Selasa, 24 Januari 2017

Proses Pengolahan TBS (SAWIT)

ESTATE & MILL
PENDAHULUAN
Pengolahan TBS di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, mulai (1) pemanenan/pengambilan TBS, (2) pengutiban berondolan dan pangangkutan TBS dari TPH ke pabrik sampai dihasilkan minyak sawit dan hasil sampingnya. Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan utama TBS dari pabrik yaitu minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah dan minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit. Dalam menghadapi era industri dan perdagangan bebas, perusahaan perkebunan dituntut melakukan upaya peningkatan mutu produk sesuai dengan standar internasional. Panen (termasuk pengangkutan hasil dari TPH ke pabrik dan pengolahannya) dilakukan oleh kelompok-kelompok kerja yang tugas dan kewajibannya berbeda-beda. Untuk itu diperlukan koordinasi agar seluruh mata rantai pekerjaan tersebut berjalan lancar tanpa stagnasi. Diperkebunan-perkebunan berskala kecil, koordinasi ini relatif sederhana, tetapi dalam skala besar menjadi rumit.

Proses yang panjang ditambah kondisi buah yang mudah luka akan mempengaruhi kualitas minyak yang dihasilkan, untuk itu perlu dilakukan pengelolaan yang baik yang dilaksanakan oleh dua departemen yaitu Agronomi (Kebun/Afdeling) dan Engenering (PKS) sehingga diperoleh hasil dengan kualitas yang terbaik, untuk itu perlu koordinasi antara keduanya. Hal-hal yang perlu dikoordinasi antara lain :
  • Pengaturan jumlah TBS yang diolah (tahunan/bulanan/harian)
  • Kualitas TBS yang dikirim
  • Penanganan TBS di PKS
  • Penanganan Looses di PKS
TUJUAN KOORDINASI
Didalam pelaksanaannya, kedua departemen perlu berkoordinasi untuk mencapai tujuan tersebut. Tidak semua usaha kebun kelapa sawit mempunyai pabrik untuk mengolah TBS. 

Dalam hubungan ini menurut luas dan kapasitas pabrik, usaha kebun kelapa sawit dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu :
  1. Perusahaan perkebunan besar : kapasitas pabrik lebih dari 10 ton TBS/jam
  2. Perusahaan perkebunan menengah : kapasitas pabrik kurang dari 1ton TBS/jam (pabrik mini)
  3. Perusahaan perkebunan kecil : tanpa pabrik. Luas kurang dari 200 ha.
Dengan demikian tujuan manajemen juga berbeda. Usaha kebun kelapa sawit yang memiliki pabrik bertujuan menghasilkan minyak dan inti sawit sebanyak-banyaknya dengan mutu setinggi-tingginya dan biaya serendah-rendahnya. 

Usaha kebun kelapa sawit yang tidak memiliki pabrik, khususnya pekebun kecil, pada dasarnya hanya bertujuan menghasilkan sebanyak-banyaknya TBS yang utuh (atau sedikit mungkin memberondol) dan tentu dengan biaya seminimalnya. Dengan tandan yang utuh atau yang sedikit berondolannya, kemungkinan bahwa ada berondolan yang hilang akan menjadi kecil. Oleh karena itu pekebun kecil cenderung akan memanen buah mentah.

Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, maka perlu koordinasi antara pabrik dengan kebun dan pekebun yaitu :
M Mencapai target yang ditetapkan oleh perusahaan (Target kuantitas = OER yang tinggi dan kualitas = FFA yang rendah)
  • Saling Belajar (Share) artinya Estate mengerti operasional PKS dan PKS mengerti operasional Estate (secara sederhana).
  • Target Managemen
  • Mengikuti ketentuan panen yang telah ditetapkan seperti kriteria panen, rotasi panen, pengumpulan berondolan dan lain-lain.
1. OER (Oil Extraction Rate = Nisbah Ekstraksi Minyak)
Parameter yang digunakan dalam menentukan kriteria matang panen adalah perobahan dan memberondolnya buah dari tandan. Proses perubahan warna yang terjadi pada tandan adalah dari hijau berubah kehitaman kemudian menjadi merah mengkilat atau orange.

