Senin, 30 Januari 2017

PENGARUH PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN INDUSTRIALISASI

BELAJAR DARI KOREA SELATAN: PENGARUH PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN INDUSTRIALISASI TERHADAP KEMAJUAN KOREA SELATAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dari segi usia pra dan pasca kemerdekaan, Indonesia tidak jauh berbeda dengan Korea Selatan. Indonesia dan Korea Selatan sama-sama menjadi negara miskin setelah lama dijajah. Namun, ada satu hal yang sangat mencolok antara Indonesia dan Korea Selatan pada sekarang ini. Indonesia sangat kaya dengan sumber daya alam dan tanah yang subur dibandingkan dengan Korea Selatan yang kekurangan dengan sumber daya alamnya, ternyata dalam beberapa dekade kemudian justru Indonesia tertinggal jauh dibanding Korea.

Awalnya Korea Selatan adalah negara pertanian tradisional yang miskin,lalu kemudian Korea Selatan bangkit menjadi negara industri modern yang disegani dunia. Diawal-awal pemulihan, Korea Selatan harus bergantung pada hutang luar negeri hanya untuk bertahan, bukan berkembang. Begitu lemahnya perekonomian Korea sehingga AS memutuskan untuk mengurangi bantuan karena menganggap Korea Selatan tidak akan pernah bisa tumbuh. Dalam beberapa dekade kemudian, Korea Selatan mencetak prestasi yang sangat luar biasa sekaligus menjungkirkan semua pandangan rendah terhadap bangsa Korea.

Indonesia yang merdeka pada tahun yang sama dengan Korea Selatan, memiliki kelimpahan dalam sumber daya dan hasil alamnya, ternyata tertinggal sangat jauh 4 dekade kemudian. Selama kurun 1960-1990, Korea Selatan termasuk salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat. Dan hingga saat ini, Korea Selatan telah mengalahkan banyak negara dunia termasuk Eropa. Koea Selatan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi ke-15 terbesar dunia dan keempat di Asia setelah Jepang, China dan India. Korea Selatan menjadi salah satu negara eksportir barang manufaktur berteknologi tinggi utama, mulai dari elektronik, mobil/bus, kapal, mesin-mesin, petrokimia hingga robotik.

Pertumbuhan ekonomi di Korea Selatan tidak lepas dari dukungan kebijakan Pembangunan Sumber Daya Manusia yang dilakukan oleh pemerintah Korea Selatan. Hayami (2001) mengatakan bahwa pengembangan pengetahuan melalui investasi di bidang pendidikan merupakan prasyarat bagi pertumbuhan produktivitas negara. Industrialisasi yang bertumbuh pesat tidak hanya didukung oleh faktor teknologi, tetapi juga kualitas pekerjanya. Hal ini terbukti dengan sektor industri di Korea Selatan saat ini menyerap lebih banyak pekerja dibandingkan sektor pertanian. 

Tujuan Penulisan
Karya tulis ini dibuat untuk membuka paradigma baru bagi pemikiran para pembaca mengenai betapa pentingnya pembangunan sumber daya manusia dan bagaimana pembangunan sumber daya manusia tadi dapat berdampak pada industrialisasi suatu Negara, hingga akhirnya dapat menggerakkan pertumbuhan negara tersebut dalam waktu yang relatif singkat, seperti apa yang dialami secara nyata oleh Korea Selatan. Lewat karya tulis ini, kami ingin agar bangsa Indonesia bisa belajar dari pengalaman kemajuan Korea Selatan dan mengimplikasikannya dalam usaha-usaha pembangunan Indonesia.

Manfaat Penulisan
Pemaparan dan gagasan yang diberikan dalam karya tulis ini diharapkan dapat memberi alternatif referensi usaha-usaha yang dapat dilakukan Pemerintah untuk memajukan Indonesia, serta dapat menggerakkan Pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat untuk bersedia bergerak bersama dan melakukan langkah-langkah konkret baik dari sisi kebijakan pendidikan maupun industri agar benar – benar dapat merealisasikan kemajuan pembangunan Indonesia kearah yang lebih baik.

