorganik sekitar 69% sehingga sangat berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi sumber kalsium dan fosfor (Yildirim, 2004). Kompisisi penyusun tulang ayam antara lain, C 38,30%, O 28.16%, Na 0,37%, Mg 0,27%, P 10,34%, dan Ca 22,56%. Kandungan kalsium tulang ayam sebesar 22,56% memperlihatkan persentase komposisi kalsium yang dapat dikonversi menjadi kalsium oksida melalui proses dekomposisi pada temperatur tertentu (Mohadi dkk, 2013). 

Data EDX tulang ayam hasil dekomposisi pada temperatur 1100oC tersaji pada gambar (2b). Setelah proses dekomposisi persentase massa O, P, dan Ca dalam tulang ayam menjadi berturut-turut sebesar 40,70%, 19,08%, 40,22% yang keseluruhannya terdistribusi dalam bentukan oksida berupa CaO sebesar 56,28% dan P2O5 sebesar 43.72%.

Penelitian tentang karakterisasi kalsium oksida dari tulang ayam telah dilakukan. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa temperatur minimal dekomposisi tulang ayam untuk mendapatkan kalsium oksida adalah 700oC. Semakin tinggi temperatur dekomposisi yang digunakan akan meningkatkan kristalinitas CaO dari tulang ayam yang ditunjukkan dengan pita runcing pada data XRD, dengan pola difraksi CaO sesuai dengan standar dari data JCPDS. Terbentuknya CaO didukung juga oleh spektra FTIR pada daerah 354,90 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi Ca-O. Kemudian dikonfirmasi dengan data EDX yang menunjukkan persentase CaO pada sampel sebesar 56,28% (Mohadi dkk, 2013).

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Bahan dan Alat 
3.1.1 Bahan
Bahan utama yang dibutuhkan adalah tulang ayam, minyak jelantah, methanol, asam phospat (H3PO4), asam sulfat (H2SO4) 98 %

3.1.2 Alat
Alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sem-edx, oven, furnace, bulb condenser, labu leher tiga, magnetic stirrer, jaket pemanas, corong pemisah, klem, statif, termometer, ayakan 100 mesh, desikator, neraca analitik, gelas arloji, spatula, botol, ph meter.

3.2 Tahap Penelitian 
3.2.1 Preparasi dan Karakteristik Katalis
Sampel tulang ayam diambil dari limbah restoran dan industri pemotongan ayam. Tulang ayam yang diperoleh dicuci bersih dan dikeringkan dalam oven dengan temperature 100°C selama 20 menit untuk menghilangkan air yang tersisa dan daging yang masih menempel. Tulang ayam yang telah kering digerus dan diayak sampai lolos ukuran 100 mesh. Mohadi dkk., (2013) telah melakukan karakteristik tulang ayam menggunakan XRD Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa temperatur minimal dekomposisi tulang ayam untuk mendapatkan kalsium oksida adalah 700oC. Semakin tinggi temperatur dekomposisi yang digunakan akan meningkatkan kristalinitas CaO dari tulang ayam yang ditunjukkan dengan pita runcing pada data XRD, dengan pola difraksi CaO sesuai dengan standar dari data JCPDS (Mohadi dkk., 2013). Sehingga pada penelitian ini dilakukan diatas suhu tersebut dan senyawa yang terbentuk dianalisis dengan SEM-EDX. Preparasi lanjutan dan karakterisasi CaO dari tulang ayam sesuai dengan metode yang dilakukan oleh Nakatani dkk. (2009) dengan sedikit modifikasi. Tulang ayam lolos ayakan 100 mesh sebanyak 100 gram didekomposisi dalam furnace pada temperatur 10000C selama 3 jam. Setelah dingin padatan yang diperoleh disimpan dalam desikator selama 24 jam. Analisis kandungan CaO dilakukan menggunakan SEM-EDX untuk penentuan komposisi oksida yang terkandung di dalamnya.