Kriteria matang panen ditentukan pada saat kandungan minyak maksimal dalam daging buah dan kandungan asam lemak bebas serendah mungkin dan yang umum dipergunakan sekarang adalah apabila dari tandan telah terdapat berondolan terlepas secara alami per kg tandan yang dipanen. Untuk berat tandan >> 10 kg sebanyak 2 berondolan/kg tandan dan untuk berat tandan << 10 kg sebanyak 1 berondolan/kg tandan. Sebagai contoh : untuk buah dengan berat janjang 5 kg maka standar minimum kematangan 5 berondolan lepas per janjang dan untuk buah dengan berat janjang 15 kg maka standar minimum kematangan 30 berondolan lepas per janjang. Dengan kriteria ini akan diperoleh TBS yang kematangan paling optimal yaitu fraksi 2 dan 3 dengan rendemen 23 - 24 % .
ng 

Tandan kosong
Dalam proses pengiriman TBS dari kebun ke pabrik dipandang perlu mengadakan pemeriksaan mutu TBS yang diterima di PKS dengan cara penggolongan buah berdasarkan tingkat kematangan sesuai standart fraksi yang telah ditentukan perusahaan, langkah ini dilakukan agar dapat mewujudkan perolehan kuantitas dan kualitas minyak yang dihasilkan dan sebagai acuan atau data awal guna pengambilan langkah perbaikan yang diperlukan oleh kebun dan pabrik, apabila ditemukan penyimpangan dari Standart Kematangan Buah Minimum yang ditentukan perusahaan.

Buah Kurang Matang
Pengangkutan TBS yang telah dipanen ke pabrik merupakan bagian dari rangkaian proses produksi minyak sawit. Kelancaran pengangkutan TBS adalah penting, karena TBS yang sudah dipanen harus segera diolah, guna mendapatkan mutu minyak sawit yang baik dan kandungan FFA rendah, serta menjamin agar pabrik dapat beroperasi secara kontinyu, oleh karena itu TBS harus selalu tersedia dalam jumlah yang cukup di pabrik.

Makalah Penanaman dan Perawantan Kelapa Sawit

Secara agronomi yang menjadi target utama dari usaha perkebunan kelapa sawit adalah menghasilkan CPO dan PKO dengan kuantitas dan kualitas yang maksimal disertai biaya yang minimal sehingga diperoleh keuntungan yang maksimal.

Salah satu langkah yang harus dilaksanakan adalah memastikan bahwa TBS yang dipanen dan diolah di PKS benar-benar merupakan TBS dengan kematangan yang optimal dimana kandungan minyaknya maksimal dan kandungan asam lemak bebasnya minimal. 

Penggolongan kematangan TBS dibedakan atas buah normal dan buah abnormal, sebagai berikut :
& Buah Normal
Ciri setiap janjangan digolongkan sebagai berikut :
  1. Buah mentah memiliki berondolan lepas kurang dari 3 berondol perjanjang. 
  2. Buah kurang matang memiliki berondolan lepas lebih dari 3 berondol perjanjang dan kurang dari standar minimum. 
  3. Buah matang memiliki berondolan lepas antara standar minimum sampai 50 % berondol lepas dari total berondolan perjanjang.
  4. Buah terlalu matang memiliki lebih dari 50 % berondol lepas dari total berondolan per janjang. 
  5. Janjang Kosong memiliki beberapa berondolan yang tersebar sampai total berondolan lepas habis sama sekali. 
Ciri setiap janjangan digolongkan sebagai berikut :
  1. Parthenocarpic memiliki lebih dari 75 % total berondolan di permukaan merupakan parthenocarpic dengan ciri-ciri tidak berminyak dan hitam. 
  2. Buah Keras (Hardbunch) memiliki beberapa berondolan yang tidak mau lepas, berwarna hitam dan pecah-pecah. 
Berdasarkan hal tersebut, perlu koordinasi antara estate dan mill untuk memperoleh kualitas minyak yang tinggi, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian OER dapat diminimumkan. Adapun faktor tersebut, adalah sebagai berikut :
1) Ripeness (kematangan TBS) ……..…………………..……..…….. (Estate)
  • P TBS Mentah (Unripe) 0 %
  • P TBS Kurang Masak (Underripe) Max 5 %
  • P TBS Masak (satisfactory) Min 85 %
  • P TBS terlalu masak (Overripe) Max 5 %
  • P Janjang Kosong (Empty Bunch) Max 1 %
2) Persentase berondolan 7-12 % …............................................….. (Estate)
3) Pemupukan (Fertilizer) …………....…………………….............…. (Estate)
4) Bibit (material) ……………………………………….........….…….... (Estate)
5) Cuaca …………………………………………………..........….…..… (Alam)
6) Total Oil Loss di PKS …………………………………………………(PKS)

