Sabtu, 04 Februari 2017

Karakteristik Pembakaran Biomassa dalam Fluidized Bed Boiler

Karakteristik Pembakaran Beberapa Jenis Biomassa dalam Fluidized Bed Boiler
Abstract
Combustion of biomass may produce a thermal energy that can be utilized for other utility need by converting that thermal energy to another form of energy. Fluidized bed boiler (FBB) is choice for conversion process of thermal energy to electrical energy, since the produced steam can be used to drive the turbine that coupled the electrical generator. The unit at where the combustion taken place i.e. combustion chamber and freeboard are addressed as an observation target in order to evaluate the FBB performance. The result on combustion of three types of biomass, saw-chip wood, pinang fiber and dry wood waste, shows that the each type of biomass has a specific combustion characteristic. Maximum combustion temperature for the saw-chip wood and wood waste is found at combustion time of 30 second, while for the pinang fiber at 20 second. A very interesting result is that the maximum temperature can be increased by changing the fuel feeding system. The inter-feeding system provides the maximum temperature much higher than without inter-feeding system.
Keywords: fluidized bed boiler, combustion characteristic, combustion chamber, freeboard

1. Pendahuluan
Krisis energi dan pemanasan global adalah dua permasalahan yang sedang dihadapi dunia. Sumber energi fosil dunia semakin hari semakin menipis, sementara di sisi lain pemanasan global semakin hari semakin meningkat. Salah satu jalan keluar yang ditawarkan para pakar adalah pencarian dan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan (new and renewable energy resources). Data tahun 2004 menunjukkan bahwa kontribusi energi terbarukan dalam konsumsi energi final Indonesia adalah 1,3%. Berdasarkan Blueprint Pengelolaan Energi Nasional (Blueprint PEN) 2005, sharing energi terbarukan dalam energi primer ditargetkan mencapai 15% pada 2025 (DESDM, 2005; REN21, 2008).

Riset terhadap pembakaran biomass di dalam Fluidized Bed Combustor/Boiler (FBC/FBB) sudah sangat banyak dilakukan di seluruh dunia. Biomassa yang digunakan pun sangat beragam; sekam padi, jerami padi, kulit kopi, cangkang dan sabut sawit, kulit kacang, tongkol jagung, ampas tebu, sarang biji kapas, batang sorgum, kayu, serbuk gergaji, lumpur kering/basah, limbah sayuran, dan lain-lain (Bapat dkk, 1997; Bhattacharya dkk, 1984; Liu dkk, 1995; Muthukrishnan dkk, 1995; Natarajan, 1998; Ogada dan Werther, 1996; Peel, 1989; Peel dan Santos, 1980; von Raczeck, 1992).

Permasalahan yang dikaji juga sangat beragam, diantaranya adalah efek kandungan air dalam biomassa (kelembaban), densitas curah (bulk density) biomassa, kandungan abu, kandungan bahan volatil (zat terbang) terhadap mekanisme pembakaran dan pembentukan/pelepasan emisi gas dan partikulat; fenomena aglomerasi unggun, fouling dan slagging, serta permasalahan korosi yang ditimbulkan oleh reaksi antara senyawa kimia yang terdapat dalam abu dengan elemen dalam bahan konstruksi (Bapat dkk, 1997; Chen dkk, 1997; Hellwig, 1985; Ogada dan Werther, 1996; LePori dkk, 1981; von Raczeck, 1992).

Lebih lanjut, model atau posisi feeding juga menentukan karakteristik pembakaran, baik dalam unggun/combustor maupun freeboard (Peel, 1989; Peel dan Santos, 1980). Biomassa dengan densitas curah rendah seperti serbuk gergaji, ampas tebu dan sekam padi lebih baik digunakan sistim under-bed feeding, sebaliknya biomassa dengan densitas curah tinggi seperti serpihan kayu dan tongkol jagung dapat dipakai sistim feeding mana saja (under- atau over-bed feeding). Sekarang ini, sistim in-bed feeding sedang diterapkan di power plant berbahan bakar kayu di Altenburg, Bavaria (Jerman).