GAGASAN
Perekonomian Korea Selatan sejak tahun 1960-an telah mencatat rekor perkembangan yang luar biasa. Perkembangan ini terutama ditentukan lewat integrasi negara ini kepada perekonomian dunia yang modern dan berteknologi tinggi. Saat ini pendapatan perkapita Korea Selatan telah setara dengan pendapatan negara-negara Uni Eropa.Korea Selatan dengan jumlah penduduk diatas 48 juta jiwa (Worldbank, 2010) memiliki Pendapatan Nasional sebesar $1,014,483,158,314 . Indonesia yang memiliki penduduk diatas 240 juta jiwa memiliki Pendapatan Nasional dibawah Korea Selatan yaitu sebesar $706,558,240,892. Dengan pendapatan per kapita sebesar $25,493 (PPP), Korea Selatan termasuk dalam tingkat pendapatan tinggi. Dari gambar 1, grafik menunjukkan tingkat pertumbuhan GDP Indonesia dan Korea Selatan sama-sama mengalami fluktuasi. Kedua negara sama-sama mengalami penurunan pertumbuhan GDP pada tahun 1988, dimana saat itu Krisis Finansial Asia 1997 membuka kelemahan dari model pengembangan Korea Selatan, termasuk rasio utang/persamaan yang besar, pinjaman luar yang besar, dan sektor finansial yang tidak disiplin.

Tingkat pertumbuhan penduduk di Korea Selatan yang digambarkan pada ganbar 2, semakin lama pertumbuhannya semakin menurun. Pada tahun 2010, Korea Selatan mencapai tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 0,3% yang posisinya berada jauh dibawah Indonesia. Seperti yang kita ketahui bahwa tingkat pertumbuhan penduduk merupakan indikator pembangunan ekonomi. Tingkat penduduk yang tinggi, jika tidak didukung dengan penyediaan pelayanan pendidikan yang baik, membuat pendistribusian pendidikan tidak merata. Subsidi pemerintah tidak akan cukup untuk membiayai seluruh kebutuhan pendidikan untuk semua tingkat pendidikan. Akibatnya, banyak warga yang tidak mampu untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi sehingga kualitas tenaga kerja rendah. Penawaran tenaga kerja yang banyak tidak diimbangi dengan penyerapan tenaga kerja yang memadai sehingga angka pengangguran.

Pembangunan Sumber Daya Manusia di Korea Selatan
Seperti di negara-negara lain, pendidikan di Korea Selatan terbagi atas beberapa jenjang. Pendidikan primer (primary education) diwajibkan untuk warga Korea Selatan yang berusia 6-14 tahun. Proses pendidikan dilaksanakan di Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar. Dari tabel 1.1 , pekerja yang pendidikan tertingginya ditempuh di Sekolah Dasar sebesar 23% dari total angkatan kerja pada tahun 2004. Pendidikan sekunder (secondary education) di Korea Selatan dilaksanakan pada tingkat sekolah menengah dan sekolah atas. Pada jenjang ini, para murid mendapatkan beberapa pendidikan tambahan seperti kursus-kursus tertentu. Jumlah tenaga kerja yang diserap dari para lulusan Sekolah Atas dan Sekolah Menengah adalah 42% dari total pekerja. Pendidikan tersier (tertiary education) di Korea Selatan dilaksanakan pada perkuliahan di perguruan tinggi. Lapangan pekerjaan menyerap 35% pekerja dari lulusan Perguruan Tinggi di Korea Selatan.

Hal yang menarik dari Tabel 1.1 yaitu angka penyerapan tenaga kerja paling tinggi adalah dari lulusan pendidikan sekunder. Korea Selatan yang dikenal sebagai salah satu kekuatan ekonomi utama dunia dan tercatat sebagai pengekspor terbesar keenam, ternyata mempekerjakan banyak pekerja dari sekolah-sekolah menengah terutama Sekolah Menengah Kejuruan. Pemerintah menyadari bahwa Sekolah Kejuruan tidak bisa dipandang sebelah mata untuk menghasilkan kualitas terhadap calon tenaga kerja. Perhatian khusus dan pemberian bantuan diberikan kepada Sekolah Kejuruan sehingga para lulusannya memiliki kualitas yang baik untuk bekerja. Industri-industri yang berbasis di bidang teknologi dan otomotif di Korea Selatan pun banyak menyerap tenaga kerja dari lulusan Sekolah Kejuruan. Berbeda dengan Indonesia yang sebagian lulusan Sekolah Kejuruannya hanya memiliki kualitas seadanya sehingga tidak mampu bersaing kuat dengan calon pekerja lainnya.

