Biaya Bahan Bakar
Biaya bahan bakar untuk pembangkit berbeda antara satu dengan lainnya. Secara umum, biaya bahan bakar untuk pembangkit berbahan bakar fosil adalah 80% dari biaya pembangkitan. Sedangkan biaya bahan bakar untuk pembangkit nuklir adalah 50% dari biaya pembangkitan. Dari Gambar 1 menunjukkan pembangkit bahan bakar fosil memberikan kontribusi biaya pembangkitan yang makin murah pada sekitar tahun 1985. Hal ini disebabkan jatuhnya harga bahan bakar tersebut di pasar dunia hingga saat ini. Sampai kapan hal ini terus berlangsung masih meninggalkan tanda tanya. Dengan prosentase biaya bahan bakar sebesar 80% untuk pembangkit bahan bakar fosil dan ketergantungan dengan situasi pasar seperti tersebut di atas dapat menggambarkan ketidak stabilan pembangkit tersebut.
Gas "Greenhouse"
Pada tahun 1990 di Rio de Janeiro, USA dan negara negara lain menyatakan perang terhadap musuh musuh kasat mata yaitu gas gas "greenhouse". Menurut hasil studi yang berjudul "Impact of Nuclear Energy on U.S. Electric Utility Fuel Use and Atmospheric Emissions: 1973 1995" menyebutkan bahwa energi nuklir adalah faktor tunggal yang paling penting di dalam pengurangan emisi karbon sebesar 1.9 milyar metrik ton CO2"> untuk sektor kelistrikan di USA. Tanpa nuklir, bahan bakar fosil sudah digunakan untuk memproduksi listrik bagi pertumbuhan ekonomi USA dan kebutuhan yang meningkat karena pertambahan penduduk. Dengan peningkatan kebutuhan listrik rata rata 40% sejak tahun 1973 dan penggunaan bahan bakar fosil, 3.2 milyar ton batubara, 3.37 trilyun meter kubik gas alam dan 2.2 milyar barrel minyak bumi, dengan unjuk kerja nuklir pada tahun 1987 1989 sebagai dasar pertimbangan, maka emisi gas karbon atau CO2 dapat dikurangi sampai 37 juta ton per tahun dari tahun 1990 sampai tahun 1995. Emisi CO2 secara nasional telah menurun 25% karena penggunaan pembangkit nuklir dibandingkan jika bahan bakar fosil digunakan. Pembangkit nuklir telah membantu mencegah pengeluaran 146 juta metrik ton emisi karbon pada tahun 1995. Dari hasil ini diharapkan tercapai program nasional pengurangan emisi karbon sampai 108 juta metrik ton per tahun, sehingga akan diperoleh stabilitas emisi gas "greenhouse" sebesar level tahun 1990 pada tahun 2000.
Masih banyak dokumen dokumen hasil studi yang menyatakan keuntungan demi terciptanya lingkungan bersih dengan menggunakan energi nuklir. Studi tersebut menyatakan pembangkit nuklir telah membantu pengurangan emisi sebanyak 75 juta ton SO2 dan 32 juta ton NOx secara komulatif antara tahun 1973 sampai dengan tahun 1995. Pada tahun 1995, pembangkit nuklir mengurangi 5.1 juta ton SO2. Dan ini merupakan hampir setengah dari jumlah target yang disepakati oleh program yang disebut dengan "Clean Air Act Amendments of 1990". Energi nuklir juga mecegah pelepasan 2.5 juta ton NOx, dimana nilai ini melebihi dari target yang ditentukan sebesar 2 juta ton NOx oleh Clean Air Act Amendments of 1990 tersebut di atas.
Biaya Pembangkitan
Biaya pembangkitan nuklir menjadi primadona kembali setalah ada peningkatan efesiensi. Biaya pembangkitan nuklir turun dari 0.0207 dolar/kWh menjadi 0.0189 dolar/kWh pada tahun 1995. Penurunan ini konstan sebesar 8.7% untuk kurs dolar 1995. Beberapa pembangkit nuklir terbaru mencapai biaya pembangkitan sampai 0.012 dolar/kWh. Hal tersebut bisa dicapai karena beberapa pembangkit nuklir terbaru tersebut meningkatkan kapasitas faktor dari 75.1% menjadi 78.8%. Kapasitas faktor adalah unjuk kerja pembangkit nuklir yang dihitung berdasarkan jumlah listrik yang dihasilkan secara nyata dibagi jumlah maksimum listrik yang bisa dicapai oleh pembangkit tersebut.
Makin menurunnya biaya pembangkitan oleh nuklir sebagai salah satu faktor yang menyebabkan beberapa negara yang akan mengembangkan atau meningkatkan industri nasionalnya, meningkatkan penggunaan energi nuklir bagi negaranya masing masing. Ketergantungan akan energi nuklir dari beberapa negara.
0 komentar:
Posting Komentar