Konsep Aplikasi Management By Objective (Mbo)
Menurut
Agus Suntoyo (2008,h.172) MBO sering disebut dengan tool atau alat
manajemen lengkap, yang penuh dengan pertimbangan perilaku karyawan.
Alat manajemen tersebut sering dianggap sebagai aktualisasi dan
interaksi dari pengetahuan mengenai perilaku manusia secara utuh, Suatu
pendekatan sistem yang mencakup seluruh segi dan bidang yang dianggap
manajemen. yang menjadi tanggung jawab seorang manajer pimpinan.
Menurut
Stephen P. Robbins dan Timothy A. Jugde (2007:240) manajemen
berdasarkan tujuan-tujuan nyata yang ditentukan secara partisipasi, bisa
diuji, dan bisa diukur. Daya tarik MBO niscaya terletak pada
penekanannya terhadap perubahan tujuan-tujuan organisasional menjadi
tujuan-tujuan khusus untuk unit-unit organisasional dan anggota-anggota
individual. MBO mengoprasionalkan konsep tujuan-tujuan tersebut dengan
memikirkan sebuah proses dimana tujuan-tujuan tersebut.
Tujuan-tujuan
keseluruhan organisasi menjadi tujuan-tujuan untuk setiap tungkat di
bawahnya (divisional, departemental, dan individual). Tetapi karena unit
yang lebih rendah bersama-sama berpartisipasi dalam menetukan
tujuan-tujuan mereka sendiri, MBO bekerja dari : ’bawah ke atas”
(bottom-up) dan dari “atas ke bawah” (top-down) hasilnya adalah sebuah
hierarki yang menghibungkan tujuan-tujuan di satu tingkat dengan
tujuan-tujuan di tingkat berikutnya. Untuk karyawan individual, MBO
memberikan tujuan-tujuan kinerja pribadi yang spesifik.
Banyak
elemen dari program MBOyang seseuai dengan proporsi teori penentuan
tujuan. Sebagai contoh, memepunyai periode waktu yang eksplisit untuk
mencapai tujuan-tujuan sesuai dengan penekanan teori penentuan tujuan
pada kekhususan tujuan. Demikian halnya, kita telah mengemukakan
sebelumnya bahwa umapan balik tetang kemajuan tujuan merupakan elemen
penting dalam teori penentuan tujuan. Satu-satunya bidang yang
memungkinkan adalah pertentangan antara MBO dan teori penentuan tujuan
berhubungan dengan persoalan partisipasi-MBO sanagat mendukungnya,
sementara teori penentuan tujuan menunjukan bahwa manajer menetapkan
tujuan-tujuan yang biasanya sama efektifnya.
Menurut
Stephen. P. Robbins (2006:262) manajemen berdasarkan tujuan (MBO)
menetapkan sasaran secara partisipatif yang berwujud, dapat tercipta
kebenarannya, dan dapat diukur. Itu bukanlah gagasan baru. Bahkan MBO
dikemukakan lebih dari 45 tahun lalu sebagai sarana penggunaan sasaran
untuk memotivasi karyawan, bukanya untuk mengendalikan mereka.
Tidak
diragukan lagi, daya tarik MBO terletak pada tekanannya untuk mengubah
tujuan organisasi secara keseluruhan menjadi tujuan khusus untuk
unit-unit organisasi dan para individu yang menjadi anggotanya. MBO
menjalankan konsep tujuan dengan merancang suatu proses, dimana dengan
proses tersebut sasaran-sasaran secara beringkat diturunkan kesepanjang
organisasi itu. Ada empat unsur umum dalam program MBO yakni spesifikasi
sasaran pengambilan keputusan partisipatif, jangka waktu yang
eksplisit, serta umpan balik kinerja.
MBO
hendaknya merupakan pernyataan ringkas mengenai pencapaian tujuan yang
diharapkan. Tidaklah memadai, misalnya, untuk sekedar menyatakan hasrat
mengurangi biaya, memperbaiki pelayanan, atau meningkatkan kualitas.
Keinginan-keinginan semacam itu harus diubah menjadi tujuan yang dapat
diukur dan dievaluasi. Untung mengurangi biaya departemen sebanyak 7
persen, memperbaiki layanan dengan memastikan bahwa semua pesanan lewat
telepon diproses dalam 24 jam setelah diterima, atau untuk meningkatkan
kualitas dengan mempertahankan laba kurang dari 1 persen dari penjualan
merupakan contoh dari tujuan spesifik.