Industrialisasi Korea Selatan
Bagaimana Industrialisasi di Korea Selatan dimulai? Pada awalnya Korea Selatan masih berorientasi sebagai negara peniru teknologi negara-negara maju. Industrialisasi berbasis teknologi dalam negeri Korea Selatan dimulai sejak awal periode 1960-an bermula dari industri pengolahan biji besi, tungsten dan bahan baku sutra yang tidak memiliki nilai tambah tinggi. Namun sejak 1970-an mulai berkembang sektor-sektor industri baru yang berorientasi ekspor seperti tekstil, petrokimia, garmen, dan kayu lapis. Dalam dua dekade awal industrialisasi ini, para industriawan Korea belum menaruh perhatian pada kegiatan pengembangan teknologi baru. Upaya mereka lebih berfokus pada upaya mengejar ketertinggalan teknologi melalui proses imitasi dan adaptasi (reversed engineering).Periode kedua industrialisasi pada 1980-1990an merupakan periode yang menentukan, dimana akumulasi modal dan tingkat penguasaan teknologi telah memungkinkan bagi penyerapan dan pengembangan teknologi yang lebih tinggi. Industri petrokimia, perkapalan, otomotif dan konstruksi menjadi penggerak utama perekonomian nasional. Dalam periode inilah pemerintah Korea secara intensif mendorong peran universitas riset sebagai salah satu faktor kunci pembangunan ekonominya. Pasca krisis keuangan 1997-1999, sektor-sektor industri berteknologi tinggi pun mulai mendominasi perekonomian negara ini. Saat ini Korea terus meningkatkan daya saingnya dalam memasuki era perekonomian berbasis pengetahuan (knowledge based economy).

Keberhasilan era knowledge based economy Korea Selatan mulai ditunjukkan dengan bergerak majunya sektor industri berat Korea Selatan secara besar-besaran dalam berbagai jenis industri. Perusahaan Minyak Korea mulai berdiri tahun 1964, kemudian diikuti dengan pembangunan industri petrokimia terpadu tahun 1966 yang memiliki multiplier effect sangat luas. Dalam tahun 1980, berdiri pula Perusahaan minyak Korea-Iran, Ssangyong Oil Refinery. Produksi minyak meningkat dari 4,8 juta barrel tahun 1964 menjadi 257,5 juta barrel tahun 1985.Pembangunan industri petrokimia diikuti pula dengan pengembangan industri permesinan. Sejak itu, pola produksi bergeser dari produksi mesin-mesin pertanian seperti, Power Tillers, Traktor, Pompa air ke industri mesin berat. Tahun 1980 Korea Selatan sudah menjadi 10 besar dunia sebagai produser barang-barang elektronik, nilai ekspornya mencapai 4,2 triliun dolar Amerika pada tahun 1985.Dengan penyelesaian pabrik besi dan baja terpadu tahun 1973, Industri berat korsel juga melangkah maju, bahkan dewasa ini termasuk 14 besar produsen baja mentah di dunia. Maka kemudian tidak heran bilamana perusahaan motor Hyundai yang telah berdiri sejak tahun 1968, banting stir dari pabrik asembling menjadi pabrik pembuatan mobil. 