Dari keenam faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian OER tersebut, terlihat jelas bahwa hanya ada satu faktor yang dibawah kontrol PKS yaitu total oil losses. Artinya faktor-faktor yang paling dominan mempengaruhi pencapaian OER adalah dibawah kontrol Estate. 

Secara tersirat OER merupakan target bersama antara Estate dan PKS walaupun secara tersurat terget tersebut hanya tercatat dalam budget PKS.

2. FFA (Free Fatty Acid)
Sebelum memasuki pembicaraan mengenai pengolahan TBS, terlebih dahulu dibicarakan hasil-hasil apa yang diperoleh dari pengolahan tersebut, apa karakteristik, sifat dan bagaimana spesifikasi mutunya. Kemudian dibicarakan mengenai bahan mentah yaitu hasil panennya, bagaimana sifat dan syarat mutunya, apa yang harus dipenuhi untuk memperoleh hasil akhir dengan mutu yang diinginkan. Barulah dibicarakan teknologinya untuk mewujudkan keinginan tersebut. Berapa jumlah, sifat serta mutu hasil akhir yang diperoleh sangat ditentukan oleh sifat dan mutu bahan mentah yang diolah serta ditentukan cara dan kondisi perlakuan terhadap bahan mentah dan proses pengolahannya.

Buah kelapa sawit hasil panen harus segera diangkut ke pabrik, agar segera dapat diolah. Buah yang tidak segera diolah akan menghasilkan minyak dengan kadar asam lemak bebas tinggi. Untuk menghindari terbentuknya asam lemak bebas, pengolahan harus sudah dilaksanakan paling lambat 8 jam setelah pemanenan (paling lama diloading ram 20 jam).

Kandungan asam lemak bebas (ALB) atau free fatty acid (FFA) berkaitan erat dengan kualitas minyak kelapa sawit. Makin tinggi kandungan ALB, makin rendah kualitas minyak kelapa sawitnya. Maka dalam pelaksanaan panen dan pengangkutan buah ke pabrik perlu diusahakan agar kandungan ALB dipertahankan serendah mungkin.

Kualitas minyak kelapa sawit ditentukan oleh kadar asam lemak bebas, kandungan air dan mudah tidaknya minyak tersebut dijernihkan (bleach ability). Minyak sawit yang baik adalah kadar asam lemak bebas, air dan bahan kotoran lainnya sangat rendah.

Asam lemak bebas (ALB) atau FFA adalah derajat keasaman hasil produksi yang diperoleh dari kondisi TBS/BERONDOLAN yang dikirim dari lapangan untuk diolah PKS. Hal ini terbentuk karena adanya kegiatan enzim lipase yang terkandung di dalam buah dan berfungsi memecah lemak/minyak menjadi asam lemak dan gliserol. 

Kerja enzim tersebut semakin aktif bila struktur sel buah matang mengalami kerusakan. Untuk itu, pengangkutan TBS ke pabrik mempunyai peranan yang sangat penting. Untuk mencegah hal ini maka prinsip panen tetap berpegang kepada standart panen dan mencegah tandan buah/berondolan bermalam (restan) dilapangan serta menjaga system pengangkutan yang tepat dan cepat ke PKS.

Pemilihan alat angkut yang tepat dapat membantu mengatasi masalah kerusakan buah selama pengangkutan sekaligus menjaga kecepatan pengangkutan buah ke pabrik. Ada beberapa alat angkut yang dapat digunakan untuk mengangkut TBS dari perkebunan ke pabrik, yaitu truk, traktor gandengan (trailer), atau lori. Pemilihan alat angkut yang digunakan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama ketersediaan alat angkut dan kondisi jalan yang dilalui.

