Minggu, 18 Desember 2016

Pengertian, Klasifikasi dan Prinsip Analisis Sistem Kontrol

2.1 Pengantar Analisis Sistem Kontrol
Kontrol automatik telah menjadi bagian yang penting dan terpadu dalam industri modern. Karena kemajuan dalam teori dan praktek kontrol automatik memberikan kemudahan dalam mendapatkan performansi dari sistem dinamik, mempertinggi kualitas dan menurunkan biaya produksi, mempertinggi laju produksi, meniadakan pekerjaan-pekerjaan rutin dan membosankan yang harus dilakukan manusia, dan sebagainya.

2.1.1 Klasifikasi Sistem Kontrol
Sistem kontrol dapat diklasifikasikan dengan beberapa cara, diantaranya sebagai berikut :
(Sistem kontrol linear versus non-linear.
Kebanyakan sistem fisika adalah sistem non-linear dalam berbagai variasi. Namun jika jangka variasi variabel sistem tidak besar, maka sistem tersebut dapat dijadikan linear dalam jangka variasi variabel yang relatif kecil. Untuk sistem linear, prinsip-prinsip superposisi berlaku. Sistem-sistem untuk mana prinsip-prinsip ini tidak berlaku adalah sistem non-linear. Dalam beberapa kasus, elemen non-linear dengan sengaja dimasukan ke sistem kontrol untuk mengoptimalkan unjuk kerja.
sistem kontrol waktu-berubah versus waktu-tidak berubah.
Sistem kontrol waktu-tidak berubah (time-invariant) adalah sistem yang parameternya tidak berubah dengan waktu. Respon sistem demikian tergantung pada waktu disaat mana masukan diterapkan. Sistem kontrol waktu-berubah (time-variant) adalah sistem yang satu atau lebih parameternya berubah dengan waktu.
Sistem kontrol waktu diskrit versus berkesinambungan (continuous)
Pada sistem kontrol waktu-berkesinambungan (continuous) semua variabel sistem adalah fungsi dari waktu berkesinambungan. Sistem kontrol waktu-diskrit melibatkan satu atau lebih variabel yang hanya diketahui disaat waktu diskrit.
Sistem kontrol masukan-tunggal, keluaran tunggal versus banyak-masukan, banyak keluaran.
Sistem mungkin mempunyai satu masukan dan satu keluaran (single input single output, SISO) maupun dengan banyak masukan dan banyak keluaran (multiple input multiple output, MIMO)
Sistem kontrol parameter-terdistribusi versus parameter-bungkah (lumped)
Sistem kontrol yang dapat dijelaskan dengan persamaan differensial biasa adalah sistem kontrol parameter-bungkah (lumped), sedangkan sistem kontrol parameter terdistribusi adalah sistem yang mungkin dijelaskan dengan persamaan differensial parsial.
Sistem kontrol deterministik versus stokastik
Sistem kontrol deterministik yaitu jika tanggapan terhadap masukan dapat diperkirakan dan terulang. Jika tidak, sistem kontrol tersebut adalah sistem kontrol stokastik.

2.1.2 Prinsip-Prinsip Disain Sistem Kontrol
Persyaratan umum sistem kontrol, setiap sistem kontrol harus stabil. Ini merupakan persyaratan utama. Disamping kestabilan mutlak, suatu sistem kontrol harus mempunyai kestabilan relatif yang layak. Jadi, kecepatan respon harus cukup cepat dan menunjukan peredaman yang layak. Suatu sistem kontrol juga harus mampu memperkecil kesalahan sampai nol atau sampai pada suatu harga yang dapat ditoleransi. Setiap sistem kontrol yang berguna harus memenuhi persyaratan ini.