Tujuan
dari MBO tidaklah ditentukan secara sepihak oleh atasan dan kemudian
ditugaskan ke bawahan. MBO. Menggantikan sasaran yang dipaksakan dengan
sasaran yang ditentukan secara partisipasif. Atasan dan bawahan
bergantung untuk memilih sasaran dan sepakat mengenai cara mengukur
sasaran itu. Tiap tujuan mempunyai kurun waktu penyelesaian yang
spesifik, lazimnya kurun waktu itu adalah tiga bulan, enam bulan, atau
stahun. Jadi para manajer dan bawahan tidak hanya mempunyai tujuan yang
spesifik, tetapi juga kurun waktu yang ditetapkan untuk mencapai tujuan
itu.
Unsur
terakhir dari MBO adalah upman balik terhadap kinerja. MBO berusaha
memberikan umpan balik yang terus-menerus mengenai kemajuan ke sasaran.
Idealnya, ini dicapai untuk memberikan upan balik berkelanjutan ke
individu sehingga mereka dapat membantu dan mengkoreksi tindakan mereka
sendiri. Ini dilengkapi dengan evaluasid manajerial secara berkala,
ketika kemajuan itu ditunjau ulang.
Menurut
Edwin Locke dalam Robert Kreitner dan Angelo Kinicki (2003:308)
mendefinisikan tujuan sebagai “sesuatu yang ingin dicapai individu,
tujuan merupakan sasaran atau target dari tindakan. Untuk memperluas
definisi ini mereka menambahkan:
Konsep
tersebut serupa dengan pengertian tujuan dan maksud… konsep lain yang
sering kali digunakan dalam pengertian tujuan adalah standar prestasi
(suatu pengurutan untuk mengevaluasi prestasi), kuota (suatu jumlah
pekerjaan atau produksi minimal), norma kerja (suatu standar perilaku
yang ditentukan oleh sebiah kelompok kerja), tugas (suatu pekerjaan yang
harus diselesaikan), sasaran (target mutlak dari suatu tindakan atau
serangkaian tindakan), jatuh tempo (batas waktu untuk menyelesaikan
tugas), dan anggaran (biaya untuk mencapai tujuan atau batas yang
digunakan)
Belakangan
ini, penetapan tujuan telah diperkenalkanagar melalui suatu teknik
manajemen yang digunakan secara luas yang disebut sebagai management by
objective (MBO).
Management
of objective adalah sistem manajemen yang berkaitan dengan partisipasi
dalam pembuatan kepuasan, penetapan tujuan, dan sasaran umpan balik.
Suatu meta analisis terhadap program MBO menunjukan terhadap peningkatan
produktivitas antara 68 dampai 80 organisasi yang berlainan. Secara
khusus, penelitian pengungkapan peningkatan produktivitas rata-rata 56%
pada saat top manajemen memiliki komitmen tinggi. Penilaian rata-rata 6%
pada saat komitmen rendah. Meta analisis kedua yang terdiri dari 18
penelitian menunjukan bahwa kepuasan kerja para karyawan berkaitan
secara signifikan dengan komitmen top manajemen dari penerapan MBO.
Hasil yang mengesahkan ini menyoroti manfaat positif dari penerapan MBO
dan penetapan tujuan. Untuk memahami lebih lanjut mengenai bagaimana
program-program MBO dapat meningkatkan produktivitas maupun kepuasan,
marilah kita menguji proses penetapan di mana penetapan tujuan
berkembang.
Teori
penetapan-sasaran menunjukan bahwa yang sulit menghasilkan tingkat
kinerja individu yang lebih tinggi daripada sasaran yang mudah. Selain
itu, sasaran sulit yang spesefik menghasilkan tingkat kinerja yang lebih
tinggi daripada tanpa sasaran sama sekali atau sasasran yang bersifat
umum seperti “berusaha sebaik-baiknya”. Juga, umpan balik terhadap
kinerja seseorang akan menghasilkan kinerja yang lebih tinggi.
Bandingkan penemuan-penemuan ini dengan MBO.
MBO
secara langsung mendukung sasaran spesifik dan umpan balik. MBO
menyiratkan, bukannya menyatakan secara eksplisit, bahwa sasaran harus
dipersiapkan sebagai hal yang dapat dilaksanakan (feasible). Konsisten
dengan penerapan-sasaran, MBO akan sangat efektif bila sasaran itu cukup
sulit agar dapat menuntut orang itu memaksa diri bekerja.
Satu-satunya
wilayah yang mungkin terdapat ketidakcocokan antara MBO dan teori
penetapan-sasaran adalah yang berkaitan dengan isu partisipasi: MBO
sangat mendukung partisipasi itu sedangkan penetapan-sasaran menunjukan
bahwa penugasan sasaran ke bawahan sering sama berhasilnya.
Bagaimanapun, manfaat utama penggunaan partisipasi adalah untuk
mendorong individu menetapkan sasaran yang lebih sukar.