Keterkaitan pembangunan Sumber Daya Manusia dengan Industrialisasi Korea Selatan
Pada studi kasus tentang Korea Selatan,keterkaitan pembangunan sumberdaya manusia dan pembangunan industrinya direalisasikan dalam wacana knowledge based economy. Era knowledge based economy terealisasikan saat Korea Selatan mampu mengintegrasikan dengan baik potensi Perguruan Tinggi dengan industri. Berdasarkan hasil survey tahun 2005, negara-negara industri maju yang tergabung dalam OECD rata-rata mengalokasikan dukungan sebesar 78,1% dari total anggaran riset perguruan tinggi. Negara-negara industri maju melihat dengan jelas peran perguruan tinggi dalam membentuk massa kritis (critical mass) yang dibutuhkan bagi penemuan dan inovasi industrial (Weber dan Duderstadt, Ed. 2004).Dengan demikian peran universitas riset sebenarnya memiliki aspek yang penting bagi pembangunan di negara-negara maju .Sejalan dengan evaluasi ini pemerintah Korea Selatan menyediakan berbagai program insentif bagi kegiatan R&D dan pengembangan SDM universitas. Selain itu, melalui Korea Science and Engineering Foundation (KOSEF) dan Korea Research Foundation (KRF) berbagai kerjasama riset universitas-industri memperoleh dukungan. Beberapa infrastruktur klaster riset dan industri dibangun dalam bentuk Science Park Development Program, Techno Park Building Program dan Industrial Complex Innovation Cluster Program. Demikian pula pembangunan institusi riset publik maupun universitas berbasis riset, seperti KAIST (Korea Advanced Institute of Science and Technology).Tidak hanya itu, Korsel juga mencanangkan program riset dan pengembangan ala Korea Selatan yang disebut “Indigious R&D for Technological Competitiveness”. Program ini mulai aktif semenjak tahun 1980 disaat pertumbuhan industri Korea Selatan semakin pesat dan kompleks. Negara-negara maju yang sebelumnya adalah rekan bisnis mulai memandang Korea Selatan sebagai pesaing kuat..

Solusi yang Pernah Ditawarkan
Dalam upaya peningkatan pertumbuhan dan pembangunan perekonomian di Negara Indonesia,sebenarnya telah banyak langkah-langkah yang telah ditempuh pemerintah.Hanya saja memang belum terintegrasi secara baik.Dalam rangka meningkatkan kualitas SDM ,pemerintah telah melakukan program Keluarga Berencana (KB) sebagai upaya antisipasi peledakan pertumbuhan penduduk.Namun,sayangnya seusai era orde baru,program Keluarga Berencana (KB) ini kehilangan gaungnya.Pemerintah juga telah berusaha meningkatkan standar pendidikan dasar minimal 9 tahun,dengan pemberian subsidi pendidikan dasar dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Pertama dengan program dana BOS(Biaya Operasional Sekolah) untuk segenap sekolah dasar dan SMP negeri di Indonesia.Pemerintah juga terus meningkatkan anggaran dana bagi pendidikan dengan pemberian beasiswa kepada seluruh anak didik yang berprestasi dan kurang mampu dari jenjang SD hingga ke perguruan tinggi.Namun,kebijakan pemerintah tersebut hanya mampu berdampak efektif bagi sebagian kalangan masyarakat saja.Misalnya saja,dana BOS bagi SD dan SMP tidak termasuk memperhitungkan biaya lain-lain seperti baju sekolah dan uang buku.Bagi masyarakat yang sangat tidak mampu nyatanya dana BOS tidak memberi efek yang signifikan bagi pendidikan anak-anak mereka.

Bila dianalisis dari sektor industrialisasi,Indonesia jelas memang masih tertinggal jauh.Sektor primary Indonesia masih jauh lebih mendominasi ketimbang sektor industri kita.Ketiadaan alat berat dan kemampuan memproduksi produk-produk secondary apalagi produk-produk berteknologi tinggi di Indonesia memang masih jauh tertinggal,dan sampai saat ini belum ada langkah-langkah signifikan dari Pemerintah untuk mengubah sistem industri di Negara ini.

Lalu ,bagaimana dengan integrasi antara pendidikan(perguruan tinggi) dengan industrialisasi?Inilah salah satu hal penting dan mendasar bagi kemajuan industrialisasi di Indonesia yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan pertumbuhan perekonomian secara agregat ,yang luput dari perhatian Pemerintah Indonesia.

Gagasan Baru yang Ditawarkan 
· Kemitraan Perguruan Tinggi-Industri
Terdapat dua pendekatan strategis yang dapat diaplikasikan,yaitu pendekatan promotif dan pendekatan mutualisme-pasar. Pendekatan promotif pemerintah perlu dilakukan dalam berbagai bentuk mekanisme insentif dan alokasi anggaran yang mendorong integrasi pengembangan universitas riset terhadap kebijakan industri nasional. Alokasi anggaran pendidikan nasional sebesar 20% total belanja negara atau yang setara dengan 4% PDB kiranya dapat digunakan secara efektif untuk mewujudkan harapan-harapan tersebut.Pendekatan yang kedua, melalui pendekatan mutualisme-pasar, dalam arti semua pihak yang terkait memperoleh manfaat ekonomis dari kerjasama ini. Melalui kerangka kemitraan ini diharapkan universitas akan belajar untuk memahami kebutuhan-kebutuhan riil dunia industri, dan seiring dengan meningkatnya kapasitas dan produktivitasnya sebagai institusi riset maka universitas akan dapat melakukan negosiasi dan kerjasama mutualis dengan pihak industri. Hal ini secara langsung akan memberi dampak bagi produktivitas industri nasional serta mengurangi ketergantungan terhadap insentif pemerintah.