Persyaratan kestabilan relatif yang layak dan ketelitian keadaan tunak (steady state) cenderung tidak dapat dipenuhi secara bersama-sama. Oleh karena itu dalam mendisain sistem kontrol, kita perlu melakukan kompromi yang paling efektif diantara dua persyaratan ini. Untuk menentukan sistem kontrol optimal, perlu didefinisikan indeks performansi. Indeks ini merupakan ukuran kuantitatif dari performansi ideal. Spesifikasi sinyal kontrol diseluruh waktu operasi disebut hukum kontrol. Secara matematis, persoalan dasar kontrol adalah menentukan hukum kontrol optimal, dengan berbagai kendala teknik dan ekonomi, yang berarti meminimumkan indeks performansi yang diberikan.

Untuk sistem yang relatif sederhana, hukum kontrol dapat diperoleh secara analitis. Untuk sistem yang kompleks, mungkin memerlukan komputer digital yang dipasang langsung pada sistem untuk mendapatkan hukum kontrol optimal. Analisis. Yang dimaksud analisis sistem kontrol adalah penelitian, pada kondisi tertentu, performansi sistem yang model matematiknya diketahui.

Karena setiap sistem tersusun dari komponen, maka analisis harus dimulai dari deskripsi matematik tiap komponen. Setelah model matematik keseluruhan sistem diturunkan, cara analisis yang digunakan tidak bergantung pada sistem fisiknya, pneumatic, listrik, mekanik, atau yang lain. Disain. Yang dimaksud dengan disain suatu sistem adalah mencari suatu sistem yang dapat menyelesaikan tugas yang diberikan. Pada umumnya, prosedur disain tidak diperoleh secara langsung tetapi memerlukan metoda coba-coba. Sintesis. Yang dimaksud dengan sintesis adalah mencari suatu sistem dengan prosedur langsung yang bekerja menurut cara tertentu. Biasanya, prosedur semacam ini bersifat matematis dari awal sampai akhir proses disain. Pada saat ini telah tersedia banyak prosedur sintesis untuk rangkaian linear dan untuk sistem linear optimal.

Pendekatan dasar dalam disain kontrol. Pendekatan dasar dalam disain setiap sistem kontrol praktis perlu melibatkan metoda coba-coba. Sintesis sistem kontrol linear secara teoritis dapat dilakukan, dan secara sistematis dapat ditentukan komponen-komponen yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang diberikan. Meskipun demikian, dalam praktek, mungkin sistem dibatasi oleh beberapa kendala atau sifat non-linear. Dalam kasus semacam ini belum ada metoda sintesisnya. Disamping itu, karakteristik komponen mungkin tidak dapat diketahui dengan tepat. Jadi selalu diperlukan prosedur coba-coba.

Kondisi yang sering dijumpai dalam praktek adalah diberikan suatu plant, kemudian mendisain sisa dari sistem, sehingga secara keseluruhan memenuhi spesifikasi dan dapat menyelesaikan tugas yang diberikan, perhatikan bahwa spesifikasi tersebut harus diinterpretasikan dalam bentuk matematik. Penting untuk diingat bahwa beberapa dari spesifikasi tersebut adalah tidak realistis. Pada kasus seperti ini, spesifikasi tersebut harus diperbaharui pada tingkat awal disain. Dalam beberapa kasus, disain suatu sistem kontrol berlangsung sebagai berikut : dimulai dengan prosedur disain dengan mengetahui spesifikasi atau indeks performansi, dinamika plant yang diberikan, dan dinamika komponen, yang terakhir melibatkan parameter disain. Akan digunakan prosedur sintesis, jika ada, bersama-sama dengan teknik yang lain, untuk membuat model matematik sistem.

Setelah dirumuskan persoalan disain dalam bentuk model ini, kemudian melakukan disain matematik yang menghasilkan jawab dalam versi matematik dari persoalan disain. Pada tingkat ini , simulasi model matematik pada komputer adalah penting. Perhatikan bahwa teori kontrol optimal sangat berguna pada tingkat disain ini karena akan memberikan batas atas performansi sistem untuk suatu indeks performansi yang diberikan.

