Pembangkit Listrik Tenaga Angin
Angin adalah salah satu bentuk energi yang tersedia di alam, Pembangkit Listrik Tenaga Angin mengkonversikan energi angin menjadi energi listrik dengan menggunakan turbin angin atau kincir angin. Cara kerjanya cukup sederhana, energi angin yang memutar turbin angin, diteruskan untuk memutar rotor pada generator dibagian belakang turbin angin, sehingga akan menghasilkan energi listrik. Energi Listrik ini biasanya akan disimpan kedalam baterai sebelum dapat dimanfaatkan. Secara sederhana sketsa kincir angin adalah sebagai berikut :
Indonesia, negara kepulauan yang 2/3 wilayahnya adalah lautan dan mempunyai garis pantai terpanjang di dunia yaitu ± 80.791,42 Km merupakan wilayah potensial untuk pengembangan pembanglit listrik tenaga angin, namun sayang potensi ini nampaknya belum dilirik oleh pemerintah. Sungguh ironis, disaat Indonesia menjadi tuan rumah konfrensi dunia mengenai pemanasan global di Nusa Dua, Bali pada akhir tahun 2007, pemerintah justru akan membangun pembangkit listrik berbahan bakar batubara yang merupakan penyebab nomor 1 pemanasan global.
Syarat – syarat dan kondisi angin yang dapat digunakan untuk menghasilkan energi listrik dapat dilihat pada tabel berikut.
Angin kelas 3 adalah batas minimum dan angin kelas 8 adalah batas maksimum energi angin yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik.Pemanfaatan energi angin merupakan pemanfaatan energi terbarukan yang paling berkembang saat ini. sampai dengan tahun 2007 perkiraan energi listrik yang dihasilkan oleh turbin angin mencapai 93.85 GigaWatts, menghasilkan lebih dari 1% dari total kelistrikan secara global. Amerika, Spanyol dan China merupakan negara terdepan dalam pemanfaatan energi angin. Diharapkan pada tahun 2010 total kapasitas pembangkit listrik tenaga angin secara glogal mencapai 170 GigaWatt.
Di tengah potensi angin melimpah di kawasan pesisir Indonesia, total kapasitas terpasang dalam sistem konversi energi angin saat ini kurang dari 800 kilowatt. Di seluruh Indonesia, lima unit kincir angin pembangkit berkapasitas masing-masing 80 kilowatt (kW) sudah dibangun. Tahun 2007, tujuh unit dengan kapasitas sama menyusul dibangun di empat lokasi, masing-masing di Pulau Selayar tiga unit, Sulawesi Utara dua unit, dan Nusa Penida, Bali, serta Bangka Belitung, masing-masing satu unit. Mengacu pada kebijakan energi nasional, maka pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) ditargetkan mencapai 250 megawatt (MW) pada tahun 2025.
Listrik dari Angin, masa depan energi dunia
Energi angin di Indonesia saat ini masih sedikit yang diberdayakan. Padahal banyak selaki daerah yang potensial dibangun ladang pembangkit listrik tenaga angin. Energi angin yang begitu berlimpah itu hanya terbuang percuma tanpa menghasilkan apa-apa. Sungguh ironis disaat kita sedang krisis listrik dan energi.
Listrik dari angin bukanlah hal baru. Jenis energi ini sudah lazim digunakan dan dikembangkan di negara-negara lain. Teknologinya sudah terbukti mampu memberikan kontribusi bagi pemenuhan kebutuhan energi listrik warga negaranya.
Tengok saja negara seperti amerika serikat. Mereka mengembangkan tenaga angin di tempat-tempat yang sesuai untuk menangkap angin. Garis pantai dan dataran yang tepat bisa memberikan kontribusi hinga Ribuan Mega watt.
Bayangkan jika teknologi ini dikembangkan di sepanjang daerah pantai kita. Yang panjangnya ribuan kilometer. Tentu masalah kekurangan pasokan listrik akan teratasi. Lagi pula hanya dibutuhkan investasi awal.
