Selasa, 24 Januari 2017

PROSES PENGOLAHAN SAWIT

Strategi Perencanaan Produksi dan Pengendalian Bahan Baku Pada Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PTP Nusantara VI Kebun Rimbo Dua Kabupaten Tebo Propinsi Jambi
Ringkasan
Perencanaan produksi dan pengendalian bahan baku merupakan salah satu aspek penting dalam manajemen operasi dalam agribisnis. Kenaikan harga maupun penurunan harga CPO di pasar dunia memerlukan antisipasi yang cepat sehingga perusahaan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. Untuk itu perusahaan harus mempunyai perencanaan produksi yang baik dalam proses produksi pabrik. Untuk itu penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisa perencanaan produksi CPO (minyak sawit) dan PK (inti sawit) pada pabrik kelapa sawit kebun Rimbo Dua PTP Nusantara VI dan menganalisa strategi pengadaan TBS dan pengendalian CPO dan PK serta strategi alternatifnya pada pabrik kelapa sawit kebun Rimbo Dua PTP Nusantara VI di Kabupaten Tebo Propinsi Jambi. Penelitian mengenai perencanaan produksi dan pengendalian bahan baku untuk mencapai tujuan perusahaan perlu dilakukan. Perencanaan itu sendiri merupakan langkah awal sebelum proses produksi dilaksanakan. Sehingga, dengan strategi perencanaan produksi yang tepat maka hasil yang diharapkan dapat diperoleh semaksimal mungkin.

I. Pendahuluan
Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor perkebunan unggulan di Indonesia yang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Dari kurun waktu tahun 2000 sampai 2009 perkembangan luas areal perkebunan hampir dua kali lipat yang pada mulanya 4.158.077 ha menjadi 7.125.331 ha dan diiringi juga dengan peningkatan jumlah produksi (Khudori, 2008). 

Perkembangan tanaman kelapa sawit telah dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia dan menjadi unggulan tanaman perkebunan. Hal ini dikarenakan kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi dan merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati. Selain itu perkembangan perkebunan kelapa sawit juga didukung oleh produk-produk turunan kelapa sawit yang beraneka ragam dan mempunyai banyak kegunaan. Menurut Khudori (2008), saat ini Indonesia merupakan negara nomor satu penghasil CPO terbesar di dunia diatas Malaysia dan menjadi negara eksportir CPO terbesar di dunia. 

Untuk meningkatkan nilai guna kelapa sawit dan menambah nilai jualnya, maka akan lebih menguntungkan apabila hasil panen kelapa sawit diolah terlebih dahulu dibandingkan dengan menjual kelapa sawit tersebut tanpa diolah. Selanjutnya dalam proses pengolahan produk perkebunan kelapa sawit ini akan melibatkan berbagai macam pihak dan membutuhkan banyak sumber daya. Proses ini selanjutnya lebih dikenal dengan istilah agroindustri.

Pada proses agroindustri melibatkan banyak faktor seperti faktor modal, tenaga kerja, lahan, dan manajemen. Faktor-faktor ini saling mempengaruhi satu sama lain sehingga saling berkaitan. Semua faktor diatas dapat berjalan jika manajemen yang dikendalikan oleh sumber daya manusianya dapat berjalan dengan baik. Pentingnya manajemen dalam suatu proses agroindustri maupun organisasi adalah sebagai roda penggerak agar apa yang direncanakan dapat tercapai. Salah satu faktor yang sangat penting dalam proses agroindustri adalah perencanaan produksi.

Dalam perencanaan produksi, faktor yang tidak kalah penting adalah harga CPO yang mengalami fluktuasi. Hal ini karena harga CPO akan mempengaruhi jumlah produksi yang akan dihasilkan dan berpengaruh juga terhadap permintaan CPO itu sendiri. Dengan adanya fluktuasi harga maka akan terlihat pengaruhnya terhadap proses perencanaan produksi, dan dampaknya terhadap permintaan itu sendiri. Permintaan CPO berasal dari pasar dalam negeri dan luar negeri. Sebagian besar produksi CPO indonesia di ekspor ke luar negeri. Kontribusi CPO Indonesia mencapai 44, 3 % dari total produksi CPO dunia, lebih tinggi 41,2 % pangsa CPO Malaysia (Arifin, 2008).

PTP Nusantara VI (Persero) sebagai pengelola perkebunan kelapa sawit Negara memiliki wilayah kerja di dua Propinsi yaitu Propinsi Jambi dan Sumatera Barat. PKS (Pabrik Kelapa Sawit) Kebun Rimbo Dua di Kabupaten Tebo Propinsi Jambi merupakan salah satu dari 15 unit usaha yang ada pada PTP Nusantara VI dan memiliki pabrik pengolahan sendiri dengan kapasitas 30 ton/TBS/jam (PTP Nusantara VI Rimdu, 2007) serta memiliki luas areal perkebunan kelapa sawit 3.271 ha (PTP Nusantara VI, Rimdu, 2008).

Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang dimiliki PTP Nusantara VI adalah 5 buah dimana PKS Rimdu saat ini merupakan satu-satunya PKS yang memperoleh pasokan TBS dari kebun inti saja. Sedangkan PKS lain memperoleh pasokan dari kebun inti dan kebun plasma serta perusahaan di luar PTP Nusantara VI. PKS Kebun Rimbo Dua (Rimdu) berdiri pada bulan Juni 2006 dan menghasilkan CPO/minyak sawit mentah dan PK/inti sawit. Diawal berdirinya pabrik, bahan baku diperoleh dari beberapa CV dan kebun PTP N VI Solok Selatan. Tetapi seiring dengan sudah mulai dipanennya kebun kelapa sawit yang dimiliki Rimdu, maka pasokan TBS dari luar dihentikan.




Sejak itu PKS Kebun Rimdu memperoleh pasokan bahan baku dari kebun inti yaitu Kebun Rimsa (Rimbo Satu) dan Kebun Rimdu (Rimbo Dua). Akan tetapi, PKS Kebun Rimdu memiliki kendala yaitu produksi kebun yang mereka miliki belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pabrik sedangkan pasokan dari kebun lain tidak banyak karena baru dilakukan proses peremajaan. Selain itu pasokan TBS (Tandan Buah Segar) dari kebun di Solok Selatan, sejak bulan September 2007 tidak lagi dibawa ke PKS Rimdu karena pertimbangan biaya transportasi yang besar.

Selama pabrik belum beroperasi optimal butuh waktu yang cukup lama sehubungan tanaman yang belum menghasilkan atau belum dapat dipanen seluruhnya maka perusahaan memerlukan strategi yang khusus untuk mengatasi masalah ini. Hal ini dikarenakan selama waktu menunggu tersebut biaya-biaya akan tetap dikeluarkan baik biaya langsung maupun tidak langsung, sedangkan pendapatan dari pabrik belum maksimal karena proses produksi pabrik terbatas disebabkan terbatasnya bahan baku.

Selain itu perubahan harga CPO di pasar dunia juga mempengaruhi jumlah permintaan dan penawaran. Fluktuasi harga CPO mempengaruhi proses produksi pabrik. Hal ini akan berpengaruh juga pada jumlah produksi yang dihasilkan. Kenaikan harga maupun penurunan harga memerlukan antisipasi yang cepat sehingga perusahaan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk (1) menganalisa perencanaan produksi CPO (minyak sawit) dan PK (inti sawit) pada pabrik kelapa sawit kebun Rimbo Dua PTP Nusantara VI dan (2) menganalisa strategi pengadaan TBS dan pengendalian CPO dan PK serta strategi alternatifnya pada pabrik kelapa sawit kebun Rimbo Dua PTP Nusantara VI Kabupaten Tebo Propinsi Jambi. 