3.2.2 Pretreatment Minyak Jelantah
3.2.2.1 Mixing bahan baku minyak jelantah.
Bahan baku yang didapat pada penelitian ini berasal dari berbagai sumber, sehingga perlu dilakukan pencampuran bahan baku atau mixing untuk membuat campuran minyak tersebut homogen. Proses mixing bahan baku ini dilakukan dengan menggunakan magnetic stirrer dan pemanas serta termometer. Suhu untuk proses mixing ini dijaga agar tetap pada suhu 60°C. Setelah proses mixing selesai minyak jelantah hasil mixing dijadikan satu pada sebuah botol besar kapasitas 3 liter. Minyak hasil mixing ini pada akhirnya akan digunakan untuk proses selanjutnya.

3.2.2.2 De-Gumming
De-gumming adalah proses menurunkan kadar fosfatida yg terkandung dalam minyak sebelum diproses menjadi biodiesel. Minyak dipanaskan pada suhu 60o C, kemudian tambahkan asam pospat (H3PO4) sebanyak 0,5% dari berat minyak sambil terus diaduk dengan magnetic stirrer selama 30 menit. Diamkan minyak di dalam corong pemisah selama 24 jam.

3.2.3 Esterifikasi dengan katalis asam.
Pada tahap ini minyak jelantah akan diolah melalui proses esterifikasi. Proses esterifikasi dilakukan dengan cara menambahkan asam sulfat (H2SO4) dengan kadar 98% seberat 0,5% dari berat minyak jelantah dan methanol 99% sebanyak 10% atau 95ml dari volume minyak jelantah sebanyak 950ml. Pengadukan menggunakan Magnetic Stirrer dilakukan selama 20-30 menit pada suhu 70°C. Kemudian memasukkan minyak hasil esterifikasi ke dalam corong pisah dan didiamkan sehingga terbentuk dua lapisan, dimana lapisan bawah adalah campuran methanol, air dan asam sulfat sedangkan lapisan atas adalah campuran minyak dan alkil ester. Minyak hasil esterifikasi inilah yang digunakan sebagai bahan baku proses transesterifikasi.

3.2.4 Proses Transesterifikasi
Pengujian efektifitas katalis dijalankan di dalam 500 mL labu leher tiga dilengkapi dengan pemanas serta kondenser. Sebanyak 125 mL minyak jelantah, 1:5 mol minyak : mol metanol, serta 1% massa katalis CaO dimasukkan ke dalam labu leher tiga, reaksi dijalankan pada variasi suhu 60 C dalam variasi waktu 3,4 dan 5 jam dengan kecepatan pengadukan 700 rpm. Perbandingan mol metanol : mol minyak divariasikan mulai dari 1:5 sampai dengan 1:9 dengan range variasi 2. dan konsentrasi katalis (% (berat katalis / berat minyak)) dari 1% sampai dengan 5%. Hasil transesterifikasi meliputi campuran antara metil ester, gliserol, dan sisa reaktan serta katalis. Katalis CaO yang digunakan merupakan katalis heterogen, sehingga mudah dipisahkan dengan cara penyaringan saja, sedangkan campuran antara biodiesel dengan pengotor lainnya dilakukan dengan menggunakan corong pisah dengan prinsip gaya gravitasi. 

3.2.5 Uji Kualitas Biodiesel
Biodiesel minyak jelantah yang sudah diproses kemudian diuji karakteristik fisiknya berupa nilai yield, flash point, densitas, viskositas dan cetane number.