Asam lemak bebas pada minyak kelapa sawit, diakibatkan oleh kegiatan enzim lipase yang biasanya terjadi sebelum pemrosesan buah dilaksanakan. Buah kelapa sawit mengandung enzim lipase yang sangat aktif, yang dapat memecah lemak menjadi asam lemak bebas dan gliserol, bilamana struktur sel buah matang tersebut rusak.

PROSES PENGOLAHAN SAWIT

Buah kelapa sawit yang sudah matang dan masih segar hanya mengandung 0,1 % asam lemak. Tetapi buah yang sudah memar/luka atau pecah, dapat mengandung asam lemak bebas sampai 50 % hanya dalam waktu beberapa jam. Bahkan apabila buah dibiarkan begitu saja tanpa perlakuan khusus, dalam waktu 24 jam kandungan asam lemak bebasnya dapat mencapai 67 %. Untuk menghindari terbentuknya asam lemak bebas tersebut, pengangkutan buah dari kebun ke pabrik harus segera dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan secepatnya. 

Asam Lemak Bebas merupakan salah satu parameter kualitas CPO yang paling menentukan harga jual CPO di pasaran. Arnot (1963), mengkategorikan kandungan bahan-bahan yang dapat merusak kualitas minyak kelapa sawit pada tabel 2. 

Untuk produk downstream yang berbahan baku dari CPO seperti minyak goreng dan mentega, semakin rendah FFA CPO bahan bakunya semakin baik kualitas produk yang dihasilkan. Produk downstrem diolah/di produksi di REFINERY. 
Pengaruh FFA terhadap proses di Refinery.
  1. Semakin tinggi FFA, semakin sulit refined.
  2. Semakin tinggi FFA, kestabilan minyak semakin berkurang (Produk tidak tahan lama disimpan).
3. Target Manajement
Dari faktor-faktor tersebut diatas terlihat bahwa untuk mendapatkan kualitas CPO (FFA) yang baik adalah menjadi tanggung jawab (target) bersama antara Estate dan PKS. Dari uraian kedua target diatas (OER dan FFA) jelas terlihat bahwa OER dan FFA menjadi “target bersama” antara Estate dan PKS.

Target manajemen dan keharusan yang harus dilaksanakan Estate dan Mill dengan sebaik-baiknya agar diperoleh hasil minyak sawit yang berkualitas dan meminimalkan CPO (OER dan FFA) adalah sebagai berikut :

Q Estate : 
1) Restan TBS
Penumpukan buah di TPH berkaitan dengan faktor waktu, karena tandan tidak boleh menunggu terlalau lama agar kandungan ALB tidak terlalu tinggi dan tandan harus sudah naik pada kendaraan pengangkut menjelang hari gelap. Penumpukan pada truk atau kendaraan pengangkut juga berkaitan dengan faktor waktu. Bila penumpukan buah di TPH berjalan terlalu lambat, truk harus menunggu terlalu lama untuk mencapai muatan penuh. Dilokasi pabrik, truk mungkin antre terlalau lama menunggu bongkar muatan. 

2) Restan Berondolan
Restan berondolan dilapangan disebabkan oleh terlambatnya berondolan tersebut diangkut. Hal ini bisa disebabkan oleh keterlambatan berondolan dikutib dari areal sehingga pada saat pengangkutan bersamaan dengan TBS tidak terikut serta. Hal lain disebabkan oleh keteledoran angkutan yang tidak mengangkut berondolan.

3) Panen puncak
Pada bulan-bulan produksi puncak, pabrik kelapa sawit pada suatu perkebunan kelapa sawit berskla besar akan bekerja dalam tiga giliran (shift) atau dioperasikan sekitar 21 jam per hari (siang dan malam), sedangkan pekerjaan panen hanya dilakukan siang hari. Artinya, pekerjaan panen yang berlangsung sekitar 10-12 jam, harus mencukupi kebutuhan pabrik yang beroperasi dua kali lebih lama. Dengan demikian akan terjadi titik-titik penumpukan tandan, yang terutama terjadi di lokasi pabrik. Titik-titik penumpukan lainnya adalah di TPH-TPH dan truk pengangkut buah, baik dalam perjalanan ke pabrik atau waktu antre di lokasi pabrik menunggu bongkar muatan pada loading zone.