II. Tinjauan Pustaka 
Kelapa Sawit
Tanaman Kelapa Sawit (Elais guineensis Jacq) diyakini berasal dari Guinea dan Angola di Afrika Barat. Namun ada beberapa pendapat mengatakan bahwa tanaman kelapa sawit berasal dari daerah Amerika Selatan (Ginting,1997). Sedangkan di Indonesia mulai dibudidaya pada tahun 1848 dan mulai dibudidaya secara komersil dalam bentuk perusahaan perkebunan pada tahun 1911 (Satyawibawa dan Widyastuti, 1997).

Bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomi tinggi adalah buahnya yang tersusun dalam sebuah tandan, biasa disebut dengan TBS (Tandan Buah Segar). Buah sawit di bagian sabut (daging buah atau mesocarp) menghasilkan minyak sawit kasar (crude palm oil atau CPO) sebanyak 20-24%. Sementara itu, bagian inti sawit menghasilkan minyak inti sawit (palm kernel oil atau PKO) 3-4% (Sunarko, 2007). Tanaman kelapa sawit menghasilkan buah yang disebut tandan buah segar (TBS). setelah diolah, tandan buah segar akan menghasilkan minyak. Minyak yang berasal dari kelapa sawit terdiri atas dua macam. Pertama, minyak yang berasal dari daging buah (mesocarp) yang dihasilkan melalui proses perebusan dan pemerasan (press), dikenal sebagai minyak sawit kasar atau crude palm oil (CPO). Kedua, minyak berasal dari inti sawit, dikenal sebagai minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO) (Pardamean, 2008)

Istilah yang tidak dapat dipisahkan dari kelapa sawit adalah rendemen. Rendemen secara umum didefinisikan sebagai persen jumlah yang dapat dimanfaatkan dari jumlah keseluruhan. Rendemen kelapa sawit menunjukkan berapa kandungan minyak sawit yang berada didalam buah sawit atau TBS. Agar jumlah rendemen dalam kelapa sawit tidak berkurang maka harus dilakukan usaha untuk menjaga agar kualitas rendemen tetap tinggi dengan memperhatikan saat TBS sebelum dipanen, pengangkutan TBS ke pabrik, penimbangan TBS dan Pabrikasi (pengolahan TBS di pabrik).

Teori Persediaan
Manajemen persediaan (inventory control) atau disebut juga inventory management atau pengendalian tingkat persediaan adalah kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penentuan kebutuhan material sedemikian rupa sehingga di satu pihak kebutuhan operasi dapat dipenuhi pada waktunya dan dilain pihak investasi persediaan material dapat ditekan secara optimal.

Pengendalian tingkat persediaan bertujuan untuk mencapai efisiensi dan efektifitas optimal dalam penyediaan material. Barang persediaan adalah sejumlah material yang disimpan dan dirawat menurut aturan tertentu dalam tempat persediaan agar selalu dalam keadaan siap pakai dan ditatausahakan dalam buku perusahaan (Indrajit, 2003).

Perencanaan dan Pengendalian Bahan baku
Tujuan dari perencanaan dan pengendalian produksi adalah merencanakan dan mengendalikan aliran material ke dalam, di dalam, dan keluar pabrik sehingga posisi keuntungan optimal yang merupakan tujuan perusahaan dapat dicapai. Pengendalian produksi dimaksudkan untuk mendayagunakan sumber daya produksi yang terbatas secara efektif, terutama dalam usaha memenuhi permintaan konsumen dan menciptakan keuntungan bagi perusahaan, Yang dimaksudkan sebagai sumber daya adalah mencakup fasilitas produksi, tenaga kerja, dan lain sebagainya. Oleh karena itu perencanaan dan pengendalian produksi mengevaluasi perkembangan permintaan konsumen, posisi modal, kapasitas produksi, tenaga kerja, dan lain sebagainya (Kusuma, 2004).

Analisa SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sitematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model yang paling popular untuk analisis situasi adalah analisis SWOT (Rangkuti, 2000). Hasil identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi perusahaan kemudian dikombinasikan sehingga memperoleh strategi yang merupakan perpaduan kekuatan-peluang (S-O), kelemahan-peluang (W-O), kekuatan-ancaman (S-T), kelemahan-ancaman (W-T). 

Bab III. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara VI ( PTPN VI ) kebun Rimbo Dua Kecamatan Rimbo Ilir Kabupaten Tebo Propinsi Jambi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Dalam mengumpulkan data primer dan sekunder digunakan teknik wawancara, dengan menggunakan schedule quistioner ataupun interview guide (Nazir, 2003). Data yang dikumpulkan adalah data enam bulan terakhir yaitu data dari bulan Juli sampai Desember 2008 karena saat itu terjadi fluktuasi harga CPO dan TBS.

Variabel yang diamati
Untuk tujuan pertama yaitu menganalisa perencanaan produksi CPO pada pabrik kelapa sawit PTP Nusantara VI, variabel kualitatif yang diamati adalah (1) Faktor Internal (kekuatan dan kelemahan) yang meliputi proses produksi, kapasitas produksi, tenaga kerja, modal kerja, kualitas, pemasok bahan baku, dan biaya; dan (2) Faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang meliputi kondisi dunia usaha, teknologi, kebijakan pemerintah, upah tenaga kerja dan situasi pasar dan pesaing.

Untuk menjawab tujuan kedua yaitu mengetahui strategi pengadaan dan pengendalian bahan baku pada pabrik kelapa sawit PTP Nusantara VI, variabel yang diamati adalah (1) Faktor Internal yang meliputi persediaan bahan baku, persediaan bahan jadi dan persediaan bahan penolong dan (2) Faktor Eksternal yaitu persediaan bahan baku dan persediaan bahan penolong yang berada diluar kewenangan pabrik

Analisis Data
Analisis data yang digunakan dilakukan dengan analisis kualitatif dengan menggunakan metode SWOT yaitu dengan menganalisa faktor internal dan eksternal perusahaan baik kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengadaan dan pengendalian bahan baku di pabrik kelapa sawit PTP Nusantara VI. Hasil idenifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi perusahaan kemudian dikombinasikan sehingga diperoleh strategi yang merupakan perpaduan kekuatan-peluang (S-O), kelemahan-peluang (W-O), kekuatan-ancaman (S-T), kelemahan-ancaman (W-T). 

Bab IV. Hasil dan Pembahasan
Gambaran umum PTPN VI Kebun Rimbo Dua
Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara VI (PTPN VI) merupakan penggabungan dari unit usaha bekas PTP III, PTP IV, PTP VI, dan PTP VII di Wilayah Jambi dan Sumatera Barat. Gabungan unit-unit usaha tersebut terdiri dari kebun karet, kebun kelapa, kebun kakao, kebun teh dan kebun kelapa sawit. Seiring dengan penggabungan tersebut maka pada akhirnya hanya ditanami tanaman karet, teh dan kelapa sawit. Gabungan PTP di Jambi dan Sumatera Barat ini diperkuat oleh Peraturan Pemerintah No.11/1996 tanggal 11 Februari 1996 dan Surat Keterangan Menteri Keuangan RI No. 165/KMK.016/1996 tanggal 11 Maret 1996.