Dampak Lingkungan Pembangkit Listrik Tenaga Angin
Keuntungan utama dari penggunaan pembangkit listrik tenaga angin secara prinsipnya adalah disebabkan karena sifatnya yang terbarukan. Hal ini berarti eksploitasi sumber energi ini tidak akan membuat sumber daya angin yang berkurang seperti halnya penggunaan bahan bakar fosil. Oleh karenanya tenaga angin dapat berkontribusi dalam ketahanan energi dunia di masa depan. Tenaga angin juga merupakan sumber energi yang ramah lingkungan, dimana penggunaannya tidak mengakibatkan emisi gas buang atau polusi yang berarti ke lingkungan.
Penetapan sumber daya angin dan persetujuan untuk pengadaan ladang angin merupakan proses yang paling lama untuk pengembangan proyek energi angin. Hal ini dapat memakan waktu hingga 4 tahun dalam kasus ladang angin yang besar yang membutuhkan studi dampak lingkungan yang luas.
Emisi karbon ke lingkungan dalam sumber listrik tenaga angin diperoleh dari proses manufaktur komponen serta proses pengerjaannya di tempat yang akan didirikan pembangkit listrik tenaga angin. Namun dalam operasinya membangkitkan listrik, secara praktis pembangkit listrik tenaga angin ini tidak menghasilkan emisi yang berarti. Jika dibandingkan dengan pembangkit listrik dengan batubara, emisi karbon dioksida pembangkit listrik tenaga angin ini hanya seperseratusnya saja. Disamping karbon dioksida, pembangkit listrik tenaga angin menghasilkan sulfur dioksida, nitrogen oksida, polutan atmosfir yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan pembangkit listrik dengan menggunakan batubara ataupun gas. Namun begitu, pembangkit listrik tenaga angin ini tidak sepenuhnya ramah lingkungan, terdapat beberapa masalah yang terjadi akibat penggunaan sumber energi angin sebagai pembangkit listrik, diantaranya adalah dampak visual , derau suara, beberapa masalah ekologi, dan keindahan.
Dampak visual biasanya merupakan hal yang paling serius dikritik. Penggunaan ladang angin sebagai pembangkit listrik membutuhkan luas lahan yang tidak sedikit dan tidak mungkin untuk disembunyikan. Penempatan ladang angin pada lahan yang masih dapat digunakan untuk keperluan yang lain dapat menjadi persoalan tersendiri bagi penduduk setempat. Selain mengganggu pandangan akibat pemasangan barisan pembangkit angin, penggunaan lahan untuk pembangkit angin dapat mengurangi lahan pertanian serta pemukiman. Hal ini yang membuat pembangkitan tenaga angin di daratan menjadi terbatas. Beberapa aturan mengenai tinggi bangunan juga telah membuat pembangunan pembangkit listrik tenaga angin dapat terhambat. Penggunaan tiang yang tinggi untuk turbin angin juga dapat menyebabkan terganggunya cahaya matahari yang masuk ke rumah-rumah penduduk. Perputaran sudu-sudu menyebabkan cahaya matahari yang berkelap-kelip dan dapat mengganggu pandangan penduduk setempat.
Efek lain akibat penggunaan turbin angin adalah terjadinya derau frekuensi rendah. Putaran dari sudu-sudu turbin angin dengan frekuensi konstan lebih mengganggu daripada suara angin pada ranting pohon. Selain derau dari sudu-sudu turbin, penggunaangearbox serta generator dapat menyebabkan derau suara mekanis dan juga derau suara listrik. Derau mekanik yang terjadi disebabkan oleh operasi mekanis elemen-elemen yang berada dalam nacelle atau rumah pembangkit listrik tenaga angin. Dalam keadaan tertentu turbin angin dapat juga menyebabkan interferensi elektromagnetik, mengganggu penerimaan sinyal televisi atau transmisi gelombang mikro untuk perkomunikasian.
