Penggolongan Tenaga Kerja
Dari segi keahlian dan pendidikannya tenaga kerja dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu :
- Tenaga kerja kasar yaitu tenaga kerja yang berpendidikan rendah dan tidak mempunyai keahlian dalam suatu bidang pekerjaan.
- Tenaga kerja terampil yaitu tenaga kerja yang mempunyai keahlian dan pendidikan atau pengalaman kerja seperti montir mobil, tukang kayu, dan tukang memperbaiki televisi dan radio.
- Tenaga kerja terdidik yaitu tenaga kerja yang mempunyai pendidikan yang tinggi dan ahli dalam bidang-bidang tertentu seperti dokter, akuntan ahli ekonomi, dan insinyur.
1. Hubungan Kerja
Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja. Dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.10 Dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak Perjanjian kerja yang menimbulkan hubungan kerja mempunyai unsur-unsur, yaitu :
- Pekerjaan Dalam suatu perjanjian kerja harus ada pekerjaan yang diperjanjikan (obyek perjanjian), pekerjaan tersebut haruslah dilakukan sendiri oleh pekerja, hanya dengan seizin majikan, pekerja tersebut dapat menyuruh orang lain. Sifat pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja itu sangat pribadi karena bersangkutan dengan keterampilan/keahliannya, maka menurut hukum jika pekerja meninggal dunia, perjanjian kerja tersebut putus demi hukum.
- Upah Upah memegang peranan penting dalam perjanjian kerja, bahkan dapat dikatakan bahwa tujuan utama seorang pekerja bekerja pada pengusaha adalah untuk memperoleh upah. Sehingga jika tidak ada unsur upah, maka suatu hubungan tersebut bukan merupakan hubungan kerja.
- Perintah Manifestasi dari pekerjaan yang diberikan kepada pekerja oleh pengusaha adalah pekerja yang bersangkutan harus tunduk pada perintah pengusaha untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan yang diperjanjikan. Selanjutnya berdasarkan Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan, syarat sahnya perjanjian kerja adalah:
- Kesepakatan kedua belah pihak Maksudnya bahwa pihak-pihak yang yang mengadakan perjanjian kerja harus setuju/sepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Pihak pekerja menerima pekerjaan yang ditawarkan, dan pihak pengusaha menerima pekerjaan tersebut untuk dipekerjakan.
- Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum Maksudnya pihak pekerja maupun pihak pengusaha cakap membuat perjanjian, yaitu telah cukup umur (minimal 18 tahun), dan tidak terganggu jiwanya.
- Adanya pekerjaan yang diperjanjikan Merupakan obyek dari perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha, yang akibat hukumnya melahirkan hak dan kewajiban para pihak.
- Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Perlindungan Hukum Pekerja
Perlindungan pekerja dan buruh menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan meliputi: Perlindungan hukum menurut Philipus, selalu berkaitan dengan kekuasaan. Ada dua kekuasaan yang selalu menjadi perhatian yakni kekuasaan pemerintah dan kekuasaan ekonomi. Dalam hubungan kekuasaan pemerintah, permasalahan perlindungan hukum bagi rakyat (yang diperintah), terhadap pemerintah (yang memerintah). Dalam hubungan dengan kekuasaan ekonomi, permasalahan perlindungan hukum adalah perlindungan bagi si lemah (ekonomi) terhadap si kuat (ekonomi), misalnya perlindungan bagi pekerja terhadap pengusaha.11
Perlindungan hukum bagi pekerja sangat diperlukan mengingat kedudukannya yang lemah. Disebutkan oleh Zainal Asikin, yaitu : perlindungan hukum dari kekuasaan majikan terlaksana apabila peraturan perundang-undangan dalam bidang peburuhan yang mengharuskan atau memaksa majikan bertindak seperti dalam perundang-undangan tersebut benar-benar dilaksanakan semua pihak karena keberlakuan hukum tidak dapat diukur secara yurdis saja.12 1.
Perlindungan Pengupahan Sesungguhnya upah dibayarkan berdasarkan kesepakatan para pihak, yakni pekerja/buruh dan pengusaha, namun untuk melindungi pekerja dari pengupahan yang terlampau rendah dan tidak sesuai dengan kualitas pekerjaan serta kuantitas lamanya jam kerja dan/atau jumlah hari kerja, maka pemerintah menetapkan standar upah terendah melalui suatu perundang-undangan, inilah yang kemudian disebut dengan upah minimum.13 Untuk merealisasikan bunyi Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: ”Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, maka pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan untuk melindungi pekerja/buruh, yang meliputi:
- Upah minimum;
- Upah kerja lembur;
- Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
- Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
- Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
- Bentuk dan cara pembayaran upah;
- Denda dan potongan upah;
- Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
- Struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
- Upah untuk pembayaran pesangon; dan
- Upah untuk peritungan pajak penghasilan.
Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Upah minimum dapat terdiri atas upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota; upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Secara yuridis Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan perlindungan bahwa setiap tenaga kerja berhak dan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat. Sedangkan Pasal 6 mewajibkan kepada pengusaha untuk memberikan hak dan kewajiban pekerja/buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik. 14
Dalam buku Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Zainal Asikin menjelaskan bahwa perlindungan tenaga kerja dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu :
- Perlindungan secara ekonomis, yaitu perlindungan pekerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak bekerja diluar kehendaknya.
- Perlindungan sosial, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, dan kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi.
- Perlindungan teknis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan.15 Selain perlindungan tenaga kerja di atas, terdapat perlindungan lain terhadap pekerja yaitu:
- Norma Keselamatan Kerja, meliputi keselamatan kerja yang bertalian dengan mesin, alat-alat kerja bahan dan proses pengerjaan, keadaan tempat kerja, lingkungan serta cara melakukan pekerjaan.
- Norma kesehatan kerja dan higiene kesehatan perusahaan, yang meliputi pemeliharaan dan peningkatan keselamatan pekerja, penyediaan perawatan medis bagi pekerja, dan penetapan standar kesehatan kerja.
- Norma kerja, berupa perlindungan hak tenaga kerja secara umum baik sistem pengupahan, cuti, kesusilaan, dan religius dalam rangka memelihara kinerja pekerja.
- Norma kecelakaan kerja, berupa pemberian ganti rugi perawatan atau rehabilitasi akibat kecelakaan kerja dan/atau menderita penyakit akibat pekerjaan, dalam hal ini ahli waris berhak untuk menerima ganti rugi.
3. Perlindungan Jam Kerja.
Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan disebutkan setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja (Pasal 77 ayat 1). Waktu kerja yang dimaksud meliputi yang pertama adalah 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. Atau 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh. Tercantum pada Pasal 79 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan: 1. Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus-menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; 2. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;
4. Cuti tahunan,
Sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/ buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus; dan 4. Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/ buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terusmenerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/ buruh tersebut berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun.
SUMBER ARTIKEL / CATATAN KAKI ;
- 10 F.X Djumialdji, 2010. Perjanjian Kerja Edisi Revisi. Jakarta : Sinar Grafika. hlm 53.
- 11 Philipus M. Hadjon (1994)
- 12 Zainal Asikin (1993) 13 F.X Djumialdji, Op, Cit., hlm 84.
- 14 Abdul Hakim, 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, hlm.60 15Zainal Asikin Op.Cit. hlm
0 komentar:
Posting Komentar