Selasa, 07 Maret 2017

Bagaimana Sejarah Perkembangan Kultur Jaringan

Bagaimana Sejarah Perkembangan Kultur Jaringan
Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai pada tahun 1838 ketika Schwann dan Schleiden mengemukakan teori totipotensi yang menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Teori yang dikemukakan ini merupakan dasar dari spekulasi Haberlandt pada awal abad ke-20 yang menyatakan bahwa jaringan tanaman dapat diisolasi dan dikultur dan berkembang menjadi tanaman normal dengan melakukan manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan nutrisinya. Walaupun usaha Haberlandt menerapakan teknik kultur jaringan tanaman pada tahun 1902 mengalami kegagalan, namun antara tahun 1907-1909 Harrison, Burrows, dan Carrel berhasil mengkulturkan jaringan hewan dan manusia secara in vitro.

Keberhasilan aplikasi teknik kultur jaringan sebagai sarana perbanyakan tanaman secara vegetatif pertama kali dilaporkan oleh White pada tahun 1934, yakni melalui kultur akar tomat. Selanjutnya pada tahun 1939, Gautheret, Nobecourt, dan white berhasil menumbuhkan kalus tembakau dan wortel secara in vitro. Setelah Perang Dunia II, perkembangan teknik kultur jaringan sangat cepat, dan menghasilkan berbagai penelitian yang memiliki arti penting bagi dunia pertanian, kehutanan, dan hortikultura yang telah dipublikasikan.

Pada awalnya, perkembangan teknik kultur jaringan tanaman berada di belakang teknik kultur jaringan manusia. Hal itu disebabkan lambatnya penemuan hormon tanaman (zat pengatur tumbuh). Ditemukakannya auksin IAA pada tahun 1934 oleh Kögl dan Haagen-Smith telah membuka peluang yang besar bagi kemajuan kultur jaringan tanaman. Kemajuan ini semakain pesat setelah ditemukannya kinetin (suatu sitokinin) pada tahun 1955 oleh Miller dan koleganya. Pada tahun1957, Skoog dan Miller mempublikasikan suatu tulisan ”kunci” yang menyatakan bahwa interaksi kuantitatif antara auksin dan sitokinin berpengaruh menentukan tipe pertumbuhan dan peristiwa morfogenetik di dalam tanaman. Penelitian kedua ilmuwan tersebut pada tanaman tembakau mengungkapkan bahwa rasio yang tinggi antara auksin terhadap sitokinin akan menginduksi morfogenesis akar, sedangkan rasio yang rendah akan menginduksi morfogenesis pucuk. Namun pola yang demikian ternyata tidak berlaku secara universal untuk semua spesis tanaman.

Ditemukannya prosedur perbanyakan secara in vitro pada tanaman anggrek Cymbidium 1960 oleh Morel, serta diformulasikannya komposisi medium dengan konsentrasi garam mineral yang tinggi oleh Murashige dan Skoog pada tahun 1962, semakin merangsang perkembangan aplikasi teknik kultur jaringan pada berbagai spesies tanaman. Perkembangan yang pesat pertama kali dimulai di Perancis dan Amerika, kemudian teknik ini pun di kembangkan di banyak negara, termasuk Indonesia, dengan prioritas aplikasi pada sejumlah tanaman yang memiliki arti penting bagi masing-masing negara.