Setelah disain matematik dapat diselesaikan kemudian disimulasikan model pada komputer untuk menguji perilaku sistem yang diperoleh dalam bentuk respon terhadap berbagai sinyal dan gangguan. Biasanya, konfigurasi sistem hasil disain awal belum memenuhi spesifikasi yang diinginkan. Oleh karena itu sistem ini harus di disain ulang berdasarkan informasi hasil analisis yang telah dilakukan. Proses disain dan analisis ini diulang sampai diperoleh sistem yang memuaskan. Selanjutnya, dari hasil simulasi pada komputer dapat dibuat sistem fisik prototype.

Perhatikan bahwa proses pembuatan prototype ini adalah kebalikan dengan pemodelan. Prototype adalah suatu sistem fisik yang merupakan realisasi model matematik dengan ketelitian yang layak. Setelah pembuatan prototype selesai, kemudian diuji untuk melihat perilaku prototype tersebut, sudah memuaskan atau belum. Jika sudah, bearti proses disain telah selesai. Jika belum, maka prototype tersebut harus dimodifikasi dan diuji lagi. Proses ini berlangsung sampai prototype benar-benar memuaskan.

2.1.3 Spesifikasi Performansi Sistem Kontrol
Spesifikasi performansi dari sistem kontrol secara umum diekpresikan dalam domain waktu dan frekuensi yang dikenal dengan spesifikasi domain waktu dan spesifikasi domain frekuensi.
Spesifikasi domain waktu dari sistem untuk masukan unit step dapat diekpresikan dalam beberapa istilah sebagai berikut :
  • delay time td Waktu yang dibutuhkan untuk keluaran sistem untuk mencapai setengah dari nilai akhir didefinisikan sebagai delay time.
  • Rise time tr Rise time adalah waktu yang dibutuhkan respon untuk mencapai dari 10% - 90% nilai akhir dari output. Biasanya basis 0-100% digunakan untuk sistem-sistem underdamped.
  • settling time ts Waktu yang dibutuhkan untuk keluaran sistem untuk settle down dan diam antara ±2% dari nilai akhir dikenal dengan settling time.
  • peak time tp Waktu yang dibutuhkan untuk keluaran sistem untuk mencapai mencapai nilai maksimum pertama disebut dengan peak time.
  • Overshoot Rasio dari nilai maksimum keluaran terhadap nilai keluaran akhir disebut sebagai overshoot pada sistem yang didefinisikan dalam persentase overshoot (% overshoot)
  • Steady state error ess Perbedaan antara nilai yang diinginkan dan nilai akhir dari keluaran sistem untuk masukan unit step setelah lewat masa transien disebut sebagai steady state error dari sistem.
Perilaku dari keluaran sistem hingga settling time disebut sebagai respon transien dari sistem sedangkan perilaku keluaran sistem setelah settling time ts disebut sebagai steady state response. Dua bagian tersebut masing-masing berhubungan terhadap komponen transien dan steady state dari solusi persamaan sistem. 
Spesifikasi domain frekuensi dari sistem dapat diekpresikan dalam beberapa istilah sebagai berikut :
Bandwidth (BW)
Frekuensi dimana magnitude turun hingga 70.7% dari tingkatan frekuensi nol-nya atau 3 db dibawah dari tingkatan frekuensi nol-nya. Bandwidth dari sistem mendefinisikan karakteristik filtering dari sistem dan juga memberikan ukuran dari transien sistem. Sinyal dengan frekuensi lebih tinggi yang dilewatkan pada sistem kontrol dengan bandwidth yang lebih besar, dan membuat respon transien sistem lebih cepat dan memiliki overshoot lebih besar. pada bandwidth yang kecil, hanya sinyal frekuensi yang lebih rendah yang dilewatkan pada sistem yang membuat respon transien sistem lebih lambat dengan overshoot yang lebih kecil.
Peak Resonance
Nilai maksimum dari magnitude fungsi alih closed loop M(jω) didefinisikan sebagai peak resonance Mr atau M(ω)r sistem. Semakin besar nilai Mr menghasilkan overshoot yang semakin besar dalam respon waktu sistem. Biasanya secara umum nilai Mr dipilih dalam disain antara 1,1 – 1,5.
Resonant Frequency ωr
Frekuensi dimana magnitude M(ω) adalah maksimum disebut sebagai resonant frequency dari sistem.
Cutoff rate.
Laju dari cutoff untuk karakteristik respon frekuensi pada frekuensi yang tinggi disebut sebagai cutoff rate dari sistem. Hal ini mengindikasikan kemampuan sistem untuk membedakan antara sinyal dan noise yang timbul dalam sistem. Secara umum karakteristik cut-off yang tajam diiringi oleh Mr yang tinggi dan kestabilan yang kurang.
Gain Margin
Gain margin adalah faktor dimana gain dari sistem yang stabil diijinkan untuk naik sebelum sistem mencapai ketidakstabilan.