Q PKS : 
1) Kapasitas pabrik
Penumpukan dilokasi pabrik terutama berkaitan dengan kapasitas tampung. Bila pangangkutan buah berlangsung terlalu cepat, penumpukan di lokasi penumpukan tandan akan terlalubesar sehingga kapasitasnya juga harus diperbesar. Bila pengangkutan buah mengalami stagnasi, arus pemasukan buah ke pabrik (sarana pengolahan) juga akan mengalami stagnasi.

2) Handling (perlakukan di loading ramp)
Buah yang telah ditimbang kemudian dibongkar di loading ramp. Pengisian TBS di loading ramp harus teratur dan tidak melebihi kapasitas yang telah ditentukan. Loading ramp adalah tempat penimbunan sementara buah dan pemindahan tandan buah kedalam lori rebusan.

3) Grading TBS
Tujuan grading ialah selain untuk mengetahui kuantitas dan kualitas TBS yang diolah, juga sebagai feed back ke estate sehingga memperbaiki kualitas TBS yang akan dikirim ke pabrik. Minimum yang digrading adalah 10 – 15 % dari buah yang masuk, hal ini sudah menjadi kesepakatan bersama antara estate dan pabrik. 

3. PELAKSANAAN KOORDINASI
a. Perlu dilakukan rapat koordinasi antara Estate dan PKS sekali seminggu setiap hari sabtu / senin.
Materi Rapat :
  • Evaluasi hasil rapat minggu sebelumnya.
  • Kualitas TBS (grading)
  • Restan TBS dan berondolan
  • Pencapaian produksi (OER dan FFA)
  • Penetapan target-target minggu depan
  • Distribusi TBS
b. Menetapkan mandor grading bersama dari Estate di PKS.
Manfaatnya :
  • Menyamakan persepsi tentang kriteria TBS yang di kirim dari Estatae serta pengradingan antara Estate dan PKS
  • Mempercepat action atau informasi bila ada kualitas TBS yang masuk ke PKS diatas dan dibawah standard (kriteria grading)
c. Penyampaian data kualitas/hasil grading TBS harian sesegera mungkin ke Estate.
d. Saling Kunjungan
  • Saling kunjung antar Estate dan PKS dapat dilakukan dengan menggilir tempat rapat koordinasi.
  • Saat giliran rapat di PKS, satu jam sebelum rapat dimulai rombongan/peserta rapat dibawa keliling melihat langsung operasional PKS.
  • Demikian juga saat giliran rapat di Estate, sebelum rapat dimulai, peserta rapat dibawa ke Divisi/blok yang masalah dan dibahas saat rapat.
  • Peserta Rapat :
  1. Estate Manager
  2. Factory Manager
  3. Askep Estate
  4. Askep PKS
  5. Asisten Laboratorium
  6. Asisten Divisi (undangan)
Hal-hal diatas keseluruhannya berkaitan dengan biaya yang harus dikeluarkan dan atau pendapatan yang diterima perusahaan. Karena itu perlu dicari titik perimbangan optimal antara Estate dan MILL tentang penumpukan buah di TPH, arus pengangkutan buah ke pabrik, kelancaran kerja di loading zone, maupun kapasitas loading zone-nya, dan kelancaran operasional sarana pengolahan tertutama pada bulan-bulan produksi puncak.

4. Saling Ketergantungan
CPO TBS 
Flow chart ketergantungan
PKS 

Keterangan :
Dari flow chat terlihat bahwa antara Estate dan PKS saling membutuhkan. Demikian juga halnya bila kita perpanjang flow chartnya sampai ke produk jadi (Refinery) akan terlihat saling membutuhkan antara PKS dengan Refinery akan jadi pelanggan untuk PKS dan seterusnya bila diteruskan sampai ke masyarakat. Untuk kepuasan pelanggan, masing-masing produsen harus memberikan produk terbaik kepada pelanggannya.

Proses Pengolahan TBS (SAWIT) Rating: 4.5 Diposkan Oleh: frf

0 komentar:

Posting Komentar