PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas ekspor non migas yang sangat penting artinya dalam perekonomian Indonesia pada 10 tahun terakhir. Sebagai salah satu komoditas perkebunan, kelapa sawit berperan dalam pembangunan nasional karena menghasilkan sumber devisa bagi negara. Selain itu kelapa sawit juga dapat meningkatkan pendapatan petani serta membuka lapangan kerja yang luas bagi masyarakat.
Indonesia merupakan negara produsen Crude Palm Oil (CPO) kedua di dunia setelah Malaysia. Pertambahan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia diikuti oleh peningkatan produksi CPO. Pada tahun 2001, luas perkebunan kelapa sawit mencapai 4 713 435 ha dengan produksi CPO sebesar 8 396 472 ton. Pada tahun 2005 terjadi peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit hingga mencapai 5 453 817 ha dengan produksi CPO sebesar 11 861 615 ton. Produktivitas kelapa sawit pada lima tahun tarakhir mengalami peningkatan pula. Pada tahun 2001 produktivitas kelapa sawit sebesar 1.78 ton/ha dan pada tahun 2005 mengalami peningkatan menjadi 2.17 ton/ha. Volume ekspor CPO dan PKO serta turunannya juga mengalami peningkatan, dari 9 600 944 282 kg dengan nilai ekspor sebesar US $ 3 953 629 346 pada tahun 2004 menjadi 11 492 517 kg dengan nilai ekspor sebesar US $ 4 362 238 396 pada tahun 2005 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2007). Konsumsi CPO terbesar adalah untuk industri minyak goreng, kosmetik, oleo-kimia, dan margarin.
Produktivitas yang telah dicapai oleh perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini harus terus ditingkatkan dan dipertahankan dengan suatu pengelolaan yang baik seperti pada kegiatan pemeliharaan. Salah satu kegiatan dalam pemeliharaan yang memerlukan pengelolaan adalah kegiatan pemupukan.
Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang cukup guna mendorong pertumbuhan vegetatif tanaman dan produksi TBS secara maksimum dan ekonomis, serta ketahanan terhadap hama dan penyakit.
Rekomendasi pemupukan yang diberikan oleh lembaga penelitian selalu mengacu pada 4T yaitu tepat jenis, tepat dosis, tepat cara, dan tepat waktu pemupukan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya sering terjadi penyimpangan sehingga diperlukan adanya pengelolaan dalam kegiatan pemupukan mengingat biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan pemupukan di perkebunan kelapa sawit tergolong tinggi yaitu sebesar 40-60 % dari total biaya pemeliharaan atau sekitar 30 % dari total biaya produksi. Pemupukan yang efektif dan efisien dapat dicapai dengan memperhatikan beberapa hal yaitu : jenis dan dosis pupuk, cara pemberian pupuk, waktu pemupukan, tempat aplikasi serta pengawasan dalam pelaksaan pemupukan (Poeloengan et al., 2003).
Tujuan
Tujuan dari magang ini adalah :
- Memperdalam pengetahuan penulis yang telah diterima di perkuliahan dengan penerapan langsung di lapangan dan mengetahui permasalahan nyata yang ada di lapangan.
- Meningkatkan kemampuan teknis lapangan dengan melaksanakan kegiatan setara karyawan lepas.
- Meningkatkan kemampuan manajerial dan analisis di lapangan baik tingkat mandor maupun tingkat asisten afdeling.
- Meningkatkan kemampuan profesional penulis mengenai pengelolaan perkebunan kelapa sawit khususnya pemupukan
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Kegiatan magang ini dilaksanakan di PT Era Mitra Agro Lestari (EMAL), Desa Pauh, Kecamatan Pauh, Sarolangon, Provinsi Jambi, mulai tanggal 14 Februari sampai 9 Juni 2008.
Metode Pelaksanaan
Kegiatan magang yang dilakukan penulis meliputi kegiatan praktek di lapangan dan kegiatan manajerial baik di kebun maupun di kantor estate. Kegiatan-kegiatan tersebut disesuaikan dengan jadwal yang ditetapkan oleh pihak kebun tempat penulis melaksanakan kegiatan magang.