Di pihak lain, untuk memastikan proses pembakaran dapat berjalan sempurna, maka pembakaran dilangsungkan pada kondisi udara berlebih (excess air). Besarnya udara berlebih tegantung pada jenis bahan bakar dan alat/dapur pembakarannya. Menurut Muin (1988), udara berlebih yang diizinkan berkisar antara 25-50%. Pemilihan dan klasifikasi ruang bakar FBB merujuk pada penelitian Wahyu dkk (2011); hidrodinamika unggun terfluidisasi, kontak gas-padatan serta kecepatan gas di dalam unggun. Sistem fluidized bed (unggun terfluidisasi) mempunyai hidrodinamika lebih baik dibandingkan tungku unggun tetap. Hidrodinamika sistem fluidized bed dapat meningkatkan efektifitas pergerakan dan interaksi gas dan partikel didalam combustor (Basu, 2006).

Di laboratorium Sumberdaya Energi, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Syiah Kuala, penelitian tentang pembakaran dalam Fluidized Bed Boiler (FBB) sudah dimulai sejak tahun 2005. Sampai dengan 2011, penelitian difokuskan pada pembakaran campuran biomassa (cangkang sawit)-batubara dengan kapasitas 3 kg/jam bahan bakar. FBB didesain pada interval campuran bahan bakar 0-100%, artinya unit FBB dapat beroperasi pada kondisi bahan bakar 100% batubara sampai dengan 100% biomassa. Penelitian tersebut hanya sampai pada tahap pembangkitan kukus, tidak sampai ke tahap pembangkitan daya listrik (Mahidin dkk, 2009 dan 2011). Didasarkan pada pengalaman tersebut, pada tahun 2012-2013 penelitian diarahkan ke pembakaran biomassa murni (single combustion), menggunakan teknologi sejenis berkapasitas 2 kW, yang kami laporkan dalam artikel ini.

2. Metodologi
2.1. Peralatan dan bahan
Pada pengujian ini digunakan satu unit FBB yang dilengkapi dengan instrumen pengukur tekanan dan temperatur. FBB terdiri atas combustor, free board, boiler dan chimney. Secara lengkap unit peralatan uji diperlihatkan dalam Gambar 1 berikut. 

Bahan (biomassa) yang digunakan dipilih berdasarkan kemiripan karakteristik, tetapi beda berat jenis curahnya (Yokohama, 2008). Biomassa yang menjadi bahan uji masing-masing adalah serpihan kayu ketam, kulit/sabut pinang dan ranting kayu kering, seperti terlihat pada Gambar 2-4 di bawah.
Gambar Fluidized Bed Boiler

Serpihan kayu ketam adalah limbah yang diambil pada kilang/panglung kayu dan kulit pinang diambil dari masyarakat yang memproduksi biji pinang. Kedua biomassa tersebut langsung dijadikan bahan bakar tanpa perlakuan apa-apa. Sedangkan ranting kayu adalah limbah pembersihan kebun dan pekarangan yang selanjutnya dipotong-potong dengan ukuran 5-10 cm.

2.2. Metode Pengujian
Serpihan kayu ketam ditimbang dengan berat 2 kg, untuk sekali pengujian dengan sekali loading tanpa inter-fuel feeding. Untuk pengujian model inter-fuel feeding, setelah di-loading mula-mula dengan 2 kg, lalu ditambah 1 kg untuk inter-feeding (semi-continuous feeding) pada saat pembakaran mencapai 35 detik. Sementara itu, untuk biomassa kulit pinang dan ranting kayu ditimbang dengan berat yang sama, yaitu 2 kg, untuk sekali pengujian tanpa perlakuan inter-fuel feeding.

Pengukuran temperatur pembakaran dilakukan setiap interval 10 detik pada dinding dan ruang bakar (combustor) masing-masing 1 titik serta 3 titik di freeboard (bawah, tengah dan atas). Kharakteristik yang dilaporkan di sini hanya temperatur pembakaran pada titik pengukuran yang disebutkan di atas.