PTP Nusantara VI (Persero) adalah BUMN yang bergerak di sektor agribisnis dan menjadikan komoditi kelapa sawit sebagai unggulan utama perusahaan karena komoditi ini dan produk turunannya memiliki prospek cerah. Unit usaha kebun Rimbo Dua merupakan salah satu dari 15 unit usaha yang berada di bawah PTP Nusantara VI Jambi-Sumbar. Kebun Rimbo Dua sendiri memiliki dua bagian yaitu kebun kelapa sawit yang terdiri dari 5 Afdeling dan pabrik kelapa sawit. Pabrik kelapa sawit Rimdu didirikan pada tahun 2005 dan mulai beroperasi pada bulan Juni 2006. 

1. Faktor Internal
Pemasok
Bahan baku yang diolah adalah tandan buah segar (TBS). TBS diperoleh dari kebun inti dan beberapa kebun milik swasta diluar perusahaan. Pada tahun 2006 awal berdirinya pabrik pasokan TBS didatangkan dari kebun milik swasta, tetapi sejak tahun 2007 pasokan dari kebun milik swasta dihentikan dengan alasan untuk menjaga kualitas rendemen, sedangkan pasokan dari kebun inti Solok Selatan juga dihentikan dengan alasan jarak yang jauh sehingga mengakibatkan biaya transportasi menjadi lebih besar. 

Mulai tahun 2008 pasokan bahan baku diperoleh dari Kebun inti saja yaitu Kebun Rimbo Satu dan Rimbo Dua. Jumlah TBS yang masuk ke pabrik rata-rata 400 ton/hari. Ini masih jauh dari kapasitas pengolahan pabrik yang mencapai 700 ton/hari. Hal ini dikarenakan belum semua tanaman pada kebun Rimsa mampu menghasilkan TBS secara optimal. 

Proses Produksi dan Operasi
Proses produksi adalah proses transformasi input menjadi output yang bermanfaat atau bernilai tambah. Pada pabrik kelapa sawit inputnya adalah bahan baku berupa TBS dan outputnya adalah CPO dan inti sawit. 
  1. Timbangan Menimbang berat TBS yang akan diangkut oleh truk ke loading ramp 
  2. Loading Ramp Sebagai wadah penimbunan sementara, juga berperan untuk memuat buah ke dalam lori. Penimbunan buah yang sampai bermalam di loading ramp dapat menutunkan mutu minyak sawit bahkan lebih sepat dari penurunan mutu akibat penimbunan di lapangan 
  3. Genset Sumber arus listrik/energi bagi proses produksi 
  4. Turbin uap Pembangkit listrik 
  5. Ketel uap Menghasilkan uap panas dalam proses perebusan 
  6. Hoisting crane Mengangkut buah hasil rebusan dari sterilizer ke threser 
  7. Screw press Alat kempa adonan yang berasal dari digester 
  8. Sludge separator Memisahkan minyak dari air dan kotoran 
  9. Oil purifier Memurnikan minyak 
  10. Decanter Memisahkan fase padat, fase minyak dan fase air 
  11. Pompa air Memompakan air 
  12. Lori Menampung TBS ke perebusan dengan kapasitas 2,7 ton 
  13. Sterilizer Merebus TBS 
  14. Autopider Alat transport untuk buah yang sudah direbus untuk dipipil 
  15. Digester Pengadukan pasca brondolan 
  16. Fruit elevator Mengangkat brondolan ke elevator 
  17. Cake breaker conveyor (CBC) Memecahkan gumpalamn ampas yang terdiri dari biji dan serat 
  18. Polishing drum Memidahkan fraksi ringan dan berat dari CBC 
  19. Fibre cyclone Menerima pecahan gumpalan dari CBC 
  20. Nut silo Memeram biji 
  21. Nut craker Memecah biji 
  22. Hidro cyclone Memisahkan inti dari tempurung 
  23. Kernel silo Wadah mengeringkan inti 
Sumber : bagian produksi PKS Rimdu, 2009
Mesin-mesin beroperasi secara kontinyu sehingga jalannya fungsi satu mesin tidak terlepas dari jalannya mesin yang sebelumnya begitu pula dengan jalan mesin setelahnya. 

Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang bekerja pada PKS Rimdu memiliki tingkat pendidikan mulai daei SD, SMP, SMA hingga tamatan perguruan tinggi. Tenaga kerja di PTP Nusantara VI bukanlah Pegawai Negeri Sipil (PNS), pemberlakuan golongan kepangkatan hanya mengikuti ketentuan dari kantor direksi yang berguna untuk menyamakan gaji dan tunjangan bagi seluruh tenaga kerja PTP Nusantara VI.

Kualitas
PKS Rimdu merupkan salah satu dari 5 pabrik kelap sawit yang dimiliki oleh PTP Nusantara VI. PKS Rimdu merupakan pabrik yang memiliki kualias CPO dengan rendemen yang paling tinggi jika dibandingkan dengan pabrik yang lainnya. Kualitas rendemen CPO ditentukan oleh TBS yang masuk dan diolah di pabrik. Untuk mempertahankan kualitas rendemen di pabrik maka asisten pengawasan mutu selalu menjaga agar kualitas TBS tetap sesuai dengan standar pabrik. Untuk menjaga kualitas CPO juga dilakukan dengan menjaga kebersihan pabrik dan prosedur kerja harus sesuai dengan petunjuk teknis untuk menjalankan pekerjaan. Dengan demikian hasil dari produk berupa CPO dan inti menjadi lebih berkualitas. 

Modal
PKS Rimdu memiliki sumber modal dalam bentuk uang dan sumber daya yang lain baik itu berupa peralatan dalam jumlah besar. Hal ini didukung oleh pihak pusat dalam hal ini kantor direksi dalam mendukung segala keperluan yang dibutuhkan oleh pabrik. Ini dikarenakan PKS merupakan sumber pendapatan karena menghasilkan produk berupa CPO dan inti yang akan dijual dan menjadi sumber pemasukan bagi perusahaan. Modal awal pendirian pabrik sekitar Rp. 70 miliar dan dapat dipenuhi oleh perusahaan dengan modal yang ada sekitar Rp. 81 miliar.

Teknologi
Mengingat tidak adanya pasokan PLN, maka alternatif yang dipilih untuk energi adalah pembangkit yang berasal dari boiler dan turbin uap dengan daya listrik sebesar 620 – 684 Kwh. Untuk sumber energi cadangan dipakai dari genset diesel berkekuatan 500 Kva sebanyak 2 unit dan 250 Kva sebanyak 1 unit. Kebutuhan energi listrik perbulannya sekitar 4.368 KWh yang digunakan untuk operasional pabrik dan perumahan karyawan. Bahan bakar yang diperlukan untuk beroperasinya pabrik terutama solar, jumlahnya mencapai + 17.000 liter per bulan. Energi untuk menggerakkan mesin-mesin di pabrik berasal dari mesin ketel uap, mesin diesel BBM dan mesin biodiesel. 

2. Faktor Eksternal
Kondisi dunia usaha
Perkembangan perdagangan CPO selama bulan Juli – Desember 2008 yang di ambil dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) dapat dilihat pada tabel 3.

Kebijakan pemerintah
Dalam pengelolaan kebun kelapa sawit perusahaan menggunakan tanah negara yang diizinkan dengan Hak Guna Usaha (HGU). HGU yang dimiliki perusahaan berlaku selama 30 tahun dan dapat diperbaharui kembali kontraknya. HGU pertama terbit tahun 1979 dan berakhir pada tahun 2008. Saat ini lahan yang digunakan merupakan perpanjangan dari kontrak HGU yang sebelumnya.