MBO dalam Praktik
Seberapa
luas dari penggunaan MBO? Tinjauan ulang dari studi-studi yang
diusahakan untuk menjawab pernyataan ini menunjukan bahwa MBO merupakan
teknik yang populer. Anda akan menemukan program-program MBO dalam
banyak organisasi bisnis, pemeliharaan kesehatan, pendidikan,
pemerintahan, dan nirlaba.
Kepopuleran
MBO hendaknya tidak ditafsirkan bahwa MBO selalu berhasil. Dalam
sejumlah kasus yang terdokumentasi, MBO teleh dilaksanakan tetapi gagal
memenuhi harapan manajemen. Tetapi bila kasus-kasus ini dicermati,
ternyata jarang masalahnya disebabkan karena komponen-komponen dasar MBO
itu. Sebabnya lebih cenderung berupa faktor-faktor seperti misalnya
penghargaan yang tak realistis mengenai hasil, kurangnya komitmen
manajemen puncak, dan ketidakmampuan atau ketidaksediakan manajemen
untuk memberikan imbalan yang didasarkan pada pencapaian sasaran.
Kegagalan dapat juga muncul karena ketidaksesuaian budaya, seperti
contoh, Fujitsu telah membatalkan program jenis MBO-nya karena manajemen
menilaki tidak cocok dengan tekanan budaya Jepang soal meminimalkan
risiko dan sasaran jangka panjang.
Langkah-langkah Proses MBO (antara karyawan & manajer)
1. Menyatakan dengan tertulis tanggung jawab pokok dari pekerjaannya.
MBO
dimulai dengan persetujuan dengan atasan langsung, tentang tanggung
jawab pokok dari pekerjaan karyawan yang dinyatakan secara tertulis.
Pernyataan tertulis ini sangat berarti, karena jika terjadi perbedaan
pendapat, mereka selaku bisa merujuk kembali kepada kesepakatan tertulis
hendaknya rinci untuk menghindarkan pebedaan yang harus dilakukan oleh
karyawan, dan uraian dari tugas yang harus dilakukan menurut harapan
dari manajemen.
2. Pernyataan sementara dari sasaran (objective)
Karyawan
menmbuat usulan (pernyataan) sementara dari tujuan pekerjaanyan untuk
periode yang akan datang. Ini tidak berarti bahwa tanggung jawab manajer
tentang pernyataan objektif itu diserahkan sepenuhnya kepada karyawan.
Manajer harus memeriksa dan jika setuju, menyatakan persetujuannya
secara tertulis.
3. Manajer membuat review dari butir 2 di atas.
Sesudah
data terkumpul, manajer membuat review dari setiap peryataan ( draft),
mendiskusikan dengan karyawan yang membuat draft tersebut, dan membuat
berbagai revisi yang memang diperlukan, akhirnya pertanyaan persetujuan
dari kedua belah pihak harus tercapai untuk melaksanakan selanjutnya.
Akhir dari diskusi dengan karyawan itu adalah sasaran (objektif) dapat
disetujui bersama, yaitu tingkat pencapaian dari prestasi karyawan, yang
sejujur-jujurnya dapat diraih.
4. Karyawan: inisiatif untuk membuat evaluasi pelaksanaan sendiri
Pada
akhir suatu pelaksanaan, karyawan hendaknya dimotivasi utnuk membuat
penilaian sendiri (make his own performance appraisal), yang mungkin
dilaksanakan bulanan, enam bulan atau tahunan. Periode dari penilaian
ini sangat tergantung dari kegiatan perusahaan, dan dapat saja
berfariasi sesuai dengan tuntutan dari operasi perusahaan.
5. Bicarakan performance appraisal tersebut dengan para karyawan
Ciri
khas dari MBO adalah bahwa setiap langkah dari inisiatif karyawan
diharapkan pada komunikasi langsung dengan manajer. Jadi performance
appraisal yang telah dibuat dan direvisi oleh karyawan itu kemudian
disesuaikan antara mereka dengan manajer.
6. Tidakan manajer berdasarkan hasil diskusi
Setiap
kita berinteraksi dengan karyawan, terjadi interpersonal communication,
maka jelas-jelas manajer dapat mendasarkan kebijakannya sesuai dengan
informasi langsung yang diperolehnya dari karyawan.
7. Tahap memulai lagi silkus MBO
Tentu
saja setiap sesudah dengan MBO, karyawan dihimbau untuk menyusun
objektif yang baru dan daur seperti di atas dimulai kembali. Mungkin
tanggung jawab seseorang tidak akan jauh berbeda dengan pertanyaan yang
lalu, namun tujuan pencapaian mungkin mengalami revisi. Demikian juga
proses pemerikasaan (review) oleh manajer mungkin sudah dapat
delegasikan kepada para penyelia, sehingga setiap saat langkah panjang
MBO bisa dijurangi dan disederhanakan.