Kegiatan yang dilakukan ketika penulis melakukan kegiatan magang adalah sebagai buruh harian lepas (BHL) selama 2 bulan pertama, sebagai pendamping mandor pada bulan ketiga, dan sebagai pendamping asisten pada bulan keempat.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan antara lain adalah pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan di lapangan, diskusi dan wawancara dengan mandor dan asisten divisi mengenai pemupukan, sedangkan data sekunder diperoleh dari data kebun yang diberikan oleh kepala kantor estate dan kerani divisi. Data yang diperoleh baik dari data primer maupun sekunder akan dijadikan bahan perbandingan dengan studi pustaka baik berupa buku teks, jurnal, dan sumber pustaka lainnya.
KONDISI UMUM KEBUN
Letak Geografis
Lokasi kebun PT Era Mitra Agro Lestari (EMAL) terletak di Kecamatan Pauh, Kabupaten Sarolangon, Provinsi Jambi. Transportasi masuk ke wilayah kebun bisa ditempuh dalam waktu dua jam dari Kabupaten Sarolangon dengan kondisi jalan sedikit rusak. Jarak dari kebun ke Kabupaten Sarolangon sekitar 41 km dan dari kota Jambi ke lokasi kebun sekitar 100 km.
Kebun EMAL berbatasan dengan Desa Pauh di sebelah utara, Hutan Tanaman Industri (HTI) dan kebun karet masyarakat sebelah selatan, Desa Gurun Tuo dan Desa Gurun Mudo sebelah timur, Desa Lubuk Kepayang dan kebun rakyat di sebelah barat.
Keadaan Iklim, Tanah, dan Topografi
Menurut Schmidth – Ferguson, keadaan iklim di Kebun PT EMAL termasuk tipe A (sangat basah). Curah hujan rata-rata per tahun pada 10 tahun terakhir adalah 2 891.4 mm/tahun dengan hari hujan rata-rata 123 hari/tahun. Berdasarkan data rata-rata curah hujan pada 10 tahun terakhir, di PT Era Mitra Agro Lestari tidak terdapat bulan kering dimana curah hujan rata-rata diatas 100 mm/bulan.
Jenis tanah yang terdapat di PT EMAL didominasi oleh tanah mineral Podsolik Merah Kuning dengan kelas lahan S3. Kebun PT EMAL memiliki lahan yang datar sampai bergelombang dan terjal dengan kemiringan lahan antara 0-15 %. Ketinggian tempat berkisar antara 50 - 100 m dari permukaan laut. Daerah rawa banyak dijumpai di Divisi 1 dan Divisi 6.
Areal Konsesi dan Tata Guna Lahan
Menurut SK/HGU, luas lahan yang diizinkan untuk PT EMAL adalah 10 617 ha. Sebelum tahun 2007, PT EMAL terbagi menjadi 8 divisi tetapi sejak akhir tahun 2007 dirombak lagi menjadi 6 divisi. Pada saat ini, luas lahan Divisi I seluas 699.35 ha, Divisi II seluas 709.48 ha, Divisi III seluas 78518 ha, Divisi IV seluas 761.46 ha, Divisi V seluas 759.07 ha, dan Divisi VI seluas 681.63 ha.
PELAKSANAAN TEKNIS MAGANG
Di PT EMAL, pupuk yang digunakan adalah pupuk organik dan anorganik. Pemupukan dengan pupuk organik di PT EMAL yaitu menggunakan janjang kosong yang disusun di gawangan mati dan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS). Sedangkan pemupukan dengan anorganik di PT EMAL yaitu dengan menggunakan pupuk kimia buatan dimana jenis dan dosisnya berasal dari hasil rekomendasi dari PT Guthri, Malaysia. Berdasarkan rekomendasi pihak Guthri untuk pemupukan tahun 2008, PT EMAL menggunakan jenis pupuk tunggal yang terdiri atas pupuk Urea, Rock Phosphate, MOP/KCl, Kieserit, dan HGF-Borat.
Manajemen Pemupukan
Sistem manajemen pemupukan di PT EMAL merupakan tanggung jawab masing-masing divisi dimana setiap asisten bertanggung jawab mulai dari perencanaan sampai pelaksanaannya. Dalam pelaksanaannya, seorang asisten divisi dibantu oleh seorang mandor I dan mandor pupuk. Setelah pemupukan selesai maka mandor pupuk harus membuat laporan kegiatan mandor sedangkan asisten mengisi peta pemupukan dan melaporkan perkembangannya kepada estate manajer.