Upah tenaga kerja
Upah tenaga kerja di PKS diberikan sesuai dengan pangkat dan golongan karyawan. Walaupun beberapa golongan gaji pokoknya berada di bawah upah minimum provinsi (UMP) Jambi tetapi gaji total yang diterima termasuk tunjangan melebihi UMP yang berlaku. UMP Provinsi Jambi pada tahun 2008 adalah Rp.724.000/bulan. Karyawan selain menerima gaji pokok juga menerima premi kerja, upah lembur dan tunjangan.

Pasar dan pesaing
CPO dari PKS Rimdu dipasarkan ke PT Agrindo Indah Persada (AIP) di Kabupaten Merangin sedangkan PK dipasarkan ke Pabrik pengolahan inti sawit di kawasan Padang Industrial. Pihak PKS tidak mengalami kesulitan dalam pemasaran karena pelanggan sudah melakukan kontrak. Dalam memasarkan produknya, baik CPO maupun PK pihak perusahaan tidak memperoleh saingan dari perusahaan sejenis karena memiliki pelanggan yang berbeda.

Persediaan bahan baku
TBS yang masuk ke pabrik adalah kontinyu tiap harinya. Hal ini dikarenakan di kebun setiap harinya dilakukan pemanenan TBS untuk menghindari adanya waktu menunggu (idle time). Idle time hanya terjadi jika semua TBS yang ada di pabrik sudah diolah tetapi TBS yang sudah di panen di kebun tidak bisa dibawa ke pabrik karena cuaca buruk berupa hujan yang mengakibatkan mobil pengangkut mengalami kesulitan dalam membawa TBS ke pabrik. Untuk itu perusahaan melakukan perbaikan jalan dikebun demi kelancaran pasokan bahan baku.

Persediaan bahan jadi
CPO disimpan di tangki timbun yang terdapat dua buah, sementara PK disimpan di bulk silo yang terdapat satu buah. Perhitungan persediaan CPO dilakukan dengan menggunakan alat ukur berupa meteran yang terbuat dari plat yang ujungnya diberi pemberat berbentuk kerucut. Setelah itu dilaksanakan pengukuran temperatur CPO. Jumlah CPO dan PK di gudang selalu tersedia. Hal ini terjadi karena persediaan selalu ada untuk berjaga-jaga jika tiba-tiba permintaan terhadap CPO dan PK bertambah. 

Persediaan bahan penolong
Persediaan bahan penolong dan spare part pada bagian ini dimaksudkan sebagai barang yang akan digunakan untuk menghasilkan barang jadi (CPO dan PK). Persediaan bahan penolong seperti BBM, pelumas, spare part mesin PKS, bahan kimia pabrik selalu tersedia persediaan minimal di gudang. Persediaan minimal dimaksud untuk menjaga kelancaran operasional pabrik. Kemudian untuk spare part mesin biasanya mempunyai cadangan dan ada juga yang sudah disediakan oleh kantor pusat. PKS hanya menerima kiriman kantor pusat sesuai dengan kebutuhan pabrik.

Dari hasil penelitian maka dirumuskan strategi dengan menggunakan analisa SWOT yang dilakukan oleh perusahaan. Strategi tersebut merupakan kombinasi dari berbagai faktor yang diperoleh yang memperlihatkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada di pabrik kelapa sawit kebun Rimbo Dua PTP Nusantara VI. Strategi perencanaan produksi Crude Palm Oil (minyak sawit) dan Palm Kernel (inti sawit) pada pabrik kelapa sawit kebun Rimbo Dua PTP Nusantara VI.

S) Strengths
Faktor-faktor Kekuatan:
  1. Memiliki pabrik dengan kapasitas 30 ton TBS/jam
  2. Sumber bahan baku (TBS) dari kebun sendiri
  3. Memiliki serikat pekerja yang solid dan kooperatif dengan perusahaan
  4. Disiplin karyawan tinggi 
  5. Mempunyai karyawan dengan kemapuan di bidang kelapa sawit
  6. Tingkat keamanan kerja tinggi (zero accident)
  7. Kualitas bahan baku (TBS) terjaga
  8. Memiliki dukungan modal yang kuat
  9. Teknologi terbaru dalam pengolahan kelapa sawit
  10. Memiliki teknologi biodiesel dan pupuk kompos (zero waste)
(W) Weakness
Faktor-faktor Kelemahan:
  1. Bahan baku (TBS) belum kadangkala tidak mencukupi kebutuhan pabrik
  2. Belum memiliki standar ekspor
O) Opportunities
Faktor-faktor Peluang :
  1. produk turunan kelapa sawit memiliki prospek cerah
  2. Permintaan akan CPO tinggi
  3. Pemerintah daerah mendukung industri kelapa sawit
  4. Tidak ada pesaing dalam memasarkan produk
  5. Terbuka kesempatan untuk ekspor CPO dan PK
  • Mempertahankan konsistensi mutu yang diinginkan konsumen dengan evaluasi terus – menerus (S1, S2, S7, S8,S9, O2, O3, O5)
  • Meningkatkan kapasitas olah dengan mengoptimalkan instalasi yang ada (S6, S9, O2, O5)
  • Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pabrik (S3, S9, O2, O5)
  • Peningkatan kualitas dengan teknologi sesuai kebutuhan (S8, S9, S10, O1)
  1. Memperluas pangsa pasar dalam negeri (W2, O5)
  2. Kualitas produk dengan harga jual kompetitif (W1, O4)
  3. Diversifikasi produk (W1,O1)
(T) Threats
Faktor-faktor Ancaman :
  1. Fluktuasi harga karena resesi global mempengaruhi harga CPO 
  2. Tingginya pajak untuk perkebunan 
  3. Adanya serangan hama dan pencurian TBS 
  • Peningkatan kualitas SDM secara berkesinambungan 
  • Pengoperasian pabrik dengan melakukan penghematan biaya 
  • Penerapan Sistem Manajemen Kinerja (SMK) secara konsisten 
  • Perawatan dan pengawasan kebun oleh perusahaan 
  • Pengajuan perpanjangan masa HGU 
  1. Mengadakan pendekatan dengan BPN Pusat, Daerah dan Pemda dengan memenuhi persyaratan formil dan informil untuk percepatan perolehan sertifikat HGU 
  2. Optimalisasi lahan HGU 
  3. Menggunakan teknologi ramah lingkungan secara intensif
Beberapa strategi untuk pengadaan tandan buah segar dan pengendalian Crude Palm Oil dan Palm Kernel pada pabrik kelapa sawit kebun Rimbo Dua PTP Nusantara VI dapat dilihat pada tabel 5 berikut.

Eksternal
(S) Strengths
Faktor-faktor Kekuatan:
  1. Bahan baku (TBS) tersedia dengan kualitas yang baik
  2. Stok CPO dan PK digudang selalu ada
  3. Bahan penolong dan spare part untuk perawatan mesin selalu tersedia
  4. Kontiunitas pasokan terjaga
(W) Weakness
Faktor-faktor Kelemahan:
  1. Jumlah pasokan bahan baku (TBS) saat ini tidak mencukupi jumlah yang diinginkan
  2. Frekuensi bahan baku (TBS) yang masuk ke pabrik tidak teratur
  3. Jumlah persediaan TBS dan spare part mesin kadangkala tidak ada
  4. Kapasitas tangki timbun terbatas/tidak bisa untuk menampung lebih dari 1 bulan produksi CPO
(O) Opportunities 
Faktor-faktor Peluang : 
1. Kemungkinan produksi lebih banyak karena kebun Rimbo Satu belum panen maksimal 
  • Meningkatkan produksi kebun Rimbo Satu dan Rimbo Dua dengan pemberian pupuk kompos untuk meningkatkan RBT (Rata-rata Berat Tandan) (S1,S2,S3,S4,O1) 
  • Mengoptimalkan produksi kebun Rimbo Dua (W1,W2,W3,O1) 
  • Memaksimalkan panen dan jadwal pengiriman CPO (W1,W4,O1) 
(T) Threats 
Faktor-faktor Ancaman : 
  1. Pabrik tidak mengolah karena kekurangan bahan baku 
  2. Izin dari kantor pusat yang kadangkala memakan waktu 
  • Mengoptimalkan kinerja PKS sesuai dengan kapasitas mesin yang ada (S1,S3,S4,T1,T2) 
  • Memberikan kewenangan pada PKS untuk hal-hal penting (W3,T2) 
Strategi pada tabel 4 dan 5 selanjutnya dilakukan diskusi partisipatif dengan pihak Rimbo Dua dan diperoleh beberapa kesimpulan tentang strategi yang diterapkan oleh PKS Rimbo Dua. Hasil diskusi tersebut adalah PKS Rimbo Dua saat ini merupakan PKS dengan predikat baik diantara PKS yang ada di PTP Nusantara VI. Saat ini PKS Rimbo Dua menjadi pabrik percontohan karena mampu menerapkan standar kerja yang zero waste dan zero accident. 