· Restrukturisasi Industri
Berikut adalah kelemahan-kelemahan integrasi internal Industri di Indonesia (Tulus Tambunan,2001)
1.Kelemahan Struktural 
  • a.Basis Ekspor dan Pasar yang sempit
  • b.Ketergantungan impor yang sangat tinggi
  • c.Tidak adanya industri berteknologi menengah
  • d.Konsentrasi Regional
2.Kelemahan Organisasi
  • Industri Kecil Menengah masih Underdeveloped
  • Konsentrasi pasar pada sektor manufaktur.
  • Lemahnya kapasitas menyerap dan mengembangkan teknologi
  • Lemahnya kualitas SDM
Perlahan namun pasti,Indonesia harus mampu keluar dari kendala-kendala tersebut.Insentif pemerintah dalam membuka informasi tentang dunia industri dan ekspor-impor kepada masyarakatnya serta mampu menginsentif dan memberdayakan industri kecil dan menengah adalah hal-hal yang harus ditangani secara serius oleh pemerintah.

· Penurunan Impor Teknologi maju-Insentif penciptaan teknologi baru
Indonesia dengan pembangunan sektor pendidikan,pendidikan tinggi,universitas riset serta kemitraan antara perguruan tinggi dengan industri harus mampu membuktikan bahwa Indonesia juga mampu menciptakan teknologi baru yang tak kalah saing dengan teknologi Negara-negara maju yang notabene dihasilkan secara independen oleh kekuatan dan keahlian anak negeri.Karena ketergantungan impor teknologi dari Negara-negara maju secara terus menerus hanya akan membuat defisit neraca perdagangan semakin besar dan tidak mampu mendongkrak ekspor Indonesia ke dunia internasional,sehingga secara umum tidak dapat memberi arti yang signifikan dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.

· Budaya Kerja Keras dan Etos Kerja yang Tinggi
Keberhasilan Korsel jelas didukung budaya kerja keras dan etos kerja yang tinggi. Orang Korsel dikenal sebagai pekerja keras, dengan jam kerja jauh lebih panjang dibandingkan negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) lain.Serta kemampuan masyarakatnya, untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan teknologi dan tantangan baru.Mentalitas seperti inilah yang seharusnya dipupuk pada generasi muda Indonesia.Sebab tidak akan ada perubahan kalau bukan kita yang memulainya.Maka sudah saatnya generasi muda Indonesia berubah,siap bekerja keras,mampu beradaptasi,prestatif dan mampu mempergunakan waktunya sebaik mungkin untuk kegiatan-kegiatan berkualitas demi menciptakan perubahan bagi Negara kita kearah yang lebih baik. 

· Bangga dan Cinta produk dalam negeri
Sampai detik ini Indonesia masih mengimpor mobil dari luar negeri.Indonesia belum mampu memproduksi mobil secara mandiri.Bahkan orang Indonesia justru lebih bangga menggunakan produk-produk luar negeri ketimbang produk dalam negerinya.Orang Indonesia lebih bangga menggunakan Blackberry buatan Canada yang lebih canggih dan lengkap fiturnya daripada Mito buatan Indonesia yang sederhana dan terbatas fitur-fiturnya.Orang Indonesia juga lebih merasa bergengsi bila mengkonsumsi apel Red Washington yang besar,manis dan menarik tampilannya ketimbang apel malang yang relatif kecil,dan tidak terlalu menarik tampilan luarnya..Mengapa konsumen lebih memilih produk asing?Karena produk Indonesia tidak mampu mengimbangi selera dan kebutuhan mereka.Artinya produsen kita belum mampu menciptakan teknologi terbaik untuk menghasilkan produk-produk berkualitas tinggi.Sementara sisi konsumen juga harus belajar menekan ego dan gengsi masing-masing sehingga tetap memprioritaskan pilihan produk mereka pada produk dalam negeri ,terlepas dari baik atau buruknya produk tersebut.Sebab produk dalam negeri akan selamanya terpuruk bila konsumen dalam negerinya secara tidak langsung, tidak memberi kesempatan bagi produsen dalam negerinya untuk tumbuh,dengan tidak membeli produk-produk dalam negeri.