2.2 Pengantar Sistem Tenaga Listrik
2.2.1 Daya listrik pada sirkuit AC
Daya didefinisikan sebagai laju perubahan dari energi terhadap waktu. Jika terminal dari beban disimbolkan dengan a dan n, dan jika tegangan dan arus listrik diekpresikan sebagai :
  • van = Vmax cos ωt dan 
  • ian = Imax cos(ωt - q)
Daya sesaat-nya (instantaneous power) adalah,
p = vanian = VmaxImax cos ωt cos(ωt - q) … (2.05)

Sudut q dalam persamaan ini adalah positif untuk arus listrik yang tertinggal (lagging) tegangan dan negatif untuk arus yang mendahului (leading). Nilai positif dari p mengekpresikan laju dimana energy sedang diserap oleh bagian dari sistem antara titik a dan n. instantaneous power akan positif ketika van dan ian adalah positif dan akan negative jika van dan ian berkebalikan tanda. Jika van dan ian adalah satu phasa maka beban adalah resistif murni, instantaneous power tidak akan pernah menjadi negatif. Jika arus dan tegangan berbeda phasa 90o, terjadi pada elemen sirkuit ideal induktif atau kapasitif murni.

Dengan menggunakan identitas trigonometri persamaan (2.05) diubah menjadi …(2.06)
Dimana dapat digantikan oleh produk tegangan dan arus rms (root mean square) | Van |·| Ian | atau | V |·| I |.
Dari persamaan (2.06) menunjukan pada istilah pertama, dimana terdapat yang selalu positif dan memiliki nilai rata-rata : …(2.07
Atau bila disubstitusi dalam nilai rms,
P = | V |·| I | …(2.08)
P disebut dengan daya nyata atau dapat disebut daya aktif. Satuan dasar baik untuk daya instantaneous maupun daya rata-rata nya adalah watt. 

Cosine dari sudut phasa antara tegangan dan arus disebut dengan faktor daya (power factor). Rangkaian induktif dikatakan memiliki faktor daya tertinggal (lagging power factor) dan rangkaian kapasitif dikatakan memiliki faktor daya mendahului (leading power factor). Dengan kata lain istilah lagging dan leading power factor masing-masing mengindikasikan arus yang tertinggal (lagging) atau mendahului (leading) tegangan.

Istilah kedua dari persamaan (2.06), dimana terdapat yang secara bolak-balik (alternately) positif dan negatif dan memiliki nilai rata-rata adalah nol. Komponen instantaneous power p tersebut dikenal dengan instantaneous reactive power dan mengekpresikan aliran energi yang bolak-balik (alternately) menuju dan menjauh dari beban. Nilai maksimumnya disimbolkan dengan Q, yang disebut daya reaktif.…(2.09)

Atau bila disubstitusi dalam nilai rms,
Q = | V |·| I | …(2.10)
Akar dari penjumlahan kuadrat P dan Q adalah sama dengan produk | V | dan | I |, untuk …(2.11)
Tentu saja P dan Q memiliki satuan dimensi yang sama, akan tetapi untuk satuan Q disimbolkan dalam var (votampere reactive).