Meningkatnya penelitian kultur jaringan dalam dua dekade terakhir telah memberi sumbangan yang sangat besar bagi ahli pertanian, pemuliaan tanaman, botani, biologi molekuler, biokimia penyakit tanaman, dan sebagainya. Karena kultur jaringan telah mencapai konsekuensi praktis yang demikian jauh di bidang pertanian, pemuliaan tanaman dan sebagainya maka dapat dipastikan junlah penelitian dan aplikasi teknik ini akan terus meningkat pada masa-masa mendatang. Pierik (1997) mengemukakan sejumlah peristiwa penting dalam sejarah perkembangan kultur jaringan hingga dekade 1980 an sebagai berikut;
  • 1892 Ditemukan fenomena sintesis senyawa-senyawa pembentuk organ yang didistribusikan secara polar di dalam tanaman.
  • 1902 Usaha pertama aplikasi kultur jaringan tanaman
  • 1904 Usaha pertama aplikasi kuktur embrio sejumlah tanaman Cruciferae
  • 1909 Fusi protoplas tanaman, namun produk yang dihasilkan mengalami kegagalan untuk hidup.
  • 1922 Perkecambahan in vitro biji anggrek secara asimbiosis.
  • 1922 Kultur in vitro ujung akar
  • 1925 Aplikasi kultur embrio pada tanaman Linum hasil silang antar spesies
  • 1929 Kultur embrio Linum untuk menghindari inkompatibilitas persilangan
  • 1934 Kultur in vitro jaringan kambium dari sejumlah tanaman pohon dan perdu mengalami kegagalan karena tidak adanya ketrelibatan auksin
  • 1934 Keberhasilan kultur akar tanaman tomat.
  • 1936 Kultur embrio sejumlah tanaman Gymnospermae
  • 1939 Keberhasilan menumbuhkan kultur kalus secara kontinu
  • 1940 Kultur in vitro jaringan kambium dari tanaman Ulmus untuk mempelajari pembantukan tunas adventi
  • 1941 Air kelapa (Yang mengandung faktor pembelahan sel) untuk pertama kalinya digunakan pada kultur embrio tanaman Datura
  • 1941 Kultur in vitro jaringan tumor crown-gall
  • 1944 Untuk pertama kalinya kultur in vitro tembakau digunakan pada penelitian pembantukan tunas adventif
  • 1945 Budi daya potongan tunas tanaman Asparagus secara in vitro
  • 1946 Untuk pertama kalinya diperoleh tanaman Lupinus dan Tropaelum dari kultur pucu
  • 1948 Pembentukan akar dan tunas adventif tanaman tembakau ditentukan oleh rasio auksin : adenin
  • 1950 Regenerasi organ tanaman dari jaringan kalus Sequoia sempervirens.
  • 1952 Aplikasi sambung mikro (micrografiting) untuk pertama kalinya
  • 1953 Produksi kalus haploid tanaman Ginkgo biloba dari kultur serbuk sari
  • 1954 Pengkajian terhadap perubahan-perubahan kariologi dan sifat-sifat kromosom pada kultur endosperm tanaman jagung
  • 1955 Penemuan kinetin, yaitu suatu hormon perangsang pembelahan sel.
  • 1956 Realisasi pertumbuhan kultur di dalam sistem multiliter untuk menghasilkan metabolit sekunder.
  • 1957 Ditemukannya pengaturan pembentukan organ (akar dan pucuk) dengan mengubah rasio antara auksin dan sitokinin
  • 1958 Regenerasi embrio somatik secara in vitro dari jaringan nuselus tanaman Citrus ovules
  • 1958 Regenerasi proembrio dari massa kalus dan suspensi sel tanaman wortel
  • 1959 Publikasi buku pegangan mengenai kultur jaringan tanaman untuk pertama kali
  • 1960 Keberhasilan pembuahan in vitro pada Papaver rhoeas untuk pertama kalinya
  • 1960 Degradasi dinding sel secara enzimatik untuk memperoleh protoplas dalam jumlah besar.
  • 1960 Perbanyakan vegetatif tanaman anggrek melalui kultur meristem
  • 1960 Filtrasi suspensi sel dan isolasi sel tunggal
  • 1962 Pengembangan medium dasar Murashige dan Skoog (MS)
  • 1964 Produksi tanaman Datura haploid dari kultur serbuk sari untuk pertama kalinya
  • 1964 Regenerasi tunas dan akar pada jaringan kalus tanaman Populus tremuloides
  • 1965 Induksi pembungaan secara in vitro pada tanaman tembakau
  • 1965 Diferensiasi tanaman tembakau dari isolasi sel tunggal pada kultur mikro
  • 1967 Induksi pembentukan bunga pada Lunaria annua dengan vernalisasi secara in vitro
  • 1967 Produksi tanaman haploid dari kuktur serbuk sari tanaman tembakau (Nicotiana tabacum).
  • 1969 Analisis kariologi tanaman yang diregenerasikan dari kultur kalus tembakau.
  • 1969 Keberhasilan isolasi protoplas dari kultur suspensi Haplopappus gracilis untuk pertama kalinya
  • 1970 Seleksi mutan biokimia secara in vitro
  • 1970 Pemanfaatan kultur embrio untuk menghasilkan barley monoploid
  • 1970 Keberhasilan peleburan protoplas untuk pertama kalinya
  • 1971 Keberhasilan regenerasi tanaman dari kultur protoplas untuk pertama kalinya.
  • 1972 Hibridisasi antarspesies melalui peleburan protoplas pada dua spesies Nicotiana
  • 1973 Sitokinin diketahui mampu memecahkan dormansi pada eksplan jaringan kapitulum tanaman Gerbera
  • 1974 Induksi percabangan aksilar oleh sitokinin pada eksplan tunas tanaman Gerbera.
  • 1974 Regenerasi Petunia hybrida haploid dari kultur protoplas.
  • 1974 Diketahui bahwa peleburan protoplas haploid dapat dilakukan sehingga mendukung hibridisasi
  • 1974 Biotransformasi pada kultur jaringan tanaman
  • 1974 Penemuan Ti-plasmid pada Agrobacterium sebagai senyawa penginduksi pembentukan tumor
  • 1975 Seleksi positif terhadap kultur kalus tanaman jagung yang resisten terhadap Helminthosporium maydis.
  • 1976 Inisiasi pucuk dari eksplan tunas tanaman anyelir yang berasal dari penyimpanan pada suhu rendah (kreopreservasi).
  • 1976 Hibridisasi antarspesies melalui peleburan protoplas pada tanaman Petunia hybrida dan P. Parodii.
  • 1976 Sintesis dan perombakan oktopin dan nopalin diketahui dikontrol secara genetis oleh Ti-plasmid Agrobacterium tumefaciens.
  • 1977 Keberhasilan integrasi DNA Ti-plasmid dari Agrobacterium tumefaciens pada tanaman
  • 1978 Hibridisasi somatik tomat dan kentang
  • 1979 Pengembangan prosedur co-cultivation untuk teransformasi protoplas tanaman dengan Agrobacterium
  • 1980 Pemanfaatan sel untuk biotransformasi digitoksin menjadidigoksin
  • 1981 Pengenalan istilah variasi somaklon atau keragaman somaklon
  • 1981 Isolasi auksotrop melalui skrining berskala besar terhadap koloni sel yang diperoleh dari protoplas haploid tanaman Nicotiana plumbaginifolia dengan perlakuan mutagen.
  • 1982 Protoplas dapat bergabung dengan DNA telanjang sehingga memungkinkan untuk dilakukannya transformasi dengan isolasi DNA.
  • 1983 Hibidisasi sitoplasma antargenus pada tanaman bit dan Brassica napus
  • 1984 Transformasi sel tanaman dengan DNA plasmid
  • 1985 Infeksi dan transformasi potongan daun dengan Agrobacterium tumefaciens dan regenerasi tanaman yang mengalami transformasi

Bagaimana Sejarah Perkembangan Kultur Jaringan Rating: 4.5 Diposkan Oleh: frf

0 komentar:

Posting Komentar