Penentuan ketinggian dari turbin angin dilakukan dengan menganalisa data turbulensi angin dan kekuatan angin. Derau aerodinamis merupakan fungsi dari banyak faktor seperti desain sudu, kecepatan perputaran, kecepatan angin, turbulensi aliran masuk. Derau aerodinamis merupakan masalah lingkungan, oleh karena itu kecepatan perputaran rotor perlu dibatasi di bawah 70m/s. Beberapa ilmuwan berpendapat bahwa penggunaan skala besar dari pembangkit listrik tenaga angin dapat merubah iklim lokal maupun global karena menggunakan energi kinetik angin dan mengubah turbulensi udara pada daerah atmosfir
Pengaruh ekologi yang terjadi dari penggunaan pembangkit tenaga angin adalah terhadap populasi burung dan kelelawar. Burung dan kelelawar dapat terluka atau bahkan mati akibat terbang melewati sudu-sudu yang sedang berputar. Namun dampak ini masih lebih kecil jika dibandingkan dengan kematian burung-burung akibat kendaraan, saluran transmisi listrik dan aktivitas manusia lainnya yang melibatkan pembakaran bahan bakar fosil. Dalam beberapa studi yang telah dilakukan, adanya pembangkit listrik tenaga angin ini dapat mengganggu migrasi populasi burung dan kelelawar. Pembangunan pembangkit angin pada lahan yang bertanah kurang bagus juga dapat menyebabkan rusaknya lahan di daerah tersebut.
Ladang angin lepas pantai memiliki masalah tersendiri yang dapat mengganggu pelaut dan kapal-kapal yang berlayar. Konstruksi tiang pembangkit listrik tenaga angin dapat mengganggu permukaan dasar laut. Hal lain yang terjadi dengan konstruksi di lepas pantai adalah terganggunya kehidupan bawah laut. Efek negatifnya dapat terjadi seperti di Irlandia, dimana terjadinya polusi yang bertanggung jawab atas berkurangnya stok ikan di daerah pemasangan turbin angin. Studi baru-baru ini menemukan bahwa ladang pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai menambah 80 – 110 dB kepada noise frekuensi rendah yang dapat mengganggu komunikasi ikan paus dan kemungkinan distribusi predator laut. Namun begitu, ladang angin lepas pantai diharapkan dapat menjadi tempat pertumbuhan bibit-bibit ikan yang baru. Karena memancing dan berlayar di daerah sekitar ladang angin dilarang, maka spesies ikan dapat terjaga akibat adanya pemancingan berlebih di laut.
Dalam operasinya, pembangkit listrik tenaga angin bukan tanpa kegagalan dan kecelakaan. Kegagalan operasi sudu-sudu dan juga jatuhnya es akibat perputaran telah menyebabkan beberapa kecalakaan dan kematian. Kematian juga terjadi kepada beberapa penerjun dan pesawat terbang kecil yang melewati turbin angin. Reruntuhan puing-puing berat yang dapat terjadi merupakan bahaya yang perlu diwaspadai, terutama di daerah padat penduduk dan jalan raya. Kebakaran pada turbin angin dapat terjadi dan akan sangat sulit untuk dipadamkan akibat tingginya posisi api sehingga dibiarkan begitu saja hingga terbakar habis. Hal ini dapat menyebarkan asap beracun dan juga dapat menyebabkan kebakaran berantai yang membakar habis ratusan acre lahan pertanian. Hal ini pernah terjadi pada Taman Nasional Australia dimana 800 km2 tanah terbakar. Kebocoran minyak pelumas juga dapat teradi dan dapat menyebabkan terjadinya polusi daerah setempat, dalam beberapa kasus dapat mengkontaminasi air minum.
Meskipun dampak-dampak lingkungan ini menjadi ancaman dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga angin, namun jika dibandingkan dengan penggunaan energi fosil, dampaknya masih jauh lebih kecil. Selain itu penggunaan energi angin dalam kelistrikan telah turut serta dalam mengurangi emisi gas buang.Penggunaan inovasi dalam teknologi, bagaimanapun selalu memunculkan permasalahan baru yang memerlukan pemecahan dengan terknologi baru lagi. Oleh karena itu kita sebagai orang-orang yang bergerak di bidang science dan teknologi haruslah dapat terus mengembangkan teknologi yang lebih ramah lingkungan yang memiliki efek negatif sekecil mungkin.