Strategi yang diterapkan dalam perencanaan produksi CPO dan PK pada PKS Rimbo Dua adalah Optimalisasi kinerja pabrik dan kebun sehingga mampu berproduksi maksimal dengan memanfaatkan semua sumber daya yang ada. Hal ini dilakukan karena PKS Rimbo Dua merupakan satu-satunya pabrik di PTP Nusantara VI yang bahan bakunya diperoleh dari kebun sendiri, sedangkan pabrik lainnya mendatangkan bahan baku dari kebun inti dan plasma serta pihak swasta.




Kebijakan lain yang diambil oleh PKS Rimbo Dua adalah mengurangi biaya yang digunakan di pabrik. Efisiensi biaya dilakukan pada penghematan biaya bahan bakar mesin. Untuk itu dalam penggunaan energi maka PKS Rimbo Dua menggunakan energi alternatif yaitu penggunaan biodiesel dalam menjalankan mesin-mesin pabrik. Hal ini dilakukan untuk mengurangi konsumsi bahan bakar solar dengan pengalihan energi.

Strategi yang digunakan dalam mengatasi kendala kekurangan bahan baku adalah dengan optimalisasi produksi kebun Rimbo Dua. Sedangkan produksi kebun Rimbo Satu saat ini sedang berada dalam masa perkembangan karena kebanyakan tanaman kelapa sawit masih berumur muda. Untuk mengoptimalkan produksi kebun Rimbo Dua maka PKS Rimbo Dua mendirikan pabrik pengolahan limbah untuk menghasilkan pupuk kompos yang digunakan pada kebun sendiri. Penggunaan pupuk kompos buatan sendiri ini dapat mempertahankan produksi kebun sehingga tetap tinggi. 

Bab 5. Penutup
PKS Rimbo Dua merupakan pabrik kelapa sawit yang menjadi percontohan di PTP Nusantara VI Jambi – Sumatera Barat karena menerapkan sistem zero accident dan zero waste. Dari strategi yang diusulkan dalam proses perencanaan produksi CPO dan PK pihak perusahaan harus memaksimalkan kinerja pabrik dengan menggunakan bahan baku yang ada. Untuk menjamin ketersediaan bahan baku perlu adanya optimalisasi kebun yang telah berproduksi. Selain itu pabrik dapat bekerjasama dengan petani dan pihak swasta untuk memenuhi pasokan bahan baku.

Selanjutnya yang tidak kalah penting adalah pengadaan TBS dan pengendalian CPO dan PK pihak perusahaan harus mempertahankan kinerja kebun yang telah dicapai selama ini sehingga mampu berproduksi maksimal dalam menghasilkan TBS serta mampu menjaga kualitas CPO dan PK yang dihasilkan dan mengembangkan penggunaan sumber daya secara efisien dan efektif (biodiesel dan pengolahan limbah).

DAFTAR PUSTAKA
  1. Arifin, Bustanul. 28 Juli 2008. Fenomena Penurunan Harga CPO. Seputar Indonesia : 5 (kolom 2-6)
  2. Gasperz, Vincent. 2005. Production Planning ang Inventory Control berdasarkan Pendekatan Sistem Terintegrasi MRP II dan JIT Menuju Manufakturing 21. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
  3. Ginting, Djagoman. 1997. Bercocok Tanam Kelapa Sawit (Elais Guinnes Jacq) dan Pengolahannya. SPMA Negeri Medan.
  4. Handoko, T. Hani. 2000. Dasar-dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Penerbit BPFE. Yogyakarta.
  5. Indrajit, Richardus Eko dan Richardus Djokopranoto. 2003. Manajemen Persediaan. Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
  6. Khudori. 24 November 2008. Titik Balik Industri Sawit. Kompas : 6 (kolom 3-7)
  7. Kusuma, Hendra. 2004. Manajemen Produksi, Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Penerbit ANDI. Yogyakarta.
  8. Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta
  9. Pardamean, Maruli. 2008. Panduan Lengkap Pegelolaan Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit. PT Agromedia Pustaka. Jakarta.
  10. Satyawibawa dan Widyastuti. 1997. Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran. Penebar Swadaya. Jakarta.
  11. Sunarko. 2007. Petunjuk Praktis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit. PT Agromedia Pustaka. Jakarta.
PENANGANAN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT ( Elaeis Guineensis Jacq.) PRA PENGOLAHAN DI
Abstract
The apprentice was conducted in Afdeling 7 PT Cipta Futura Plantation, South Sumatera from February until June 2009. The purpose of the apprentice generally was to developed intern’s knowledge and work experience in Palm Oil Plantation. The main purposes were to learn pre-processed Palm Oil Fresh Fruit Bunch (FFB) Handling and its effect to CPO quality. The quality of harvested fruit in PT Cipta Futura, Afdeling 7 was still not good enough. The percentage of unripe fruit was 3.76% (standard 0%) and ripened fruit was 94.01% . The fruit carrier productivity in Afdeling 7 was below the company’s standard/grade. Fuel usage was too much and carrying capacity was below the standard. Thus, the restan fruit that cause financial loss the company was often occurred. The Free Fatty Acid (FFA) in PT Cipta Futura was below 2%, which means it reached the SNI, but transport manajemen was still need to be fixed for transport eficiency.
Key words: palm oil, fresh fruit bunch, handling, pre-processed

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan penghasil minyak nabati yang bisa diandalkan dan merupakan komoditas perkebunan di Indonesia. Kelapa sawit menyumbang devisa cukup besar bagi pembangunan karena pada tahun 2005 volume ekspor 10 376 200 ton minyak sawit mentah (CPO) mencapai nilai US $ 3 756 283 000. Pada tahun 2007 ekspor CPO meningkat menjadi 11 875 400 ton dengan mencapai nilai US $ 7 868 640 000 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008). Oleh karena itu, kelapa sawit memiliki potensi yang sangat besar.

Selain digunakan sebagai minyak goreng, minyak kelapa sawit juga digunakan oleh berbagai industri sebagai bahan utama atau campuran untuk menghasilkan produk-produk bahan makanan, kosmetika, obat-obatan, serta industri berat dan ringan. Karena kegunaannya itu, minyak kelapa sawit banyak dibutuhkan, sehingga perlu terus dilakukan peningkatan produksi minyak kelapa sawit untuk memenuhi permintaan baik dari dalam maupun luar negeri.