Dalam rangkaian sederhana dimana impedansi Z sama dengan R + jX, dapat disubstitusikan menjadi | I |·| Z | untuk | V |, maka
P = | I |2·| Z | …(2.12)
Dan 
Q = | I |2·| Z | …(2.13)
Karena R = | Z | dan X =| Z | , maka 
P = | I |2·| Z | dan Q = | I |2·| Z | …(2.14)
Karena Q/P = tan q metoda lain untuk menghitung factor daya adalah…(2.15)
Jika ekpresi phasor untuk tegangan dan arus diketahui, maka untuk perhitungan daya nyata/aktif dan daya reaktif adalah dalam bentuk kompleks. Jika tegangan dan arus pada beban atau bagian rangkaian diekpresikan dalam V = | V |Ða dan I = | I |Ðb , produk dari tegangan dikalikan conjugate arus adalah …(2.16)
Kuantitas tersebut disebut dengan daya kompleks (complex power) yang disimbolkan dengan S. …(2.17)
Karena adalah sudut phasa antara tegangan dan arus atau q maka …(2.18)
Daya reaktif Q akan positif jika sudut phasa antara tegangan dan arus adalah positif, dimana yang berarti arus tertinggal (lagging) tegangan dan sebaliknya.

2.2.2 Speed governor
Direct speed governing dan supplemental adjustment dari speed governor set point adalah metoda yang digunakan dalam sistem daya listrik sekarang untuk menyamakan daya yang dibangkitkan dengan bebannya, untuk mengalokasikan keluaran pembangkitan antara sumber-sumber pembangkit, dan untuk mencapai frekuensi sistem yang diinginkan. Semua speed governor, apakah mekanik-hidrolik, elektrohidrolik atau digital electro-hidrolik, mempunyai karakteristik steady state speed output yang sama. Maka dari itu aplikasinya untuk sistem kendali (untuk perubahan yang lambat) adalah sama. 

2.2.2.1 Operasi governor secara umum
Speed governor mengubah output prime mover (torque) secara otomatis untuk perubahan pada sistem speed (frekuensi). Speed sensing device biasanya adalah sebuah flyball assembly untuk mekanik-hidrolik governor dan tranducer frekuensi untuk elektro-hidrolik governor. Keluaran speed sensor melalui signal conditioning dan penguatan baik berupa kombinasi elemen mekanik-hidrolik, sirkuit elektronik maupun perangkat lunak (software) dan mengoperasikan mekanisme kendali untuk mengatur keluaran prime mover (torque) hingga perubahan frekuensi sistem tertahan. Aksi governor menahan penurunan frekuensi, akan tetapi tidak mengembalikan frekuensi pada nilai awalnya. Pada sistem yang luas ter-interkoneksi. Pengembalian frekuensi pada frekuensi nominal 50 Hz (frekuensi nomilal di Indonesia adalah 50 Hz) merupakan tugas dari AGC (Automatic Generation Control) system. Rate dan magnitude dari respon governor untuk sebuah perubahan speed dapat diatur untuk karakteristik generator dimana governor control dan sistem tenaga listrik terkoneksi.

2.2.2.2 Contoh operasi governor
Skematik sistem speed governing mekanik dan elektronik yang disederhanakan pada gambar 2.1 dan 2.2. Jika terjadi penurunan frekuensi sistem, karena kehilangan daya pembangkit ataupun kenaikan beban, putaran poros dimana synchronous generator terkoneksi akan turun pula. Penurunan speed ini kemudian ditransmisikan pada mechanical governor assembly oleh PMG (permanent magnet generator) yang terpasang pada poros dan ball head motor, dan pada transducer frekuensi elektro-hidrolik oleh roda bergigi atau generator potential transformer. Ketika putaran flyball melambat, pergerakannya menyebabkan katup untuk naik dan membuat penambahan aliran (bahan bakar, uap, air, dan lainnya) menuju prime mover. Dengan cara yang sama, penurunan frekuensi yang dirasa oleh transducer frekuensi akan diperkuat dan digunakan untuk membuka katup. dari sini, daya output dari prime mover yang terkendali akan bertambah dan membantu menahan penurunan frekuensi.