Pembangkit listrik tenaga angin sebagai jenis pembangkitan energi dengan laju pertumbuhan tercepat di dunia dewasa ini. Saat ini kapasitas total pembangkit listrik yang berasal dari tenaga angin untuk Indonesia dengan estimasi kecepatan angin rata-rata sekitar 3 m/s / 12 Km/jam, 6.7 knot/jam turbin skala kecil lebih cocok digunakan, di daerah pesisir, pegunungan, dataran. Perlu diketahui bahwa kecepatan angin bersifat fluktuatif, sehingga pada daerah yang memiliki kecepatan angin rata-rata 3 m/s,akan terdapat pada saat-saat dimana kecepatan anginnya lebih besar dari 3 m/s - pada saat inilah turbin angin dengan cut-in win speed 3 m/s akan bekerja. Selain untuk pembangkitan listrik, turbin angin sangat cocok untuk mendukung kegiatan pertanian dan perikanan, seperti untuk keperluan irigasi, aerasi tambak ikan, dsb.
Pemerintah Ajak Swasta Kembangkan Listrik Tenaga Angin
Pulau-pulau kecil selama ini sulit mendapatkan aliran listrik. Kalapun ada biasanya didapat dari pembangkit listrik tenaga diesel yang menggunakan bahan bakar solar. Ketergantungan pada BBM untuk pembangkit listrik mengkhawatirkan karena harganya semakin mahal. Selain itu, pasokan seringkali tersendat dan emisi karbonnya tinggi.
Pemerintah melalui Departemen Energi Sumber Daya Mineral dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, BPPT mencoba memanfaatkan angin untuk tenaga listrik.
Direktur Direktorat Jendral Listrik dan Pemanfaatan Energi, ESDM Ratna Ariati mengatakan pemerintah sudah memasang sejumlah kincir angin untuk pembangkit tenaga listrik. Namun, tidak semua daerah memiliki potensi tenaga angin untuk dimanfaatkan. Selain itu proyek ini juga mengalami kendala karena faktor teknologi.
“Yang jelas teknologinya belum kita kuasai dengan baik jadi kita masih impor untuk ukuran sedang tapi untuk ukuran kecil seperti hasil produk dalam negeri. Ini sudah kita uji cobakan terus dikembangkan sehingga kalau sudah cukup baik akan kita kembangkan secara besar-besaran,” kata Ratna.
Ratna juga mengeluhkan belum adanya swasta yang terlibat dalam pemanfaatan energi ini sehinga semua biaya harus ditanggung pemerintah. Sementara biaya yang dibutuhkan untuk proyek ini cukup besar.
Energi angin
Angin adalah udara yang bergerak, dan terjadi karena adanya perbedaan tekanan di permukaan bumi ini. Angin akan bergerak dari suatu daerah yang memilki tekanan tinggi ke daerah yang memiliki tekanan yang lebih rendah. Angin yang bertiup di permukaan bumi ini disebabkan oleh penyinaran matahari, pada siang hari sinar matahari memanaskan permukaan bumi, namun panas yang terserap oleh bumi tersebut besarnya tidak merata. Akibatnya, aliran udara bergerak dari daerah yang mempunyai tekanan yang lebih tinggi ke daerah yang memiliki tekanan lebih rendah. Udara yang bergerak akan semakin kencang bila perbedaan tekanan daerah tersebut semakin besar (Kartasapoetra, 1986).
Pada dasarnya angin bertiup di semua daerah di permukaan bumi. Artinya, di mana angin bertiup, tempat tersebut mempunyai potensi untuk memanfaatkan energi angin. Namun, untuk mendapatkan angin dengan kecepatan tinggi perlu dilakukan analisis terlebih dahulu. Secara umum daerah datar lebih menguntungkan dibandingkan daerah bertopografi beragam. Beberapa contoh daerah yang memiliki kecepatan angin yang cukup tinggi antara lain seperti daerah pantai, lepas pantai, padang pasir, padang rumput dll. Namun terdapat juga tempat-tempat yang bisa meningkatkan kecepatan angin seperti di puncak bukit, atau di celah antara pegunungan juga di tepi pantai.