Untuk mengambil pupuk di gudang maka seorang mandor pupuk harus membawa bon pupuk yang sudah disetujui oleh asisten divisi dan estate manajer. Di dalam bon tersebut harus ada luasan yang akan dipupuk, jumlah pupuk yang akan dipakai, blok mana yang dipupuk, dosis dan jenis pupuk yang digunakan.
Peta Pemupukan
Peta pemupukan sangat penting untuk melihat perkembangan dari kegiatan pemupukan. Dengan peta pemupukan akan terlihat di blok mana saja yang sudah terpupuk dan diblok mana yang belum terpupuk. Peta pemupukan berasal dari peta divisi dimana bila selesai pemupukan maka peta tersebut diisi dengan menggunakan stabilo sesuai blok yang dipupuk pada hari itu. Dari peta pemupukan maka asisten bisa merencanakan kapan kegiatan ini selesai dilakukan.
Persiapan Pemupukan
Sebelum melakukan pemupukan ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti kebersihan piringan dan pasar pikul, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan pupuk, ketersediaan alat dan transportasi. Sebelum melakukan pemupukan, seorang mandor pupuk harus mengetahui jumlah pupuk yang akan diaplikasikan hari itu, dosis dan jenis, luas yang dipupuk dan blok yang akan dipupuk.
Untuk melakukan pemupukan, piringan dan pasar pikul harus bersih dari gulma. Hal ini bertujuan supaya unsur hara bisa diserap oleh akar tanaman secara efektif dan para pemupuk mudah melakukan pemupukan bila piringan pasar pikul bersih dari gulma.
Untuk mencapai pemupukan yang efektif dan efisien maka sebelum melakukan pemupukan sebaiknya mandor pupuk sudah mengetahui kondisi areal yang akan dipupuk sehingga bisa kekurangan di blok tersebut bisa dipersiapkan demi kelancaran proses pemupukan karena pekerja akan bekerja secara optimal dengan kondisi lahan yang mendukung.
Gudang Pupuk
Untuk menjaga keamanan maka pupuk disimpan di gudang. Di gudang ini disimpan berbagai macam bahan seperti pupuk, bahan-bahan kimia dan alat spare part (suku cadang). Gudang pupuk di PT EMAL masih berupa bangunan semi permanen tetapi sudah memiliki pentilasi yang cukup baik sehingga mutu pupuk tetap terjaga.
Realisasi Pemupukan
Realisasi pemupukan penting guna melihat perkembangan kegiatan pemupukan. Pada tiga tahun terakhir, realisasi pemupukan di PT EMAL sering tidak memenuhi budget. Hal ini disebabkan oleh tidak tersedianya pupuk di gudang dan keputusan manajemen perusahaan.
Jumlah Curahan Tenaga Kerja
Penentuaan jumlah tenaga kerja juga menentukan kelancaran kegiatan pemupukan. Berikut ini adalah jumlah tenaga pemupuk yang terdapat di Divisi III untuk bulan Februari – April 2008 (Tabel 1).
Jumlah tenaga kerja yang dipakai bergantung pada jumlah pupuk yang diaplikasikan pada hari itu. Hal yang harus diperhatikan oleh mandor dalam menggunakan tenaga kerja adalah prestasi kerja para pemupuk yang harus melebihi standar perusahaan. Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa rata-rata prestasi kerja para pemupuk melebihi standar perusahaan yaitu lebih besar 0.7 ha dari standar. Dengan demikian maka pemakaian tenaga pemupuk sudah bisa dikatakan efektif dan efisien.
Pengamatan Ketepatan Dosis Pupuk
Pada saat magang, penulis hanya melakukan pengamatan dosis pupuk Urea. Pengamatan dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak lima penabur dan dari masing-masing penabur diamati lima sampel pokok.
Pengamatan Ketepatan Cara Pemupukan (Jarak Sebar Pupuk)
Pengamatan dilakukan pada blok yang sama dengan pengamatan dosis yaitu di Blok 94 I Divisi III. Pengamatan dilakukan pada orang yang sama dan tanaman yang sama.