3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Pembakaran Serpihan Kayu Ketam
Gambar 5 di bawah ini memperlihatkan profil temperatur pembakaran biomassa serpihan kayu ketam. Grafik menunjukkan kharakter temperatur pembakaran yang spesifik, dimana temperatur maksimum terdeteksi pada detik ke-30, baik untuk ruang bakar maupun dinding ruang bakar. Temperatur maksimumnya masing-masing adalah ±700 oC dan 200 oC.

Selanjutnya, Gambar 6 menggambarkan profil temperatur di freeboard-nya. Terlihat bahwa temperatur maksimum lebih cepat dicapai, yaitu pada saat pembakaran baru berlangsung 15 detik. Fenomena ini sudah teramati sebelumnya oleh Preto dkk (1987) pada pembakaran sekam padi, terutama untuk sistim over-bed feeding. Meskipun dalam studi ini sistim yang digunakan adalah under-bed feeding, fenomena serupa juga termati.

PENGERTIAN, TEORI DAN KONSEP ENERGI

Cepatnya tercapai temperatur maksi-mum di freeboard diprediksikan bahwa sebahagian besar volatil yang terkandung dalam biomassa menguap dan terbakar di awal-awal pembakaran berlangsung. Berbeda halnya dengan yang terjadi di ruang bakar, dimana proses pembakaran arang (char) berlangsung, butuh waktu yang lebih lama untuk mencapai pembakaran maksimum. Perihal yang perlu menjadi perhatian adalah fenomena ini mungkin tidak akan teramati pada FBB skala komersial dimana proses pencampuran karena fluidisasi lebih baik dan sempurna.

3.2. Pembakaran Kulit Pinang
Gambar menunjukkan temperatur hasil pembakaran kulit pinang. Jenis biomassa ini adalah serabut sehingga perubahan temperatur pembakarannya lebih signifikan, dimana pola kurva temperatur ruang bakarnya lebih terjal (sharp) sejak awal pembakaran sampai mencapai temperatur maksimum. Fakta ini terlihat pada interval temperatur pembakaran 150˚C - 500˚C.

Sementara itu, perubahan temperatur dinding ruang bakar tidak terlalu signifikan dibanding data dalam  serpihan kayu ketam. Hal ini dimungkinkan karena adanya pembatasan jumlah bahan bakar (yaitu 2 kg biomassa untuk satu batch pembakaran), tanpa penambahan bahan bakar.

Gambar menjelaskan profil temperatur pembakaran kulit pinang di freeboard. Pola yang teramati berbeda dengan serpihan kayu ketam. Terdapat dua puncak temperatur maksimum di freeboard, yaitu pada menit ke 15 dan 30. Hal ini diprediksi karena ada pembakaran volatil yang terjadi berulang atau puncak yang pertama adalah pembakaran biomassa yang terbawa ke freeboard karena ringan (dibanding dua biomassa lain yang diuji dalam studi ini) dan puncak yang kedua adalah pembakaran volatil.

3.3. Biomassa Ranting Kayu Kering
Mengilustrasikan profil temperatur pada pembakaran ranting kayu kering, baik dalam ruang bakar maupun freeboard. Terlihat bahwa profil temperatur untuk semua titik pengukuran sangat identik dengan profil temperatur serpihan kayu ketam. Temperatur maksimum teramati pada interval waktu yang sama. Titik maksimum yang terjadi juga tunggal, berbeda halnya dengan karakteristik pembakaran kulit pinang.

Menggambarkan bahwa karakteristik pembakaran ranting kayu kering mirip dengan serpihan kayu ketam. Fenomena ini dimungkinkan terjadi karena kedua biomassa tersebut masuk jenis biomassa padat (densitas tinggi), dibandingkan kulit pinang (densitas rendah).