· Pertanian=Miskin,Industri=Kaya?- Industrialisasi produk pertanian
Kekayaan Sumber Daya Alam adalah anugerah terbesar bagi bangsa ini. Berbeda halnya dengan Korea Selatan, jangan sampai Indonesia mengurangi proporsi ketergantungan perekonomiannnya terhadap sektor pertanian. Yang dapat dilakukan Indonesia adalah meningkatkan teknologi produksinya dalam industrialisasi produk pangan sehingga produk primer pertanian tadi dapat diolah dengan baik sehingga memiliki nilai tambah yang lebih besar untuk kemudian diekspor. Selama ini Indonesia hanya mengekspor produk mentah seperti kakao mentah, CPO mentah tanpa pengolahan lebih lanjut,sehingga nilai ekonomisnya pun rendah.Apabila Indonesia yang kaya akan SDA mampu memproduksi produk olahan secara mandiri tanpa bergantung dari impor bahan baku ke luar negeri,maka ini dapat menjadi kekuatan ekonomi baru Indonesia.Pemanfaatan kelebihan suatu Negara akan menghasilkan kekuatan ekonomi yang besar bagi Negara tersebut.Itulah mengapa kita butuh industrialisasi dan SDM yang terdidik dan terlatih untuk melakukan itu semua.Korea Selatan boleh berbangga dengan industri otomotif,alat berat,dan alat elektronik mereka yang canggih.Indonesia pun harus mampu membuktikan bahwa suatu saat nanti Indonesia akan mampu menciptakan industri produk sekunder coklat,minyak kelapa sawit dan industri sekunder bidang pertanian lain yang dapat menjadi kekuatan ekonomi baru bagi Indonesia.

Langkah-langkah strategis implementasi gagasan
Gagasan peningkatan kemitraan industri-perguruan tinggi dalam usaha peningkatan pembangunan perekonomian ini, dapat diimplementaskan dengan baik apabila didukung oleh hal-hal strategis sebagai berikut :
  1. Adanya usaha peningkatan SDM yang nyata baik dalam segi kuantitas(penggalakkan program Keluarga Berencana), maupun kualitasnya(program peningkatan mutu pendidikan,bantuan subsidi pendidikan ,dan dana beasiswa),dengan didukung kebijakan-kebijakan dan UU relevan yang terkait.
  2. Restru kturisasi kebijakan industri di Indonesia berdasar pada kelemahan-kelemahan yang dimiliki industri di Indonesia,terutama dalam hal industrialisasi produk pertanian dalam negeri,baik dalam hal teknis maupun dalam hal amandemen UU tentang industri.
  3. Pengintegrasian antara perguruan tinggi,sekolah kejuruan ,dan industri besar di tanah air ,guna meningkatkan kinerja industri dalam negeri dan membuka lapangan pekerjaan bagi mahasiswa dan mahasiswi ,sehingga berdampak pada penurunan angka pengangguran.
  4. Penurunan tingkat impor atau ketergantungan Indonesia terhadap produk-produk dari luar negeri.
  5. Menanamkan rasa cinta tanah air,bangga pada produk dalam negeri dan menanamkan etos kerja keras sejak dini pada generasi penerus bangsa.
KESIMPULAN 
Inti Gagasan
Gagasan yang bisa diambil Indonesia melalui pembelajaran dari pembangunan Korea Selatan adalah adanya program kemitraan antara perusahaan dan universitas, restrukturisasi industri, dukungan insentif penciptaan teknologi baru, dan industrialisasi teknologi pertanian. Bagi masyarakat Indonesia sendiri, rasa cinta dan bangga dengan produk dalam negeri serta budaya kerja keras harus ditingkatkan untuk mendukung kemajuan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi bangsa.

PENGARUH PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA DAN INDUSTRIALISASI Rating: 4.5 Diposkan Oleh: frf

0 komentar:

Posting Komentar