Dapat disimpulkan bahwa penabur yang mendekati benar dalam melakukan penaburan adalah penabur nomor 4 karena nilai persen ketepatan caranya lebih tinggi dibandingkan dengan penabur lain. Akan tetapi bila dilihat dari rata-rata persen ketepatan cara semua penabur sampel maka dapat dikatakan hampir mendekati tepat cara yaitu sebesar 81.28 %.
Pengamatan Gejala Defisiensi Hara
Untuk menyiasati kadar hara yang terdapat di tanaman dapat juga dilakukan secara visual. Pada saat magang, penulis melakukan pengamatan gejala defisiensi tanaman kelapa sawit secara visual di Blok 94 K Divisi III.
Dari Tabel 4 di atas diperoleh jumlah seluruh tanaman yang terkena defisiensi hara sebesar 32.5 % dari total populasi yang diamati. Gejala yang paling banyak adalah defisiensi kalium (K) yaitu sebesar 19.83 % dari total populasi yang diamati. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa tanaman yang diamati mengalami defisiensi yang cukup tinggi. Hal ini diakibatkan oleh karena tanaman mengalami kekurangan pupuk yang dampaknya akan terlihat pada produksi berikutnya.
Produktivitas
Pengambilan data produktivitas bertujuan untuk melihat pengaruh pemupukan dan hal-hal yang terkait dengan proses pemupukan terhadap produktivitas yang dihasilkan. Data produktivitas PT EMAL pada tiga tahun terakhir (2005-2007) dapat dilihat pada Tabel 5.
PEMBAHASAN
Konsep Empat Tepat
Pemupukan yang efektif dan efisien selalu mengacu pada konsep empat tepat (4 T) yaitu tepat jenis, tepat dosis, tepat cara, dan tepat waktu aplikasi (Poeloengan et al., 2003). Sedangkan untuk memperbaiki kondisi lahan dapat dilakukan melalui aplikasi bahan organik seperti limbah pabrik kelapa sawit (PKS).
Jenis Pupuk
Pemilihan jenis pupuk harus mempertimbangkan dari segi teknis dan ekonomis. Menurut Poeloengan et al. (2003), beberapa dasar pertimbangan dalam penentuan jenis pupuk antara lain umur tanaman, gejala defisiensi hara, kondisi lahan, dan harga pupuk. Pengetahuan teknis tentang sifat pupuk dan sifat tanah serta dimana pupuk akan diaplikasikan akan sangat menentukan efisiensi pemupukan. Jenis pupuk yang direkomendasikan oleh PT Guthri untuk PT EMAL adalah pupuk tunggal.
Untuk memenuhi unsur N, PT EMAL menggunakan pupuk Urea. Bila tanaman mengalami defiensi N maka akan memperlihatkan gejala seperti daun tua berwarna hijau pucat kekuning-kuningan, kecepatan produksi daun menurun, anak daun berukuran sempit dan menggulung kearah lidi sebaliknya kelebihan N akan menghasilkan daun yang lemah dan sengkleh serta berkurangnya buah jadi. Dalam pengamatan secara visual yang dilakukan penulis terdapat defisiensi N sebanyak 7.71 % dari total populasi yang diamati. Menurut Darmosarkoro (2003), defisiensi N dapat terjadi pada lahan dengan drainase baik maupun buruk. PT EMAL menggunakan pupuk Rock Phosphate (RP) dalam memenuhi unsur P dan Kieserit untuk unsur Mg. Untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan unsur K PT EMAL menggunakan pupuk KCl. Pada waktu pengamatan gejala defisiensi yang dilakukan oleh penulis dijumpai adanya defisiensi K sebesar 19.83 %. Untuk unsur makro PT EMAL hanya menggunakan pupuk HGF-Borat.
Dosis Pupuk
Dosis didapat dari hasil analisis daun dan tanah. Pengambilan sampel daun biasanya pada daun ke-17 karena daun ke-17 merupakan daun paling peka yang menunjukkan perbedaan paling besar dalam tingkat hara N, P, dan K (Chapman dan Gray, 1949). Pengambilan sampel daun dilakukan satu tahun sekali. Dosis pupuk PT EMAL disajikan pada Tabel 6.
*) Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2003)
Berdasarkan Tabel 6 di atas dapat dikatakan bahwa dosis pupuk Urea, KCl, dan kieserite yang direkomendasikan oleh PT Guthri lebih besar dibandingkan dengan standar dari PPKS, sedangkan untuk pupuk RP lebih kecil dibandingkan dengan standar PPKS. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa hal seperti keadaan tanah, keadaan gulma di sekitar piringan, dll.
Kebutuhan tanaman terhadap pupuk berbeda-beda tiap umur tanaman. Tanaman muda umumnya lebih responsif terhadap pemupukan bila dibandingkan tanaman tua. Menurut Lubis (1992), kebutuhan tanaman akan pupuk pada TM lebih besar dibandingkan TBM karena sebagian besar energi pada TM digunakan untuk generatif sedangkan pada TBM digunakan untuk pertumbuhan.
Dalam aplikasi di lapangan sangatlah sulit untuk memastikan setiap tanaman akan terpupuk sesuai dosis rekomendasi. Berdasarkan hasil pengamatan penulis selama di lapangan, dosis yang diberikan pemupuk ada yang melebihi dan ada yang kurang dari dosis rekomendasi walaupun mangkuk pupuk sudah dikalibrasi.
Cara Pemupukan
Cara pemupukan yang digunakan di PT EMAL adalah cara sebar dengan tujuan untuk efisiensi biaya. Pemupukan dengan cara ini mudah dan murah dilakukan dalam pelaksanaanya tetapi pupuk akan mudah tercuci atau hilang karena penguapan.
Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan, para penabur sudah melakukan penaburan pupuk cukup baik dengan rata-rata ketepatan sebesar 81.28 % (Tabel 3).
Waktu Pemupukan
Waktu pemupukan ditentukan oleh iklim terutama curah hujan. Selain itu juga ditentukan oleh sifat fisik tanah, pengadaan pupuk, serta sifat sinergis dan antagonis antar unsur hara.
Berdasarkan Gambar 1 maka pemupukan semester pertama bisa dilakukan pada bulan Februari sampai Juni dan semester kedua pada bulan Juli sampai Oktober. Akan tetapi menurut rekomendasi dari Guthri untuk tahun 2008, pemupukan semester pertama dilakukan pada bulan Februari/Maret untuk pupuk Urea, KCl, dan RP serta bulan April/Mei untuk pupuk Kieserit dan HGF-Borat, sedangkan semester kedua dilakukan pada bulan Agustus/September. Pemupukan semester kedua khusus untuk pemupukan sisa pupuk Urea dan KCl pada semester pertama. Akan tetapi pada kenyataannya pemupukan tidak sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan disebabkan tidak tersedianya pupuk di gudang. Khusus untuk pupuk Kieserit belum diaplikasikan karena kualitas pupuk Kieserit yang terdapat di gudang masih di bawah standar sehingga pemupukan Kieserit ditunda.
PROSES PENGOLAHAN SAWIT
Berdasarkan prinsip 4 T, pemupukan di PT Era Mitra Agro Lestari sudah mendekati standar. Jenis pupuk yang digunakan di PT Era Mitra Agro Lestari sudah sesuai dengan yang direkomendasikan oleh PT Guthri tetapi untuk ketepatan dosis masih sangat sulit dilakukan di lapangan karena luas yang dipupuk dalam skala yang luas sehingga para penabur melakukan pemupukan secara cepat dan hasilnya menjadi tidak maksimum. Dari lima penabur yang diamati penulis hanya satu orang yang mendekati tepat dosis. Hal ini disebabkan kurangnya pengawasan sehingga para penabur hanya mengejar premi tanpa memperhatikan kualitas kerja.
Cara pemupukan yang digunakan di PT Era Mitra Agro Lestari yaitu dengan cara sebar. Cara ini digunakan dengan tujuan untuk mengefisienkan biaya pemupukan. Berdasarkan pengamatan penulis di lapangan, para penabur sudah melakukan penaburan pupuk dengan baik dimana rata-rata ketepatannya sebesar 81.28 %.
Waktu pemupukan yang dilakukan di PT Era Mitra Agro Lestari sudah sesuai dengan yang direkomendasikan oleh PT Guthri, tetapi masih ada pupuk yang belum diaplikasikan yaitu pupuk Kieserit. Hal ini disebabkan kualitas pupuk yang tersedia di gudang berada di bawah standar sehingga pemupukan Kieserit ditunda.