Teknologi energi angin sebenarnya bukan merupakan teknologi baru, pengetahuan mengenai energi angin telah lama digunakan. Sekitar 5.000 tahun yang lalu bangsa Mesir kuno telah mengenal teknologi energi angin, mereka memanfaatkannya untuk menggiling gandum. Proses yang terjadi dalam penggilingan gandum cukup sederhana, mulanya gandum digiling menggunakan tenaga hewan seperti sapi atau keledai yang berjalan berputar mengelilingi suatu poros vertikal, hewan tersebut mendorong suatu batang kayu yang terhubung pada poros, yang di bawahnya terdapat sebuah batu berbentuk silinder yang ikut berputar, batu tersebut digunakan untuk menggiling gandum.
Tenaga putaran kincir anginlah yang menggantikan tenaga hewan tersebut. Kemudian penggunaan teknologi energi angin juga ditemukan di Persia (Iran), mereka menggunakannya untuk menggiling gandum dan biji-bijian lainnya, mereka juga memanfaatkannya untuk memompa air . Perkembangan paling maju terjadi di Belanda dimana mulai banyak dikembangkan beragam bentuk dari kincir angin, oleh sebab itu pula belanda dijuluki negeri kincir angin (Energy Information Administration).
Perkembangan teknologi kincir angin terus berlanjut hingga tahun 1920 di Amerika, di mana kincir tersebut mulai digunakan untuk membangkitkan listrik. Kincir angin yang digunakan untuk membangkitkan energi listrik biasanya disebut dengan turbin angin. Hingga pada tahun 1970 terjadi kenaikan harga minyak yang membuat energi terbarukan mulai banyak diminati. (Energy Information Administration).
Listrik tenaga angin
Negara-negara yang paling serius dalam mengembangkan teknologi energi angin di antaranya adalah Denmark, Jerman, Amerika Serikat, Cina dll. Sedangkan negara penghasil energi listrik dari energi angin terbesar pada tahun 2006, berturut-turut adalah Jerman (20.622 MW), Spanyol (11.615 MW), Amerika Serikat (11.613 MW). Sedangkan Belanda (1.560 MW) berada di urutan sebelas (Wikipedia).
Proses pemanfaatan energi angin dilakukan melalui dua tahapan konversi energi, pertama aliran angin akan menggerakkan rotor (baling-baling) yang menyebabkan rotor berputar selaras dengan angin yang bertiup, kemudian putaran dari rotor dihubungkan dengan generator, dari generator inilah arus listrik dihasilkan. Jadi proses tahapan konversi energi bermula dari energi kinetik angin menjadi energi gerak rotor kemudian menjadi energi listrik.
Besanya energi listrik yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adalah:
- Rotor (kincir), rotor turbin sangat bervariasi jenisnya, diameter rotor akan berbanding lurus dengan daya listrik. Semakin besar diameter semakin besar pula listrik yang dihasilkan, dilihat dari jumlah sudut rotor (baling-baling), sudut dengan jumlah sedikit berkisar antara 3 - 6 buah lebih banyak digunakan.
- Kecepatan angin, kecepatan angin akan mempengaruhi kecepatan putaran rotor yang akan menggerakkan generator
- Jenis generator, generator terbagi dalam beberapa karakteristik yang berbeda, generator yang cocok untuk SKEA adalah generator yang dapat menghasilkan arus listrik pada putaran rendah.
Listrik yang dihasilkan dari Sistem Konversi Energi Angin akan bekerja optimal pada siang hari dimana angin berhembus cukup kencang dibandingkan dengan pada malam hari, sedangkan penggunaan listrik biasanya akan meningkat pada malam hari. Untuk mengantisipasinya sistem ini sebaiknya tidak langsung digunakan untuk keperluan produk-produk elektronik, namun terlebih dahulu disimpan dalam satu media seperti baterai atau accu sehingga listrik yang keluar besarnya stabil dan bisa digunakan kapan saja.
Mengingat sumber energi fosil, khususnya minyak bumi yang ketersediaannya di indonesia kurang dari 20 tahun lagi akan habis (Sinar Harapan, 2003), maka tidak ada salahnya untuk mulai melirik sumber energi terbarukan yang ketersediaannya di alam selalu terjamin , juga ramah terhadap lingkungan. (Andri Herdiana K., mahasiwa Fakultas Teknologi Industri Pertanian Unpad/dari berbagai sumber).
0 komentar:
Posting Komentar