2.2.2.3 Dead band
Terdapat dua tipe deadband dalam sistem speed governing yaitu inherent dan intentional. Hasil tes dari beberapa tipe governor yang berbeda termasuk flyball mekanik, elektronik analog dan digital elektronik mengindikasikan bahwa inherent deadband sangatlah kecil (kurang dari 0,005 Hz) pada kebanyakan governor yang terkoneksi pada sistem tenaga listrik dan dapat diabaikan. Intentional deadband, secara kebalikan digunakan oleh beberapa manufaktur dan operator pembangkit untuk mengurangi aktivitas dari controller pada variasi frekuensi sistem tenaga listrik normal dan mungkin cukup besar (sekitar 0,05 Hz) untuk mempengaruhi performa pengendalian frekuensi tenaga listrik keseluruhan. NERC Policy 1C, guide 3 suggests “Governors should, as a minimum, be fully responsive to frequency deviations exceeding ± 0.036 Hz (± 36 mHz).”

2.2.2.4 Speed Droop
Definisi dari droop adalah besarnya perubahan speed (frekuensi) yang dibutuhkan untuk menyebabkan mekanisme kendali prime mover utama untuk berubah dari tertutup penuh hingga terbuka penuh. Pada umumnya, persentase pergerakan mekanisme kendali prime mover utama dapat dihitung sebagai perubahan speed (dalam %) dibagi dengan per unit droop.

Suatu governor yang diset dengan speed droop akan membuka control valve dengan besar yang spesifik untuk gangguan (disturbance) yang diberikan. Hal ini dikerjakan dengan menggunakan umpan balik (feed back) dari mekanisme kendali prime mover utama (valve, gate, servomotor, dll). Jika terjadi perubahan 1% pada speed, mekanisme kendali utama harus cukup bergerak oleh akibat umpan balik melalui elemen droop untuk menggagalkan perubahan speed tersebut. Dari sini, untuk perubahan 1% speed, persentase pergerakan dari mekanisme kendali utama akan berbanding terbalik terhadap droop. (jika droop adalah 5% pergerakan akan 1/0.05 = 20).

Jika governor diset untuk isochronous (zero droop), hal tersebut akan terus membuka katup hingga frekuensi kembali pada nilai nominalnya. Tipe ini digunakan pada sistem tenaga listrik kecil, terisolasi, tapi akan menghasilkan pergerakan governor yang berlebihan pada sistem interkoneksi yang luas. Maka dari itu, speed droop digunakan untuk mengendalikan magnitude dari respon governor untuk perubahan frekuensi yang diberikan sehingga seluruh generator akan membagi respon setelah suatu gangguan (disturbance) terjadi.

2.2.2.5 Speed Regulation
Istilah speed regulation menunjuk pada jumlah besarnya perubahan speed atau frekuensi yang dibutuhkan untuk menyebabkan keluaran dari synchronous generator untuk berubah dari nol keluaran hingga keluaran penuh. Secara kontras dengan droop, istilah ini memfokuskan pada keluaran generator dari pada posisi dari katup itu sendiri. Dalam beberapa kasus, secara khusus pada pembangkit hydro, seting droop akan secara signifikan berbeda dari hasil speed regulation. Hal tersebut karena hubungan non-linear antara posisi katup aliran air, gas atau uap yang mengalir melalui turbin. Governor yang menggunakan droop feedback seharusnya diatur sehingga speed regulation memenuhi kebutuhan sistem tenaga listrik. Speed regulation dapat di implementasikan secara langsung pada electrohydraulic dan digital electrohydraulic governor dengan menggunakan sebuah watt transducer untuk menyediakan umpan balik (feedback) dari generator output untuk menggantikan feedback dari mekanisme kendali prime mover.

Jika terjadi perubahahan 1% speed, keluaran generator harus cukup bergerak akibat feedback dari elemen speed regulation untuk menggagalkan perubahan speed tersebut. Dari sini untuk perubahan 1% speed, persen perubahan pada keluaran generator akan berbanding terbalik dengan speed regulation (jika speed regulation adalah 5% pergerakan akan 1/0.05=20). Secara umum, persentase perubahan pada keluaran generator untuk suatu gangguan (disturbance) frekuensi sistem dapat dihitung sebagai perubahan speed (dalam %) dibagi dengan per unit speed regulation.