3.4. Profil Temperatur pada Pembakaran dengan Inter-Feeding System
Profil temperatur hasil pembakaran biomassa serpihan kayu ketam dengan inter-feeding system. Pola temperatur pembakaran mengalami peningkatan seiring dengan waktu feeding bahan bakar dilakukan. Dari kurva temperatur dapat diketahui bahwa untuk mendapatkan pola temperatur yang konstan pada nilai maksimumnya maka sistim feeding harus kontinyu. Satu hal yang cukup menarik bahwa temperatur maksimum juga dapat ditingkatkan dengan sistim ini, dimana tanpa inter-feeding temperatur maksimum untuk serpihan kayu adalah 724 oC meningkat menjadi 1.407 oC pada sistim inter-feeding. Suatu peningkatan yang sangat signifikan.
Gambar Profil temperatur pembakaran inter-fuel feeding system

Temperatur pembakaran serpihan kayu ketam di ruang bakar dan dindingnya untuk inter-fuel feeding system. Sebagaimana juga terlihat dalam Gambar 11, selisih antara temperatur ruang bakar dengan dindingnya sangat jauh. Untuk waktu pengujian sampai dengan 160 detik, perpindahan panas konduksi pada dinding ruang bakar belum mencapai nilai yang maksimum atau belum setimbang dengan temperatur ruang bakar. Fenomena serupa juga terjadi untuk pembakaran tanpa inter-fuel feeding system.

3.5. Laju Pindah Panas Konveksi
Pada bagian ini didiskusikan laju pindah panas konveksi dalam ruang bakar. Kurva-kurva pindah panas untuk ketiga jenis biomassa berkelakuan hamper sama. Hal ini menunjukkan bahwa pola pindah panas yang terjadi sama, hanya berbeda dalam besar kecilnya laju perpindahan saja. Besar kecilnya laju perpindahan panas sangat dipengaruhi oleh jumlah energi per satuan biomassa itu sendiri, yang teramati pada tinggi rendahnya temperatur pembakaran sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 5, 7 dan 9 di atas.

Kulit pinang yang hanya memiliki temperatur maksimum ±500 oC, dibanding biomassa lain yang mencapai ±700 oC lebih, menghasilkan laju pindah panas yang paling rendah. Sementara dua yang lain hampir berimpit.

Pembuktian bahwa karakter biomassa sangat berpengaruh terhadap profil temperatur pembakaran, yang selanjut berkontribusi pada laju pindah panas. Sama halnya dengan profil temperatur, waktu pencapaian laju pindah panas maksimum untuk kulit pinang adalah 20 detik, sedangkan serpihan kayu ketam dan ranting kayu adalah 30 detik.

Hal lain yang menarik yang juga perlu dijelaskan adalah waktu padam (burn out) yang mirip seperti terlihat pada Gambar 5-10. Meskipun karakter biomassa beda dan sebagian besar karakter pembakarannya juga, tetapi waktu padam yang dimiliki sama.

4. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari data dan pembahasan adalah:
  1. Dari data profil temperatur didapat bahwa temperatur maksimum pembakaran diperoleh pada rentang waktu antara 20 sampai dengan 30 detik, berbeda menurut jenis bahan bakar, untuk proses pembakaran tanpa inter-fuel feeding system.
  2. Inter-fuel feeding system dapat menghasilkan keluaran temperatur yang lebih konstan sekaligus meningkatkan temperature pembakaran.
  3. Pola laju pindah panas mengikuti pola profil temperatur.
Ucapan Terimakasih
Terimakasih penulis sampaikan kepada DP2M Dikti atas pendanaan penelitian ini melalui HIBAH PENELITIAN TIM PASCASARJANA-HPTP (HIBAH PASCA) tahun 2012.