Pemanfaatan Limbah PKS sebagai Pupuk Organik
Pemanfaatan Janjang Kosong (Jankos) Kelapa Sawit
Kebun EMAL memanfaatkan janjang kosong sebagai pupuk organik. Janjang kosong merupakan limbah padat yang diperoleh dari hasil pengolahan tandan buah segar di pabrik kelapa sawit. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa janjang kosong sawit memiliki kandungan hara sebesar 42.8 % C, 2.90 % K2O, 0.80 % N, 0.22 % P2O5, 0.30 % MgO, dan unsur-unsur mikro antara lain 10 ppm B, dan 23 ppm Cu (Winarna et al., 2003). Menurut Darmosarkoro dan Rahutomo (2003), satu ton jankos setara dengan 3 kg Urea, 0.6 kg RP, 12 kg KCl, dan 2 kg Kieserit.
Aplikasi janjang kosong sawit secara langsung sebagai mulsa di perkebunan kelapa sawit dapat meningkatkan kadar N, P, K, Ca, Mg, C-organik, dan KTK tanah. Peningkatan hara tanah diikuti dengan peningkatan produksi TBS. Secara ekonomis, aplikasi janjang kosong sebagai mulsa di perkebunan kelapa sawit memberikan tambahan sekitar 34 % dibandingkan pemupukan biasa (Winarna et al., 2003). Dengan penambahan bahan organik berupa jankos diharapkan bisa mengurangi penggunaan pupuk anorganik sehingga dapat mengurangi biaya pemupukan. Kendala dari aplikasi janjang kosong adalah biaya transportasi per unit yang cukup tinggi. Untuk mengurangi biaya transportasi pengangkutan jankos, PT EMAL melakukan pengangkutan jankos pada saat mobil buah pulang dari PKS.
Pemanfaatan Limbah Cair PKS
Selain jankos, PT EMAL juga memanfaatkan limbah cair sebagai sumber pupuk organik. Sebagai bahan organik, limbah cair PKS berperan pada perbaikan sifat fisik dan kimia tanah antara lain peningkatan kapitas tukar kation dn porositas tanah. Di dalam satu ton limbah cair mengandung 1.56 kg Urea, 0.25 kg TSP, 2.50 kg KCl, dan 1 kg kieserite (Sutarta et al., 2003).
Pemanfaatan limbah cair di PT EMAL masih baru sehingga masih menggunakan pupuk anorganik sesuai dengan rekomendasi PT Guthri.
Hubungan Pemupukan dan Produktivitas Tanaman
Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang cukup bagi tanaman sehingga produktivitas yang dihasilkan optimal. Pemupukan yang baik mampu meningkatkan produksi hingga mencapai produktivitas standar sesuai dengan kelas kesesuaian lahan. Untuk mencapai produktivitas yang optimal maka harus memperhatikan konsep 4 T yaitu tepat jenis, tepat dosis, tepat cara, dan tepat waktu aplikasi seperti yang telah diterangkan sebelumnya.
Produktivitas tanaman di PT EMAL pada tiga tahun terakhir mengalami peningkatan tetapi masih dibawah standar produksi lahan kelas S3. Hal ini mungkin disebabkan penebaran pupuk terlalu dekat dengan batang sehingga unsur hara tidak bisa diserap oleh akar tanaman secara efektif. Menurut Suwandi et al. (2000), pemupukan dilakukan dengan penyebaran secara merata pada lingkaran batang yaitu antara 1 – 3 m dari batang pokok. Radius tersebut diperhitungkan dari kenyataan bahwa sebaran akar yang optimal mendominasi lingkar batang dengan radius 1 – 3 m dari pokok. Selain itu, penurunan produktivitas juga disebabkan oleh kondisi tanaman yang mengalami defisisensi hara. Bila tanaman terkena defisiensi hara maka daun tidak bisa melakukan fotosintesis secara optimal sehingga produktivitas tanaman menjadi rendah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dalam upaya mencapai produktivitas optimal sangat perlu memperhatikan prinsip pemupukan yang tepat yang biasa disebut 4T yaitu tepat jenis, tepat dosis, tepat cara, dan tepat waktu aplikasi. Jenis pupuk yang digunakan oleh PT EMAL adalah pupuk tunggal seperti yang direkomendasikan oleh PT Guthri, Malaysia. Pupuk yang dipakai yaitu Urea, KCL, Rock Phosphat, Kieserit, dan HGF-B.