Salah satu cara untuk meningkatkan produksi kelapa sawit adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya (SDM), yaitu dengan menciptakan SDM yang memiliki kemampuan memadai dan menguasai bidang kerjanya. Selain peningkatan produksi kelapa sawit, perlu juga diperhatikan kualitas minyak kelapa sawit. Salah satu penilaian kualitas minyak kelapa sawit adalah kandungan Asam Lemak Bebas (ALB), selain warna, kadar kotoran dan kadar air minyak. Menurut Badan Standardisasi Nasional (1992), kandungan ALB (sebagai asam palmitat) dalam minyak kelapa sawit yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) maksimum 5.00 % (bobot/bobot). Oleh karena itu, kualitas minyak kelapa sawit perlu diperhatikan. Kualitas minyak kelapa sawit dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terkait dengan cara pemanenan sampai proses penanganan pasca panen tandan buah segar (TBS). 

Dalam pengelolaan penanganan TBS di kebun kelapa sawit, faktor transportasi mendapat perhatian khusus. Keterlambatan pengangkutan TBS (restan) ke pabrik kelapa sawit (PKS) akan mempengaruhi proses pengolahan, kapasitas olah, dan mutu produk akhir (Pahan, 2008). Faktor transportasi meliputi jarak pengangkutan TBS ke PKS, keadaan/kondisi jalan, kondisi topografi lahan, serta jumlah dan kondisi alat angkut. Selain itu, ketepatan penanganan bahan juga dipengaruhi oleh bagaimana perbandingan antara volume produksi kebun dengan volume penerimaan dan kapasitas pabrik kelapa sawit. Oleh karena itu, dibutuhkan sistem dan perencanaan yang tepat.

Secara umum, kegiatan magang ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan penulis dan memperoleh pengalaman bekerja langsung di kebun kelapa sawit. Selain itu penulis dapat membandingkan antara teori yang diperoleh di kampus dan praktik di lapangan, baik dari aspek teknis maupun manajemen di perkebunan kelapa sawit. Kegiatan magang bertujuan untuk mempelajari penanganan Tandan Buah Segar (TBS) pra pengolahan serta pengaruhnya terhadap kualitas CPO yang dihasilkan.

METODE MAGANG
Tempat dan Waktu
Kegiatan magang dilaksanakan di kebun kelapa sawit Afdeling 7, PT Cipta Futura, Sumatera Selatan. Kegiatan magang dimulai dari bulan Februari 2009 sampai bulan Juni 2009.

Metode
Selama magang, dilaksanakan kegiatan kerja dengan berbagai tingkatan jabatan, yaitu bekerja sebagai karyawan harian lepas (KHL), mandor/mandor besar, sampai menjadi asisten kepala afdeling. Selain bekerja di lapangan, penulis mengumpulkan data yang diperlukan, meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan kegiatan dan pengamatan secara langsung di lapangan, wawancara dan diskusi dengan karyawan dan staf, serta menganalisa data mengenai kegiatan pascapanen di lapangan. Data sekunder diperoleh dari laporan manajemen perusahaan dan sumber pustaka pendukung.

Pada tahap KHL, penulis mengikuti semua kegiatan yang dilaksanakan oleh KHL. Pekerjaan yang dilakukan terutama pada aspek budidaya seperti memperbaiki infrastruktur kebun, pemeliharaan, sampai dengan panen dan pascapanen. Pada saat sebagai mandor, penulis melakukan pengawasan pada semua kegiatan, penghitungan kebutuhan tenaga kerja dan biaya yang dikeluarkan serta perhitungan kebutuhan proses budidaya. Saat menjadi asisten kepala afdeling, penulis melakukan perencanaan dan pengawasan serta menganalisis permasalahan manajerial yang dihadapi di lapangan.

PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Pemanenan
Panen merupakan kegiatan pemotongan tandan buah segar dari pohon hingga diangkut ke pabrik. Kegiatan pemanenan merupakan kegiatan yang sangat penting karena merupakan sumber pendapatan perusahaan melalui penjualan minyak kelapa sawit (MKS) dan inti kelapa sawit (IKS). 

Perusahaan Cipta Futura memiliki target produksi yang ditetapkan setiap tahun untuk dicapai oleh setiap afdeling. Persentase realisasi panen tiap afdeling akan mencerminkan kualitas kerja karyawannya. Oleh karena itu, setiap afdeling berusaha meningkatkan produktivitas panen. Seperti pada Tabel 1, realisasi panen Afdeling 7 tahun 2009, menunjukkan bahwa produksi meningkat di bulan April dan Mei hingga melebihi target yang ditentukan perusahaan.

Angka Kerapatan Panen (AKP)
Angka kerapatan panen diperoleh dari hasil sensus buah. Tujuan dilakukan sensus buah adalah untuk mengetahui AKP setiap bulannya dan memperkirakan hasil pada rotasi panen berikutnya, sehingga dapat menentukan taksasi panen pada bulan tersebut sampai dengan enam bulan ke depan. AKP digunakan untuk menghitung taksasi panen. Taksasi panen adalah perkiraan produksi kebun yang digunakan untuk memperkirakan jumlah tenaga kerja panen dan alat pengangkutan yang dibutuhkan untuk mengangkut TBS. 

Kriteria Matang Panen
Penentuan kriteria matang panen sangat penting dilakukan, agar pemanen memotong tandan buah yang tepat. Secara teori, tandan yang ideal untuk dipanen ialah pada saat kandungan minyak maksimal dalam daging buah dan kandungan asam lemak bebas yang serendah mungkin. Kriteria matang panen bergantung pada berat tandan, yaitu untuk berat tandan lebih dari 10 kg sebanyak 2 brondolan/kg dan untuk berat tandan kurang dari 10 kg sebanyak 1 brondolan/kg. 

Kriteria matang panen yang digunakan di PT Cipta Futura Afdeling 7 adalah apabila terdapat 1 brondolan jatuh di piringan, maka tandan harus dipanen. Dengan asumsi sudah terdapat beberapa buah membrondol, tetapi tersangkut di ketiak pelepah. Namun, pengertian kriteria panen tersebut dipahami oleh pemanen menjadi jika terdapat 1 buah yang sudah membrondol, berarti buah sudah layak dipanen dan mengakibatkan terdapat beberapa buah yang termasuk dalam fraksi 0 dan 1 juga ikut terpanen. Seperti disajikan pada Tabel 2 pengamatan kualitas potong buah.

Hasil pengamatan pada Tabel 2, menunjukkan bahwa terdapat buah mentah yang dipanen dari keseluruhan sampel sebesar 56 TBS atau 3.76 %, sedangkan buah matang yang dipanen sebesar 1 398 TBS (94.01 %) dan buah busuk sebanyak 33 TBS atau 2.22 %. Data tersebut menunjukkan bahwa kualitas potong buah masih belum sesuai standar. PT Cipta Futura menetapkan standar 0 % untuk panen buah mentah, sedangkan dari hasil pengamatan penulis, masih terdapat 3.76 % panen buah mentah.

Rotasi Panen
Rotasi (pusingan) panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai panen berikutnya pada tempat yang sama (Fauzi et al., 2008). Rotasi panen dipengaruhi oleh jumlah tenaga pemanen, kondisi hanca, luas areal yang dipanen, kondisi cuaca, dan yang terpenting adalah AKP. Terdapat tiga macam rotasi di PT Cipta Futura, yaitu 10/15, 7/10, dan 5/7. Rotasi 10/15 artinya terdapat 10 hari panen dengan 5 hari sebagai hari cadangan. Begitu pula dengan 7/10 (7 hari panen dengan 3 hari cadangan) dan 5/7 (5 hari panen dangan 2 hari cadangan). Tiga jenis rotasi ini digunakan sesuai dengan produksi kelapa sawit. Menurut Lubis (1992), panen kelapa sawit juga dipengaruhi oleh iklim sehingga dikenal panen puncak dan panen kecil. Seperti rotasi 5/7 yang digunakan pada saat panen puncak dan pada luasan panen kecil.