Daftar Pustaka;
  • Basu, P. (2006) Combustion and Gasification in Fluidized Beds, CRC Taylor and Francis Group, USA.
  • Bapat, D.W., Kulkarni, S.V., and Bhandarkar, V.P. (1997) Design and operating experience on fluidized bed boiler burning biomass fuels with high alkali ash. In: F.D.S. Preto, editor. Proceedings of the 14th International Conference on Fluidized Bed Combustion, Vancouver, New York.
  • Bhattacharya, S.C., Shah, N., and Alikhani, Z. (1984) Some aspects of fluidized bed combustion of paddy husk, Appl. Energy, 16(4).
  • Chen, G., Fang, M., Luo, Z., Li, X., Shi, Z., Cen, K., and Ni, M. (1997) Experimental research on rice husk combustion in CFB boiler and the design of a 35 t/h rice husk-fired CFB boiler. In: F.D.S. Preto, editor. Proceedings of the 14th International Conference on Fluidized Bed Combustion, Vancouver, New York.
  • DESDM. (2005) Blueprint Pengelolaan Energi Nasional 2005-2025, Jakarta.
  • Hellwig, G. (1985) Basic of the combustion of wood and straw. In: W. Palz, J. Coombs, D.O. Hall, editors. Energy from biomass, 3rd E.C. Conference, London, Elsevier Applied Science.
  • LePori, W.A., Anthony, R.G., Lalk, T.R., and Craig, J.D. (1981) Fluidized bed combustion and gasification of biomass. In: Agricultural energy, Vol. 2: Biomass energy and crop production, ASAE Publication 4-81.
  • Liu, H., Lin, Z., and Liu, D., and Wu, W. (1995) Combustion characteristics of rice husk in fluidized beds. In: K.J. Heinschel, editor. Proceedings of the 13th International Conference on Fluidized Bed Combustion, Orlando, New York.
  • Mahidin, Khairil, Gani, A. dan Adisalamun. (2009) Karakteristik Pembakaran Batubara Peringkat Rendah, Cangkang Sawit dan Campurannya dalam Fluidized Bed Boiler, Reaktor, 12(4)
  • Mahidin, Khairil, dan Gani, A. (2011) Efisiensi Heat Recovery pada Pembakaran Batubara Peringkat Rendah, Cangkang Sawit dan Campurannya, Jurnal Teknik Mesin ITS, 11(1)
  • Muin, S.A. (1988) Pesawat-pesawat Konversi Energi I: Ketel Uap, Rajawali Press, Jakarta.
  • Muthukrishnan, M., Sundararajan, S., Viswanathan, G., Sarajam, S., Kamalanathan, N., and Ramakrishnan, P. (1995) Salient features and operating experience with world’s first rice straw fired fluidized bed boiler in a 10 MW power plant. In: K.J. Heinschel, editor. Proceedings of the 13th International Conference on Fluidized Bed Combustion, Orlando, New York.
  • Natarajan, E., Nordin, A., and Rao, A.N. (1998) Overview of combustion and gasification of rice husk in fluidized bed reactors, Biomass Bioenergy, 14(5/6).
  • Ogada, T., and Werther, J. (1996) Combustion characteristics of wet sludge in a fluidized bed: release and combustion of the volatiles. Fuel, 75(5).
  • Peel, R.B. (1989) Fluidized bed combustion and gasification of biomass. In: G. Grass, G. Gosse, G. dos Santos, editors. Proceedings of the 5th E.C. Conference on Biomass for Energy and Industry, II. London: Elsevier Applied Science.
  • Peel, R.B., and Santos, F.J. (1980) Fluidized bed combustion of vegetable fuels, Proceedings Fluidized combustion-systems and applications. Institute of Energy Symposium Series 4, London.
  • Preto, F. D. S., Anthony, E.J., Friedrich, F.D. (1987) Combustion trials of rice husks in a pilot scale combustor. In: J. P. Mustonen, editor. Proceedings of the 9th International Conference on Fluidized Bed Combustion, Boston, USA.
  • REN21. (2008) Renewables 2007 Global Status Report, Worldwatch Institute, Washington DC, USA.
  • Wahyu, H., Djunaedi, I. Affendi, M., Sugiyatno, dan Utomo, Y. S. (2011) Perancangan dan Pengembangan Model Reaktor Circulating Fluidized Bed untuk Gasifikasi Biomassa, Pusat Penelitian Fisika LIPI, Bandung, Indonesia.
  • von Raczeck, U. (1992) Experimental investigation of the emissions and combustion characteristics of sewage sludge in a semi-pilot scale fluidized bed combustor, PhD Thesis, Technical University Hamburg - Harburg, Germany.

Karakteristik Pembakaran Biomassa dalam Fluidized Bed Boiler Rating: 4.5 Diposkan Oleh: frf

0 komentar:

Posting Komentar