DAFTAR PUSTAKA;
  • Abdul Kahar. 2009. Kinetika Metanolisis Berkatalisis Asam Pada Pre-treatment Biodiesel Dari Minyak Jelantah Berkadar Asam Lemak Bebas (ALB )Tinggi. (FTU Rumul Keahlian Energi dan Sistem Proses Teknologi Kimia.
  • Akbar, Riswan. 2009. Karakteristik Biodiesel Dari Minyak Jelantah Dengan Menggunakan Metil Asetat Sebagai Pensuplai Gugus Metil. Paper Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
  • Arzamedi, G. dkk. 2008. Alkaline and alkalineearth metals compounds as catalysts for the metanolysis of sunflower oil. Catalysis today 133‐135 (2008) 305‐313.
  • Budiman, A. dkk. 2014. Bioetanol. UGM Press. Yogyakarta.
  • Darmawan, F.I, Susila, Wayan, I. 2013. Proses Produksi Biodiesel Dari Minyak Jelantah Dengan Metode Pencucian Dry-Wash Sistem. Jurnal Teknik Mesin Universitas Negeri Surabaya. Vol. 02, No. 01, 80-87.
  • Djatmiko, B. dan S. Ketaren. 1976. Analisa sifat fisiko kimia hasil pertanian. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fatemeta. IPB Bogor.
  • Dudley, B. BP statistical Review of World Energy. 2012. 3,12.
  • Dwi Ardiana, Setya Wardhani, Martutik, Wahyuni. Pengaruh Rasio Metanol/Minyak Terhadap Parameter Kecepatan Reaksi MetanolisisMinyak Jelantah dan Angka Setana Biodiesel. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik UNS.
  • Empikul, N.V., P. Krasae, B. Puttasawat, B. Yoosuk, N. Chollacoop, & K. Faungnawakij. 2010. Waste Shells of Mollusk and Egg as Biodiesel Production Catalysts. Bioresource Technology 101 3765-3767. 
  • Fanny, W.A., Subagjo, and T. Prakoso. 2012. Pengembangan Katalis Kalsium Oksida Untuk Preparasi Biodiesel. Jurnal Teknik Kimia Indonesia. 11(2): p. 66-73.
  • Hambali, E., S. Mujdalipah, A.H. Tambunan, A.W. Pattiwiri, & R. Hendroko. 2007. Teknologi Bioenergi. PT. Agromedia Pustaka, Jakarta.
  • Henry, S,P, dkk. 2011. Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit Dengan Menggunakan Katalis Padat Dari Cangkang Keong Mas (Pomacea sp.). Prosiding Seminar Nasional Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
  • Kouzu, Masato et al. 2008. Calcium oxide as a solid base catalyst for transesterification of soybean oil and its application to biodiesel production. Fuel 87 (2008) 2798‐2806.
  • Leung, D.Y.C., Wu, Xuan., Leung, M.K.H., 2010. A Review on Biodiesel Production Using Catalyzed Transesterification. Applied Energy 87: 1083–1095
  • Marchetti, J.M., Errazu, A.F., 2008. Comparison of different heterogeneous catalysts and different alcohols for the esterification reaction of oleic acid, Fuel, 87, 3477–3480.
  • Mohadi, R, dkk. 2013. Preparasi Dan Karakterisasi Kalsium Oksida (Cao) Dari Tulang Ayam. Jurnal Chemistry Progress vol. 6, No.2, (2013)1-5.
  • Natalia, C., dkk. 2012. Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Nyamplung Dengan Menggunakan Katalis Berbasis Kalsium. Jurnal Ilmiah Universitas Katolik Widya Mandala. 
  • Reddy, V. Reddy, R. Oshel and J. G. Verkade. 2006. Room‐temperature Conversion of Soybean Oil and Poultry Fat to Biodiesel Catalyzed by Nanocrystalline Calcium, Energy and Fuels. 20. 2006. 1310–1314.
  • Shafiee, S., Erkan T., (2009), “When Will Fossil Fuel Reserves be Diminished?”, Energy Policy, Vol. 37, hal. 181-189.
  • Sudradjat, R, Sahirman, D. Setiawan. Pembuatan biodiesel dari biji nyamplung. Jurnal Hasil Hutan, Vol. 23 (4) : 255-261, Bogor. 2006.
  • Yildirim, O. 2004. Preparation and Characterization of Chitosan/Calcium Phosphate Based Composite Biomaterials. Izmir Institute of Technology Turkey.
  • Zabeti, M., Wan Daud, W.M.A., Aroua, M.K., 2009. Activity of Solid Catalysts for Biodiesel Production: a Review. Fuel Process. Technol. 90, 770–777.

Pemanfaatan Limbah Tulang Ayam dan Transesterifikasi Rating: 4.5 Diposkan Oleh: frf

0 komentar:

Posting Komentar