Jenis, dosis, dan waktu pemupukan telah ditetapkan oleh PT Guthri, Malysia. Cara pemupukan yang digunakan adalah sistem sebar dengan tujuan efisiensi biaya. Waktu pemupukan yang baik yaitu pada saat musim hujan dimana curah hujan berkisar antara 100 – 250 mm/bulan.
Realisasi pemupukan penting untuk melihat kecukupan tanaman akan pupuk. Secara keseluruhan kegiatan pemupukan di PT EMAL sudah berjalan dengan baik. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemupukan adalah pengawasan yang ketat oleh mandor supaya pekerja bekerja dengan baik sehingga proses pemupukan akan berjalan secara efektif dan efisien.
Saran
Secara umum, keefektifan pelaksanaan kegiatan kebun sangat bergantung pada perencanaan dan instruksi yang diberikan oleh atasan. Oleh karena itu, tingkat pengawasan yang baik dan disiplin yang tinggi akan mengembangkan perkebunan menjadi lebih produktif.
Untuk mencegah masuknya pupuk yang tidak memenuhi standar sebaiknya di PT EMAL ada suatu badan khusus yang menangani kualitas pupuk di gudang dan menganalisanya di laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA;
- Chapman, G. W. dan H. M. Gray. 1949. Leaf Analysis and The Nutrition of Oil Palm, Ann Bot (London) 13: 415 - 433. London.
- Darmosarkoro, W. 2003. Defisiensi dan mal nutrisi hara pada tanaman kelapa sawit, hal. 93 – 98. Dalam W. Darmosarkoro, E. S. Sutarta, dan Winarna (Eds). Lahan dan Pemupukan Kelapa Sawit. Medan.
- -----------------------. dan S. Rahutomo. 2003. Tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan pembenah tanah, hal. 173 – 186. Dalam W. Darmosarkoro, E. S. Sutarta, dan Winarna (Eds). Lahan dan Pemupukan Kelapa Sawit. Medan.
- Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2007. Ekspor-impor Komoditas Pertanian. Buletin Pemasaran Internasional. http://Agribisnis.deptan.go.id/ Pustaka/buletin%20Feb%20ed%2011%20Mei.doc. Diakses 4 Januari 2008.
- Lubis, A. U. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat Bandar Kuala. Pematang Siantar. 435 hal.
- Lubis, A. U. dan S. Syukur. 2003. Defisiensi boron pada tanaman muda kelapa sawit, hal. 191 – 200. Dalam : Adlin U. Lubis, A. Djamin, S. Wahyuni, dan I. R. Harahap (Eds). Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
- Poeloengan, Z, M. L. Fadli, Winarna, S. Rahutomo, dan E. S. Sutarta. 2003. Permasalahan pemupukan pada perkebunan kelapa sawit, hal. 67 – 80. Dalam W. Darmosarkoro, E. S. Sutarta, dan Winarna (Eds). Lahan dan Pemupukan Kelapa Sawit. Medan.
- Sutarta, E. S, Winarna, P. L. Tobing, dan Sufianto. 2003. Aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit, hal. 201 – 217. Dalam W. Darmosarkoro, E. S. Sutarta, dan Winarna (Eds). Lahan dan Pemupukan Kelapa Sawit. Medan.
- Suwandi, A. Panjaitan dan A. U. Lubis. 2000. Manajemen pemupukan tanaman kelapa sawit, hal. 191 – 200. Dalam : A. U. Lubis, A. Djamin, S. Wahyuni, dan I. R. Harahap (Eds). Budidaya Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
- Winarna, P. L. Tobing, dan Sufianto. 2003. Aplikasi limbah cair pabrik kelapa sawit, hal. 201 – 217. Dalam W. Darmosarkoro, E. S. Sutarta, dan Winarna (Eds). Lahan dan Pemupukan Kelapa Sawit. Medan.
0 komentar:
Posting Komentar