Sistem Panen
Kegiatan panen di PT Cipta Futura menggunakan sistem panen hanca giring tetap. Mandor panen menentukan pembagian hanca setiap apel pagi. Pembagian hanca dilakukan berdasarkan nomor pemanen dan nomor hanca. Setiap pemanen memiliki nomor pemanen dan akan mendapatkan hanca dengan nomor yang sama. Akan tetapi pembagian tersebut bisa berubah bergantung pada banyaknya regu kerja (RK) pemanen yang hadir dan luasan areal yang akan dipanen. 

Tenaga Kerja Panen
Tenaga kerja (TK) panen Afdeling 7 PT Cipta Futura yang terdaftar pada tahun 2009 berjumlah 94 orang pemanen. Setiap pemanen yang terdaftar diperbolehkan melakukan kegiatan pemanenan dibantu maksimal oleh seorang kenek langsir dan seorang pengutip brondolan. Sehingga setiap regu kerja pemanen beranggotakan maksimal tiga tenaga kerja.

Pengontrolan tenaga kerja panen perlu dilakukan untuk mengetahui hasil kerja pemanen. Apakah sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) panen yang ditetapkan oleh perusahaan dan agar produksi yang terealisasi dapat sesuai dengan rencana tahunan kebun. Pengontrolan tenaga kerja panen dilakukan dengan mengamati kualitas dan kuantitas kerja pemanen.

Penulis melakukan pengamatan mengenai kualitas penanganan hasil panen oleh tenaga kerja pengutip brondolan yaitu meliputi pengamatan brondolan tinggal, baik tertinggal di piringan, pokok sawit, pasar 2:1, dan gawangan mati yang disajikan dalam Tabel 3. Pengamatan ini dilakukan dengan membedakan jumlah TK setiap RK.

Rekapitulasi hasil pengamatan kualitas kutip brondolan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata presentase brondolan tinggal di piringan sebanyak 13.96 %, brondolan tinggal di pokok sebanyak 36.43 %, di pasar 2:1 sebanyak 12.55 % dan di gawangan mati sebanyak 37.05 %. Hasil pengamatan kualitas kutip brondolan menunjukkan bahwa kualitas kerja pengutip brondolan masih kurang baik. Dari data tersebut, brondolan tinggal di gawangan dan di pokok lebih banyak dari pada brondolan tinggal di piringan atau di pasar 2:1. Banyaknya berondolan tinggal disebabkan pada gawangan mati dan pada pokok sawit kurang diperhatikan oleh pengutip brondolan dan tempatnya tidak terlalu terlihat. Seperti pada gawangan mati, brondolan tertutupi oleh tumpukan pelepah, sedangkan pada pokok tanaman, brondolan terselip di ketiak pelepah. 

Pada Tabel 3, jumlah tenaga kerja pemanen dalam satu regu kerja mempengaruhi kualitas pengangkutan hasil panen di dalam hanca. Regu kerja yang terdiri dari 3 orang tenaga kerja memiliki kualitas kerja yang lebih baik dibandingkan dengan regu kerja yang terdiri dari 1 atau 2 tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat dari jumlah brondolan tinggal. RK yang terdiri dari 1 orang memiliki angka brondolan tinggal yang lebih tinggi.

Selain mengamati kualitas kutip brondolan, terdapat pula beberapa kejadian buah tinggal di dalam hanca. Pemanen tidak mengeluarkan buah karena lupa atau terlewat. Hal ini menjadi salah satu penyebab timbulnya kerugian bagi perusahaan. Penulis melakukan pengamatan terhadap pengangkutan TBS di dalam hanca yang disajikan pada Tabel 4.

Pada pengangkutan dalam hanca, PT Cipta Futura Afdeling 7 memberikan anjuran kepada pemanen untuk melakukan kegiatan pemanenan per pasar. Selain itu, pengangkutan TBS dan brondolan yang dilakukan per pasar juga dapat memudahkan dalam pengangkutan TBS dan brondolan ke PKS. Pada tabel hasil pengamatan TBS tinggal dalam hanca (Tabel 4), dapat dilihat kualitas angkut TBS di dalam hanca. Presentase total TBS tinggal di piringan sebesar 1.37 % dan di gawangan mati sebesar 0.83%. Standar perusahaan menerapkan 0% untuk TBS tinggal dalam hanca, sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas pengangkutan TBS dalam hanca masih kurang baik.

Panjang gagang TBS menjadi salah satu parameter pengamatan kualitas kerja pemanen yang penulis amati (Tabel 5). Standar pemanenan di PT Cipta Futura mengharuskan TBS yang tersusun di TPH untuk diangkut ke PKS sudah di potong gagang panjangnya. Gagang panjang TBS ini akan merugikan perusahaan, yaitu hanya menambah berat semu TBS dan tidak menghasilkan minyak, melainkan merupakan penyerap minyak saat pengolahan sehingga mengurangi dan merugikan produksi minyak. 

PT Cipta Futura menerapkan standar panjang gagang tidak boleh lebih dari 2 cm atau memotong gagang serapat mungkin dengan tandan tetapi jangan sampai melukai buah. Oleh karena itu, disarankan untuk memotong gagang berbentuk “V”.

Panjang gagang TBS di Afdeling 7 sudah baik, karena panjang gagang kurang dari 3 cm dan presentase gagang panjang hanya sebesar 2.43 %. Artinya terdapat 2-3 TBS bergagang panjang dari 100 TBS yang dipanen.

Pengangkutan Tandan Buah Segar
Pengangkutan TBS bertujuan mengirim TBS dan brondolan ke pabrik dalam keadaan baik melalui penanganan secara hati-hati dan menjaga jadwal pengiriman TBS secara tepat, sehingga minyak yang dihasilkan berkualitas baik dan pabrik kelapa sawit bekerja secara optimal. Ketiga faktor tersebut merupakan faktor terpenting dan saling mempengaruhi. Efisiensi pengangkutan TBS akan tercapai apabila unit angkutan memuat TBS secara maksimal dengan waktu seefisien mungkin.

PT Cipta Futura menggunakan dump truck sebagai unit pengangkutan. Dump truck tersebut berkapasitas maksimum 6 ton dan di Afdeling 7 terdapat 20 unit dump truck. Pengangkutan TBS di PT Cipta Futura dilakukan oleh kerani buah, supir dan pemuat yang bekerja sama dengan mandor dan supervisor panen. Kerani buah bertugas mengawasi jalur pengangkutan hasil panen yang sudah ditentukan oleh supervisor panen. Biasanya jalur pengangkutan buah yang menjadi tanggung jawab kerani dibagi per blok panen, satu kerani untuk satu blok panen. Mandor panen bertugas memberitahukan kerani buah di mana saja hanca yang dipanen dan berkoordinasi mengenai penempatan buah oleh pemanen.

Kondisi jalan yang rusak akan menyulitkan pengangkutan. Fauzi et al (2008) menyatakan bahwa curah hujan yang terlalu tinggi dapat menjadi masalah, terutama jalan untuk transportasi. Pada musim hujan, jalan Kebun Ujan Mas tersebut mengalami kerusakan karena jalan terbuat dari tanah, sehingga menyebabkan banyak truk pengangkut terpuruk yang mengakibatkan buah restan. 