2.2.2.6 Pengaruh droop dan regulation pada performansi sistem tenaga listrik
Governor yang menggunakan speed droop atau speed regulation membutuhkan suatu perubahan yang tetap terus menerus (sustain) pada frekuensi sistem untuk menghasilkan perubahan yang tetap terus menerus (sustain) pada mekanisme kendali prime mover atau keluaran daya generator. Maka dari itu governor sendiri tidak dapat mengembalikan frekuensi sistem tenaga listrik kepada tingkatan sebelum gangguan (disturbance). Fakta tersebut dapat di ilustrasikan dengan menimbang sistem dua unit seperti pada gambar 2.4 keduanya unit tersebut di–rate pada 100 MW dan dibebani awal pada 50MW. Keduanya memiliki governor dengan speed regulation. Akan tetapi, unit 1 diset untuk 5% speed regulation dan unit 2 diset untuk 2 % speed regulation.

Untuk menguji respon sistem, sebuah kenaikan 35 MW pada beban elektrik diberikan pada sistem. Frekuensi sistem akan turun hingga pembangkitan dan beban sama. Steady-state frequency yang sistem akan capai dapat ditentukan dengan mempertimbangkan kurva karakteristik speed-load untuk dua unit seperti terdapat pada gambar 2.3. untuk menyeimbangkan pembangkitan dan beban, daya tambahan 35 MW harus dihasilkan oleh dua unit tersebut. Ketika frekuensi turun, masing-masing governor unit akan menambah keluaran dari generator-nya hingga speed regulation feedback signal menghentikan perubahan frekuensi seperti yang dijelaskan diatas. 

Titik operasi equilibrium awal ditunjukan pada gambar 2.4 sebagai I0. Ketika frekuensi turun, unit 1 akan menghasilkan tambahan 10% (atau 10 MW) dari pembangkitan untuk setiap 0,5% penurunan pada frekuensi. Sedangkan unit 2 akan menghasilkan 25% (25MW), dikarenakan perbedaan pada speed regulation adjustment. Maka dari itu final speed sistem akan ada di 99,5%, dengan unit 1 menghasilkan 60 MW (pada titik I1) dan unit 2 menghasilkan 75 MW (pada titik I2). Perlu diingat bahwa unit dengan setting speed regulation yang lebih rendah akan lebih responsif terhadap perubahan pada frekuensi sistem. Sebagai tambahan, persentase speed regulation sistem dapat dihitung sebagai persentase perubahan steady-state frequency dibagi dengan per unit perubahan steady-state power. Untuk contoh sistem disini, speed regulation keseluruhan adalah 0,5% /(35/200) = 2,86%.

2.2.2.7 Supplementary Regulation
Keistimewaan penting dari sistem governor adalah peralatan mekanisme kendali prime mover utama, dan karena daya keluaran generator dapat dirubah tanpa membutuhkan perubahan pada speed sistem. Hal ini dikerjakan oleh speed reference (speed adjustment). Pengaturan ini dapat dilakukan dalam aksi lokal oleh operator plant, atau dapat dilakukan dari jarak jauh (remote) dari dispatch center automatic generation control system. Pada governor mekanik, speeder motor menggerakan penghubung yang ditambahkan pada keluaran dari penghubung ballhead dan penghubung droop feedback oleh sistem floating lever. Pada governor analog dan digital elektrohidrolik, potensiometer yang digerakan motor atau digital reference setter memberikan sinyal referensi pada sirkuit elektronik

Efek dari masukan speed reference membuat sebuah grup dari kurva karakteristik speed-load paralel. Penambahan dari speed reference dari generator yang terhubung pada sistem tenaga listrik yang luas akan menghasilkan daya yang lebih dari unit tersebut. Karenanya, daya keluaran generator tertentu dapat diatur mempertimbangkan faktor ekonomis dari sumber pembangkit. Sebagai tambahan, supplementary regulation dari beberapa speed reference generator akan mengembalikan frekuensi sistem setelah terjadi gangguan frekuensi. Penambahan pada speed reference dari generator yang terhubung pada sistem tenaga listrik kecil maupun yang terisolasi akan menambah speed dari sistem, akan tetapi tidak menambah daya yang dihasilkan unit.