Kriteria Sasaran (objektif) dari MBO yang efektif.
Objektif atau sasaran dari MBO yang memuaskan, yang akan menghasilkan interaksi karyawan dengan pimpinan secara efektif, adalah:
1. Sasaran yang dapat menggunakan potensi secara optimal, pada tingkat kemampuan karyawan.
2. Sasaran dapat dinyatakan secara spesifik, tepat dan jelas.
3. Sasaran yang dapat dinyatakan dengan tolak ukur yang tepat secara rinci dan kuantitatif.
4.
Sasaran yang mencakup periode pencapaian terget yang jelas, kapan harus
diselesaikan, dan diajukan sebagai hasil akhir pekerjakan.
Model
modifikasi perilaku organisasi yang disingkat menjadi OB Mod, adalah
suatu penerapan dari teori penguatan (reinforcement theory) kepada
karyawan dalam keadaan yang sesungguhnya dilingkungan pekerjaannya. OB
Mod ini dilaksanakan dalam 5 tahapan:
1. Identifiksi perilaku yang menunjang kinerja
Apa
yang dilakukan oleh seorang karyawan, tidak semua berkaitan atau tidak
semua penting untuk menjadi suatu tingkat untuk kerja yang tinggi.
Karena itu pada tahap awal OB Mod ini, pimpinan hendaknya jeli mengamati
dan membuat identifikasi, perilaku yang mana saja yang memberikan
dampak terbesar untuk keberhasilan karyawan itu dalam menggerakan
tugasnya. Perilaku lainnya juga diamati, yaitu yang tidak memberikan
dampak penentuan dalam melakukan tugasnya. Menurut beberapa pengamat
hanya 5 sampai 10% kegiatan yang menunjang 70 sampai 80% kinerja. Jadi
sekitar 90 samapi 95% kegiatan yang dilakukan karyawan hanya menyumbang
kinerja sebesar 20 samapai 30% saja.
2. Mengembangkan dan menentukan data sebagai ukuran baku
Pada
tahap ini manajer menganalisis hasil pengamatannya, mungkin suatu
survei, dan menetukan frekuensi terjadinya perilaku tertentu yang
diamati, pada keadaan sekarang ini. Jadi hendaknya dapat dilihat, apakah
perilaku yang dianggap penyumbang terbesar kinerja itu dilakukan
berulang-ulang oleh satu orang, atau dilakukan bersama oleh banyak
karyawan dengan frekuensi yang lebih rendah.
3. Identifikasi komponen perilaku yang menjadi pemicu awal atau yang menjadi penyebabnya
Pada
tahap ini hendaknya dapat dikenali perilaku yang mendukunga atau
menyebabkan terjadinya perilaku yang diinginkan, atau akibat dari
perilaku itu terhadap unjuk kerja. demikian juga hendaknya dapat
dikenali penyebab dari dipertahankannya cara kerja (perilaku) yang
mendukung untuk kerja, dan sejauh mana terjadi diterimanya perilaku itu
pada lingkungan karyawan (social acceptance), atau kebalikannya dimana
karyawan lalu menghindarkannya (karena tidak mau bekerja lebih keras
lagi). Upaya membuat identifikasi semacam ini termasuk dalam kawasan
analisis dari fungsi-fungsi tugas seseorang dalam organisasi.
4. Kembangkan strategi investasi
Pada
tahap ini dikembangkan suatu strategi investasi untuk memperkuat
perilaku yang dikehendaki, dan melemahkan perilaku yang dikehendaki.
Strategi yang dirumuskan mungkin menyangkut penilaian terhadap sistem
imbalan-misalnya struktur pengkajian, proses pemberian insentif,
teknologi yang dipakai, pengelompokan karyawan, atau pengelompokan tugas
(work group) yang tujuannya dalah memberikan kesan bahwa pekerjaan yang
prima akan menghasilkan suatu kepuasan yang menyeluruh, termasuk suatu
kepuasan ekstrinsik dari pekerjaan itu. Kualitas dan kuantitas suatu
pekerjaan yang telah dilakukan oleh kelompok karyawan itu memberikan
kepuasan tersendiri bagi mereka.
5. Evaluasi perbaikan kinerja
OB
Mod ini dianggap telah dapat memperluas wawasan para manajer dalam
melihat karyawan sebagai mitra kerja. terutama sekali manajer dapat
menerima umpan balik dengan sikap yang menunjukan kedewasaan, umpan
balik tidak lagi dianggap sebagai serangan yang bersifat probadi,
manajer akan lebih menghayati kebenaran dari penelitian kinerja
(performance appraisal), dan manajer juga akan lebih berwawasan dalam
membuat alokasi terhadap imbalan dan intensif pada simpul organisasi
yang paling mendukung kinerja perusahaan.
0 komentar:
Posting Komentar