Menurut Fauzi et al. (2008), TBS harus segera diangkut ke pabrik untuk diolah, yaitu maksimal 8 jam setelah panen. Buah yang tidak segera diolah akan mengalami kerusakan. Oleh karena itu, adanya buah restan akan merugikan perusahaan berdasarkan biaya dan kualitas minyak yang dihasilkan.

Pada Tabel 6 disajikan data buah restan di Afdeling 7 dengan rata-rata tiga kali terjadi buah restan dalam satu bulan. Buah restan yang ada, diangkut ke pabrik pada hari berikutnya. Pengangkutan buah di hari berikutnya dilakukan lebih awal dan didahulukan mengangkut buah restan ke pabrik.

Selain pentingnya memperhatikan produktivitas, perlu juga memperhatikan efisiensi pengangkutan. Salah satunya dengan melihat efisiensi pemakaian bahan bakar dibandingkan dengan kemampuan kendaraan angkut untuk mengangkut buah.

Pada Tabel 7 dapat dilihat produktivitas salah satu kendaraan angkut di Afdeling 7. Rata-rata produktivitas muatan per liter bensin adalah 0.42 (ton/liter). Adapun standar yang ditetapkan perusahaan untuk kegiatan transportasi adalah 0.6 untuk ton/liter.

Produktivitas alat angkut buah di Afdeling 7 ini masih dibawah standar perusahaan karena muatan per angkutan belum mencapai standar. Belum tercapainya standar muatan (tonase) per unit disebabkan oleh waktu angkut yang tidak terpakai dengan efisien. Kendaraan terlalu lama berkeliling blok panen untuk mencari TBS karena kurangnya koordinasi antara kerani buah dan mandor panen. Selain itu infrastruktur jalan juga mempengaruhi.

Administrasi Pengangkutan
Administrasi pengangkutan dikerjakan oleh kerani buah bagian administrasi. Administrasi pengangkutan adalah kegiatan mendata TBS dan brondolan hasil panen yang diangkut ke PKS. Kerani buah bagian administrasi bekerja menghitung TBS dan brondolan yang diangkut per truk. Perhitungan dilakukan berdasarkan catatan (kopelan) supir.

Pada lembar Surat Pengantar Buah (SPB) dituliskan jumlah TBS dan brondolan terangkut beserta bobot perkiraannya. Bobot tersebut diperoleh dari hasil kali jumlah TBS dengan komidelnya (bobot janjang rata-rata TBS yang ditentukan oleh perusahaan berdasarkan timbangan aktual). Karena terdapat 2 bobot komidel di Afdeling 7, maka perkiraan bobot muatan truk sering tidak akurat, sehingga terjadi selisih bobot yang cukup besar antara perkiraan bobot di SPB dan penimbangan aktual di PKS. Kesalahan perkiraan tersebut perlu diperbaiki untuk menghindari kerugian bagi perusahaan. Selisih bobot yang terlalu besar, jika dibiarkan akan menimbulkan masalah, seperti adanya buah restan tetapi tidak diketahui dan baru ditemukan setelah beberapa hari. Selain masalah buah restan, selisih bobot yang besar akan mengkhawatirkan keamanan TBS di lapangan. Bisa terjadi kemungkinan kehilangan TBS tanpa sepengetahuan pengelola kebun, karena tidak terlalu memperhatikan selisih bobot tersebut.

Banyaknya masalah yang timbul pada kegiatan pengangkutan hasil panen tersebut dapat menyebabkan penurunan kualitas buah yang akan merugikan perusahaan. Pengangkutan di Afdeling 7 juga belum memenuhi standar produktivitas dan efisiensi perusahaan. Oleh karena itu perlu mendapat perhatian khusus dari pihak kebun.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kegiatan magang yang dilakukan di PT Cipta Futura Plantation, Sumatera Selatan, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penulis dalam melaksanakan perkerjaan di perkebunan kelapa sawit. Penulis memperoleh pengalaman bekerja dan dapat membandingkan antara teori yang diperoleh di kampus dengan praktik di lapangan, baik dari aspek teknis maupun manajemen di perkebunan kelapa sawit.

Secara keseluruhan, kualitas kerja pemanen di Afdeling 7 masih kurang baik, karena presentase buah tinggal sebesar 0.27 % di piringan dan 0.17 % di gawangan mati (standar 0%). Jumlah tenaga kerja pemanen dalam satu regu kerja mempengaruhi kualitas pengangkutan hasil panen di dalam hanca. Regu kerja yang terdiri dari 3 orang tenaga kerja memiliki kualitas kerja yang lebih baik dibandingkan dengan regu kerja yang terdiri dari 1 atau 2 tenaga kerja. Panjang gagang TBS di Afdeling 7 sudah baik, karena panjang gagang kurang dari 3 cm dan presentase gagang panjang hanya sebesar 2.43 %.

Mutu buah panen di PT Cipta Futura Afdeling 7 masih kurang baik, karena adanya buah mentah sebesar 3.76 % (standard 0 %) dan presentase buah matang sebesar 94.01 %. Kualitas pengutipan brondolan di Afdeling 7 juga masih kurang baik. Karena terdapat 13.96 % brondolan tinggal di piringan, tinggal di pokok sebanyak 36.43 %, di pasar 2:1 sebanyak 12.55 % dan di gawangan mati sebanyak 37.05 %. Brondolan tinggal di gawangan dan di pokok lebih banyak dari pada brondolan tinggal di piringan atau di pasar 2:1, karena tempatnya tidak terlalu terlihat oleh pengutip.

Rata-rata produktivitas muatan per liter bahan bakar adalah 0.42 ton/liter (standar 0.6 ton/liter). Produktivitas alat angkut buah di Afdeling 7 ini masih di bawah standar. Pemakaian BBM masih terlalu banyak dan tonase belum mencapai standar perusahaan. PT Cipta Futura memiliki rata-rata kandungan ALB di bawah 2 %, artinya sudah memenuhi SNI, tetapi manajemen pengangkutan tetap harus diperbaiki untuk mencapai efisiensi pengangkutan

Saran
  1. Mutu buah, kebersihan hanca, dan gagang panjang berkaitan dengan kualitas kerja pemanen, sehingga diperlukan pengawasan panen yang baik.
  2. Pemberian informasi kepada tenaga kerja pemanenan diperbaiki lagi, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman mengenai kriteria potong buah. 
  3. Perawatan infrastruktur terutama jalan perlu diperhatikan, agar tidak menghambat kelancaran transportasi buah ke pabrik.
  4. Penggunaan buku kontrol TBS dalam pengangkutan hasil panen lebih dimaksimalkan lagi agar tidak terjadi TBS restan.
  5. Kegiatan pengangkutan hasil panen perlu adanya koordinasi antara kerani buah dan mandor panen, agar pengangkutan lebih produktif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
  • Badan Standardisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia (SNI). www. agribisnis. deptan. go. id. [07 Desember 2008].
  • Direktorat Jendral Perkebunan. 2008. Pendataan Kelapa Sawit Tahun 2008 Secara Komprehensif dan Objektif. http://www.ditjenbun@deptan.go.id. [20 Oktober 2008].
  • Fauzi, Y., Y. E. Widyastuti., I. Setyawibawa, dan R. Hartono. 2008. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta. 168 hal.
  • Lubis, A. U. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat-Bandar Kuala. Sumatera Utara. 435 hal.
  • Pahan, I. 2008. Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. 411 hal

PROSES PENGOLAHAN SAWIT Rating: 4.5 Diposkan Oleh: frf

0 komentar:

Posting Komentar