2.2.2.8 Pengaruh supplemental regulation pada Performansi sistem tenaga listrik.
Perlu dilihat kembali sistem dua unit seperti terlihat pada gambar 2.3. kita asumsikan bahwa kondisi operasi awal dari salah satu unit yang didefinisikan dengan titik I0 pada gambar 2.5, dimana frekuensi awal adalah 50 Hz dan daya unit yang dibangkitkan adalah G0. Sedangkan unit yang lain terlepas dari sistem secara tiba-tiba dan menghasilkan kondisi steady-state dari generator yang tersisa, direpresentasikan dengan titik I1 setelah aksi direct governing seperti yang di diskusikan sebelumnya. Frekuensi sistem turun menuju F1 dan keluaran generator naik hingga G1 untuk menyamakan daya pembangkitan dan beban.

Supplemental regulation sekarang dapat diaplikasikan untuk memulihkan frekuensi sistem menuju 50 Hz. Penambahan masukan speed reference dari governor akan menambah daya keluaran dari generator dan pembangkit akan melebihi bebannya. Karenanya, frekuensi sistem akan mulai naik. Ketika frekuensi sistem bertambah, governor akan beraksi untuk menurunkan daya keluaran generator mengikuti pada kurva karakteristik speed-load yang baru, didefinisikan oleh tingkat speed reference (garis bb). Dengan cepat, pembangkitan dan beban akan sama pada persilangan (intersection) garis bb dengan koordinat G1 dan equilibrium speed yang baru dapat di evaluasi. Sebagai hasil dari perubahan speed reference ini, energy kinetic (spinning) sistem naik walaupun tingkat pembangkitan dan beban awal maupun akhir adalah sama (yang tentu saja diasumsikan tidak ada beban yang menggantung). Langkah tambahan dari supplementary regulation yang diikuti oleh aksi direct governing menghasilkan kondisi akhir steady-state (titik I2) tercapai. Karakteristik governing speed-load sekarang telah digeser ke garis dd, keluaran pembangkit tetap pada G1 dan frekuensi sistem pulih pada 50 Hz.

Walaupun contoh diatas sangat sederhana, dengan aksi governing hanya satu generator yang dijelaskan, namun menyediakan ilustrasi dasar bagaimana supplementary regulation diaplikasi pada governor. Secara umum, untuk membawa frekuensi sistem kembali normal mengikuti kehilangan dari pembangkitan. Secara nyata, supplementary regulation diaplikasikan melalui AGC (Automatic Generation Control) pada banyak generator dalam daerah kendali dimana pembangkit telah hilang dalam upaya memulihkan frekuensi ke 50 Hz, mengembalikan jadwal tie line menuju normal.

2.2.2.9 Blocked Governors
Memblokir governor dari generator secara esensial mem by-pass mekanisme governing feedback dan menjaga generator pada tingkat keluaran yang tetap. Walaupun aksi ini memfasilitasi kendali generator untuk personel plant, masalah-masalah serius dari sistem akan timbul jika terlalu banyak generator beroperasi dengan blocked governor. Masalah tersebut diantaranya adalah :
  • Ketidakstabilan dapat terjadi karena sedikit dari unit yang mampu bereaksi pada deviasi frekuensi sistem
  • Pemulihan frekuensi sistem menuju normal mengikuti gangguan membutuhkan waktu yang lama
  • Pembebanan pada interties selanjutnya dapat memperburuk kondisi selama gangguan sistem

Pengertian, Klasifikasi dan Prinsip Analisis Sistem Kontrol Rating: 4.5 Diposkan Oleh: frf

0 komentar:

Posting Komentar